3 - i'll never let you go

214 16 3
                                    

Berpenampilan cukup menawan dengan rambutnya yang dibelah samping, memamerkan dahi serta alis tebalnya yang terukir indah dibarengi dengan sorot matanya yang tajam, hidung mancung, garis rahang yang begitu sexy, tak lupa tattoo kecil di lengannya yang sedikit berurat itu, benar-benar mendeskripsikan sosok lelaki yang Jeah hindari empat tahun belakangan ini.

"Kaget, huh?"

Jeah tidak mengira akan bertemu dengan mantan kekasihnya disini. Ia memang sempat curiga dengan Red velvet waffle tanpa gula aren yang menjadi perdebatannya dengan Tara tadi, namun ia benar-benar tidak menyangka bahwa dirinya akan dihadapkan dengan sosok lelaki ini, lagi. Sudah lama sekali, ia kira Regan sudah hilang ditelan bumi.

"Lo." Jeah menggeram. "Kenapa bisa booking gue?"

Urat malu Jeah sepertinya sudah putus. Ia bahkan tidak malu sudah tertangkap basah dengan pekerjaan kotornya ini. Ia tidak mengelak ataupun denial, ia hanya ingin Regan tau bagaimana dirinya sekarang.

Agar lelaki itu menjauhinya.

Jeah memberontak hendak keluar dari kamar itu, namun Regan dengan cepat menarik kuncinya dan menyimpan benda itu di saku celananya.

"Gue lebih baik layanin om-om perut buncit daripada layanin lo!" Jeah menunjuk wajah Regan dengan telunjuknya. "Dibayar berkali-kali lipat, gue juga ogah. Najis, ewh."

Regan tak mengatakan apapun, ia hanya menatap sendu perempuan yang tak ia sangka sudah berubah drastis dari yang ia bayangkan. Jeah yang sekarang begitu berbeda dengan Jeah-nya dulu. Baik dari segi penampilan, tutur kata, bahkan wajah? Wajah perempuan itu tak lagi polos dan sudah dipenuhi oleh riasan yang membuatnya sedikit terlihat dewasa.

"Apa liat-liat? Iya gue tau gue cantik dan sexy. Tapi sorry, gue ga napsu sama lo."

Melihat Regan yang hanya diam, membuat Jeah kembali mengangkat suaranya. "Mending cari lonte yang lain aja deh, sana. Jangan gue! Selera gue om-om perut buncit!"

"Aku ga minta dilayanin."

"Terus?" Jeah bersedekap dada. "Kenapa booking gue? Atau jangan-jangan lo modus ya? Lo gamon kan? Dih."

"Iya, aku gamon. Lagian aku juga ga ada niat buat move on." Regan membenarkan perkataan Jeah yang sialnya membuat perempuan itu sedikit salah tingkah.

Jeah mengalihkan pandangannya kelain arah.

"Udah dari kapan kek gini?" tanya Regan dengan nada datarnya.

"Jeah."

Melihat Jeah yang tak memberi reaksi apapun, Regan menarik tangan perempuan itu mendekati ranjang kemudian memaksanya untuk duduk. Jeah akhirnya duduk di sisi ranjang, sementara Regan berdiri di hadapannya sembari menyandarkan tubuhnya ke dinding. Ia hanya menatap Jeah selama beberapa detik sebelum kembali membuka suara.

"Kenapa? Kenapa bisa gini?"

Jeah merasa atmosfer kian berubah mencekam, bulu kuduknya meremang. Ia memilih diam tak menjawab. Ia hanya memilin ujung bajunya.

"Aku ga bisa liat kamu kayak gini. Disini sakit, Jeah." Regan menunjuk dadanya. Ia sudah tak bisa berbasa-basi lagi, penampakan Jeah benar-benar menyesakkan dadanya.

Saat mengetahui bahwa perempuan yang masih ia cintai itu menjelma menjadi sosok yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya, betapa hancurnya hati Regan saat itu. Dua hari yang lalu Ia mendapatkan informasi dari kerabat dekatnya kalau Jeah bekerja di dunia malam, kasarnya, menjadi jalang untuk pria hidung belang. Rasa kecewa, marah, tak percaya, bercampur menjadi satu.

Kalau bisa, Regan ingin mengumpulkan siapa saja pria yang pernah mem-booking Jeah-nya dan memotong alat kelamin mereka satu persatu.

Memang berlebihan. Seharusnya Regan sudah tak ada hak untuk mencampuri urusan Jeah karena ia dan Jeah sudah tak memiliki hubungan apapun. Tapi bagi Regan tidak, apapun yang terjadi Jeah tetap miliknya. Ia tak pernah menganggap hubungannya dengan perempuan itu berakhir.

Dark Guardian Angel (on going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang