2 - bookingan gagal

258 12 13
                                    

Jam perkuliahan baru saja berakhir di sore hari. Cuaca sedikit berangin, membuat dedaunan pohon bergerak kesana kemari kemudian berguguran di jalanan. Jeah menatap keluar jendela, langit sudah berwarna jingga, sebentar lagi akan memasuki waktu malam.

Jeah buru-buru mengemaskan barangnya, tak lupa setelah itu ia mengeluarkan beberapa peralatan make-up dari dalam tas. Perempuan itu hanya menambah sedikit riasan di wajahnya, merapihkan bedak, kemudian menambah liptint berwarna peach di bibirnya. 

"Cantik banget gue." gumamnya menatap cermin. "Pantes laris."

Ia menyemprotkan hair parfume dan juga merapihkan rambutnya dengan sisir yang selalu ia bawa. Kurang lengkap apa lagi isi tas perempuan satu itu?

"Gue ada urusan mendadak, hehe." Jeah berkata pada Aeron yang tadinya ingin mengajaknya berkencan.

"Gue anter ya, ya ya?"

"Aduh, ga perlu." Jeah mengibaskan tangannya. "Gue udah pesen taxi kok."

"T-tapi Je, bisa dibatelin kan? Ayo lah daripada keluar duit buat ongkos?"

Jeah jadi berpikir. Sebenarnya sayang juga uangnya keluar untuk membayar taxi sementara disini ada Aeron yang menawarkan tumpangan secara gratis. Tapi disisi lain tidak bisa, ada hal lain yang Aeron tidak boleh tau.

"Jadi, gimana?"

"Anytime ya, ganteng." Jeah mencolek dagu Aeron sebelum memasuki taxi yang ia pesan.

•••

"Leo, denger apa kata susternya?"

Disinilah Jeah berada. Berdiri di depan day care dengan bocah laki-laki yang sudah bergelayut manja di gendongannya. Perempuan itu kini sedang berbicara serius dengan suster yang menjaga Leo, membicarakan tentang tingkah bocah itu yang membuat siapapun yang melihatnya ikut mengelus dada.

Mengusili anak perempuan dengan memberinya kecoa, menghancurkan istana lego milik temannya, hingga mencampur makanan kucing dengan air susu. Jeah benar-benar menyerah dengan bocah satu itu.

"Kenapa temen ceweknya dikasih kecoa?" tanya Jeah diperjalanan pulang. Ia memangku Leo yang hanya menatap sendu ke arah jendela luar, menampilkan jalanan yang dipenuhi dengan gedung-gedung pencakar langit.

"Leo, jawab Moma."

"Kecoa kan lucu, Moma. Ada antenanya. Leo kira mereka uka." ujar bocah itu polos. Pandangannya masih fokus menatap jalanan dari kaca jendela taxi.

"Kecoa itu jorok, sayang. Makanya mereka nangis pas Leo kasih. Moma aja jijik liatnya, Leo ga jijik, huh?"

Leo hanya diam. Bocah berusia empat tahun itu hanya menggigit-gigit jemarinya.

"Terus juga, kenapa istana temennya dihancurin? Leo pernah main lego, kan? Susah kan bikin istananya?"

"Istananya jeyek, Moma. Makana Leo ancurin. Masa, bentukna kotak kayak bak mandi."

Jeah lagi-lagi menghela nafas pasrah melihat kelakuan bocah yang ada di dekapannya ini. Rasanya ia ingin mendekap bocah kecil itu sekuat mungkin hingga kehabisan nafas.

"Moma jangan nanya-nanya agi, ya." Leo mendongak ke atas, mencari wajah Jeah yang kini sudah berubah masam. "Leo ngasih kucing cucu juga karna kucingnya kuyus, tulang-tulangna keliatan, tau."

Jeah menggeram. "Tapi bukan susu manusia, Leo sayang. Kucingnya bisa keracunan."

"Jadi cucu manusia itu beracun, Moma? Terus kenapa Leo boleh minum?" tanyanya polos.

Dark Guardian Angel (on going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang