Saat ini Regan dan Devan tengah bersiap untuk pergi ke acara makan malam yang diadakan oleh Paman Will.
Tadinya Regan tak ingin ikut, namun melihat Devan yang terus memaksa dengan embel-embel nama perusahaan membuatnya muak. Regan terpaksa mengalah, lagipula ia juga tak ingin Devan menghadapi Pamannya yang licik itu sendirian.
"Gue ga akan paham sih, kalo misal nanti Paman Will bakal bahas tentang perusahaan yang lo handle. Lo tamu utamanya disini, emang seharusnya lo yang wajib dateng." ujar Devan saat di perjalanan.
"Acara apapun yang diadakan sama Paman Will ga ada yang wajib untuk didatengin, Devan." Regan yang sedang mengemudi mencengkeram setir hingga urat tangannya terlihat. Ia benci jika harus bertemu dengan lelaki tua itu, ia sedang malas mengeluarkan energinya.
Kedua kakak beradik itu sudah tiba di kediaman Paman Will beberapa saat yang lalu. Saat ini Regan dan Devan sedang menunggu di ruang makan dengan para maids yang sedang melayani mereka. Di meja yang sama juga sudah ada beberapa kolega sang paman, dan juga beberapa anak buah mereka.
"See? Dia yang bikin acara, dia yang telat." Regan berujar santai namun langsung dibalas pukulan kecil dari Devan, memberinya kode untuk tetap diam.
Beberapa kolega sang paman refleks menatapnya, Regan yang menyadari itu langsung membalas tatapan mereka dengan menaikkan alisnya.
"Kamu pemilik perusahaan properti Jills and Co itu bukan?" tanya salah satu kolega sang paman yang berperawakan gempal itu.
"Lain kali kalo mau nanya diriset dulu. Jills and Co itu perusahaan tambang emas dan pemiliknya adalah Devan."
Kolega berperawakan gempal itu tertunduk malu, disisi lain Devan yang berada di sebelahnya sudah memasang wajah tidak enak. "Maaf ya, Pak. Abang saya kalo bicara emang kurang ramah."
"Hehe, iya ga apa. Saya yang salah."
Memang benar kalau Regan memiliki usaha di bidang properti, tapi bukan Jills and Co. Jills and Co adalah perusahaan lain yang di-handle oleh Devan. Sedangkan miliknya sendiri adalah Larren Smich, perusahaan properti yang cukup terkenal di Asia Tenggara. Bisa-bisanya pria gempal itu tidak tau dan sembarang menukar-nukar nama.
"Jadi kalian ada hubungan apa dengan William?" tanya kolega lainnya.
"Paman-"
"Bukan apa-apa." potong Regan. "Kita semua sama, hanya rekan bisnis." kemudian melirik sinis kearah adiknya itu.
Tak lama setelah itu yang dibicarakan pun datang dengan dua orang perempuan di sisi kanan dan kirinya, Nyonya Will dan Samara, anak perempuannya.
Regan hanya diam menatap sang tuan rumah tanpa menunjukkan senyumannya. Orang miskin yang suka minta-minta masih bisa berpenampilan se-glamour itu ternyata, pikirnya. Bagaimana jika para kolega pamannya ini tau jika uang yang diperoleh William adalah uang hasil meminta-minta padanya?
"Maaf, sudah menunggu." ujar Nyonya Will tidak enak pada sang kolega dan juga keponakannya.
Paman Will duduk di meja paling depan bersama sang istri, sementara anaknya, Samara duduk di sebelah Regan.
Paman Will membuka obrolan, dan makan malam pun berjalan dengan tenang. Pria tua itu tampak antusias setiap membahas bisnis bersama para koleganya dan juga Regan tentunya. Padahal bisnisnya saja sering gagal dan berujung bangkrut. Tapi sepertinya pria tua itu tidak pantang menyerah.
"Regan."
Regan yang masih mengunyah, menatap pria tua yang ada di seberangnya.
"Jadi kapan kamu mau lamar Samara?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dark Guardian Angel (on going)
Teen Fiction"Ga mau balikan sama aku? Kita masih sama-sama cinta, kan?" Perempuan itu melipat kedua bibirnya, ia masih enggan membuka suara. Ia hanya diam memainkan sendok dan garpunya. Melihat sang mantan kekasih yang masih ia cintai itu sejak tadi bungkam, me...