4

21.5K 2.2K 182
                                    

Lebih banyak narasi ketimbang dialognya, jangan di skip² yah nanti bingung.




Selamat membaca ❤️









***





Otakku mencerna situasi sekarang untuk beberapa detik, semua orang yang berada diambang pintu melihat kearah pria yang tengah menyerangku sekarang... Yang ku kenal si kembar raden Setyaka dan raden Setyaki juga berada disitu, dan__ satu diantara mereka memanggil pria didepanku ini dengan sebutan senopati.

Yah... Jika dilihat dari perawakannya, harusnya aku segera sadar jika dia adalah karakter yang kubuat sedemikian gagah dan agungnya. Senopati Gandamana.

Jendral perang pasukan militer kerajaan Dandang mangore ini. Kondang akan kesaktiannya, memiliki ajian yang hebat, gaman, serta fisik yang sempurna.

Dalam novel yang kubuat, aku belum sempat memunculkan satu peran penting ini. Aku hanya menyebutkan karakteristik sang senopati bagaimana serta prestasi-prestasi yang dibuatnya selama mengabdi di kerajaan. Aku belum menuliskan bagaimana sifat atau wataknya, dan yah... Apakah begini?

Pria yang kasar.

"Kalian keluarlah." Senopati Gandamana memerintahkan dua orang yang membawaku kesini untuk keluar, yah kedua orang tersebut ternyata seorang dalem Gandamana. Apa mereka tak memiliki identitas sama sepertiku? Gandamana tidak pernah menyebut nama mereka.

Ketika dua dalem tersebut sudah pergi, tinggallah si kembar, Gandamana, serta diriku saja. Pintu tertutup dan si kembar mendekat kearah kita.

"Kami mencari guru di  penjuru pakuwon ini,  seluruh pendopopun sudah kami datangi... ternyata, guru disini." Salah satu diantara mereka berujar demikian.

Satu diantara si kembar, memasang ekspresi tak bersahabat denganku. Aku yakin dia Raden Setyaki, sulit membedakan mereka jika melihatnya sekilas. Ditambah pakaian mereka hampir sama.

Dan tunggu... Si kembar memanggil Raden Gandamana dengan sebutan guru?  Begitukah? Apa si kembar murid Raden Gandamana?

Aku tak tahu, sudah kubilang... Novel yang kubuat belum sejauh itu.

"Ya, aku hanya ingin istirahat lebih dulu. Jadi... Ada apa kalian mencariku?" Raden Gandamana bersuara.

"Guru, aku hendak menjawab tujuan kita berdua kesini tapi__ bukankah ada yang harus kita ketahui lebih dulu?"

Raden Gandamana melirikku sekilas ketika paham arah ucapan si kembar.

"Bukan masalah, dia hanya wanita menghibur biasa."

Hell! Aku melotot mendengarnya, sudah kujelaskan beribu kali jika aku bukanlah termasuk wanita-wanita itu!

"Benarkah begitu guru? Apa ini hanya sebuah kebetulan juga jika kami bertemu dengan dia tadi? Berkeliaran di daerah dalam dengan alasan tersesat."

Ugh! Jika sudah diajak bicara begini terlihat jelas jika yang paling banyak bicara itu Raden Setyaki.

"Mohon ampun atas kelancangan hamba Raden, tapi hamba memang benar tersesat__ dan hamba bukan termasuk wanita diluar sana. Hamba hanya rakyat biasa yang datang untuk ikut melihat pesta penyambutan kalian." Aku memberanikan diri untuk bersuara.

Hkkkh! 

Aku menahan nafas seketika.

Ujung pedang berbau anyir menyenutuh daguku begitu saja. Jantungku berdegup kencang, aku mulai gelisah, ingatan buruk langsung muncul ketika melihat pedang yang di todongkan Raden Setyaki padaku. Leherku terasa nyeri, mengingat sensasi sakit ketika diriku mati tergorok di kehidupan sebelumnya.

Dandang Mangore Romance [21+]  ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang