Tara mendudukkan tubuhnya di depan meja rias, menatap cermin yang memantulkan bayangan dirinya. Perempuan itu memandang gurat wajahnya yang tidak lagi memancarkan aura kebahagiaan.
Jeah baru saja pulang, tadi sahabatnya itu sempat mengunjunginya dan sedikit menghiburnya dengan cerita-cerita random-nya. Jeah bercerita tentang kehidupannya di kampus, kemajuan hubungannya dengan Regan, hingga bercerita tentang Aeron yang kemarin malam datang mengantarkan makanan dan modus ingin menciumnya.
Jeah menceritakannya dengan gelak tawa. Tentu saja ia tak pernah serius dengan apa yang dilakukan Aeron dan hanya menganggap lelaki itu sebagai lelucon. Namun berbeda dengan Tara, perempuan itu seperti menahan sesuatu.
Sekian tahun mengenakan topeng kebahagiaan di depan kedua orang itu membuat dadanya sesak. Sepertinya Tara sudah tak bisa berpura-pura lagi.
Tara masih menatap cermin, memperhatikan dirinya yang terlihat begitu memprihatinkan. Bayang-bayang Aeron yang sejak dulu tak pernah menyerah mengejar Jeah, membuat ia menghela nafas panjang. Setidak menarik itu kah dirinya hingga Aeron tak pernah meliriknya? Semua usaha pernah ia lakukan demi mendapatkan perhatian lelaki itu, tapi semuanya sia-sia.
Sudah cukup lama Tara memendam perasaan ini sendirian. Bahkan hingga sekarang pun, perasaan itu tidak pernah berubah. Namun melihat Aeron yang begitu semangat mendekati Jeah, membuat Tara tak bisa melakukan apapun selain menaruh harapan dalam diam.
Kesal dengan Jeah? Tara pernah merasakannya. Tapi jika dipikir, itu hanya bisa meracuni persahabatannya.
Jeah sudah terikat di dalam hubungan semunya bersama sang mantan, perempuan itu hanya memiliki satu lelaki di hatinya, Tara tau itu. Jeah juga tak memiliki perasaan khusus pada Aeron, lantas untuk apa ia membenci sahabatnya itu?
Di sini justru dirinya lah yang salah karena sejak dulu memilih bungkam, tidak memberi tau Jeah tentang perasaannya pada Aeron. Tara hanya malu, ia malu karena diabaikan oleh orang yang ia sukai, ia malu karena bukan dirinya lah yang lelaki itu inginkan.
Yang bisa Tara lakukan sekarang hanya pasrah dan mencoba berdamai dengan keadaan. Menunggu kapan lelaki yang ia cintai secara diam-diam itu sadar dan mulai melihat dirinya yang sudah menunggu sejak lama di sini.
Tapi, apa mungkin?
Berbeda dengan Tara yang sedang merenung. Di lain tempat di waktu yang bersamaan, seorang lelaki sedang tertawa heboh bersama teman-temannya sembari menyesap tembakau dan meminum beer-nya dengan nikmat.
Lelaki itu menuangkan isi botol kaca ke gelasnya, entah sudah yang ke berapa, ia tidak peduli. Ia hanya menikmatinya selagi semua kekesalannya hari ini teredam.
"Aeron, udah! Lo minum kebanyakan, anjir!" salah satu lelaki tertawa sembari merebut gelas Aeron. "Gue ga mau ya anterin lo pulang. Rumah lo jauh."
"Siniin punya gue, met. Woi jamet!"
"Dah dah." seorang lelaki lain ikut menyimpan gelas Aeron. "Minum ini aja, lebih sehat." ia menyodorkan gelas baru berisi air perasan jeruk nipis di hadapan Aeron.
Aeron menyingkirkan gelas itu, kemudian merengek. "Ga mau! Gue mau itu!"
"Jir lah." salah satu temannya tampak muak dengan tingkah Aeron yang sejak tadi cukup berbeda. "Lo kenapa sih? Tumben-tumbennya minum sampe nambah gini? Galau lo?"
Aeron memilih diam, ia hanya menghembuskan asap rokoknya ke sembarang arah.
"Kayak abis putus cinta ni anak."
"Emang." jawabnya enteng.
"Lah, beneran? Pulu-pulu mana yang menyakitimu, hmm?"
"Jeah." ia mencebik kesal. "Agh, lo jahat banget sih, Je! Mau sampe kapan lo nolak gue terus?" Aeron yang masih di bawah pengaruh alkohol malah mengamuk tidak jelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dark Guardian Angel (on going)
Teen Fiction"Ga mau balikan sama aku? Kita masih sama-sama cinta, kan?" Perempuan itu melipat kedua bibirnya, ia masih enggan membuka suara. Ia hanya diam memainkan sendok dan garpunya. Melihat sang mantan kekasih yang masih ia cintai itu sejak tadi bungkam, me...