06

133 25 5
                                    

“Kamu parah banget kalau gak percaya sama aku, Seok.”

“Iya iyaaa, ini aku kalau gak percaya juga gak bakalan nganter kamu pulang kaya gini kaaan??” Balas Eunseok sambil berjalan di depan Stefani.

Sebagai sahabat yang baik, Eunseok tentunya cukup skeptis saat pertama kali mendengar cerita dari Stefani yang saat sampai di depan mukanya muncul dengan penuh peluh di wajah, napas tak beraturan dan muka yang masih terlihat ngerinya.

Soal Cupid, Eunseok tak percaya, tapi kalau soal penguntit laki-laki yang ngikutin dia, Eunseok percaya. Demi keamanan kelangsungan hidup sahabatnya, Eunseok pun mengiyakan permintaan Stefani untuk mengantar perempuan itu pulang ke rumah. Katanya jaga-jaga kalau sosok Riku muncul di depan rumahnya, atau entah di tempat lain.

Stefani juga cerita soal Riku yang bisa terbang dan punya sayap putih besar. Eunseok gak percaya. Eunseok malah berpikir mungkin Stefani sedang berhalusinasi karena efek obat tidur yang sahabatnya itu sering konsumsi.

Selama berjalan menuju rumahnya, Stefani terus berjalan menempel di dekat punggung Eunseok, tangannya memegangi ujung jaket denim yang dipakai oleh sahabat laki-lakinya itu.

“Kenapa gak kamu tonjok deh? Biasanya juga kalau ketemu orang jahat langsung kamu hajar.” Tanya Eunseok, mengingat betapa pemberaninya sahabat dia yang cengeng ini.

“Udah, udah aku tonjok dia tadi, tapi masih ngikutin. Dia aneh banget, Seok. Apa jangan-jangan setan ya?”

Eunseok mendecak lucu, jelas pikiran Stefani sekarang lucu banget buat dia. Setan? Mana ada yang namanya setan? Eunseok gak percaya hal-hal mistis. Orang kesurupan pun bakalan Eunseok anggap cuma gejala caper akut.

10 meter lagi mereka bakalan sampai di rumah Stefani, Stefani sudah celingukan sendiri sambil sembunyi di balik ketiak Eunseok, dia beneran takut kalau yang dia lihat tadi itu beneran nyata.

8 meter...

7 meter...

6 meter...

5 meter hampir sampai, Stefani mencengkram erat lengan Eunseok, menahan laki-laki itu untuk gak lanjutin langkahnya. “Kenapa?” Tanya Eunseok.

“Orangnya di situ.” Balas Stefani dengan pelan, dia makin mepetin badannya ke Eunseok, beneran nyembunyiin mukanya di sela ketiak Eunseok, pas banget karena tinggi dia memang cuma sampai ketiak sahabatnya itu.

Eunseok mengernyit, dia menyipitkan mata untuk melihat orang yang dimaksud oleh Stefani. Tapi jelas Eunseok tak melihat siapa-siapa, apalagi di sini juga sangat sepi, apa coba yang dilihat sama Stefani?

Tapi sosok Riku memang ada di sana, Stefani gak bohong. Riku masih di depan rumah Stefani, duduk berjongkok sendirian di atas bangku panjang di seberang jalan. Iya, bosen duduk manis, dia milih untuk berjongkok di atas bangku.

“Gak ada apa-apa kok.” Eunseok makin yakin kalau Stefani memang sedang menghalu.

“Hiiih, Seoookkkk...”

“Serius, Faaan, aku gak lihat apa-apa.”

“Hiiiihhhhh..” Stefani merengek, dia nempelin mukanya ke ketiak Eunseok, untungnya gak bau, jadi Stefani gak muntah di baju Eunseok. “Ada Seok, sumpah demi Tuhan ada di situuuu, dia ada di situuuu!” Katanya sambil menunjuk-nunjuk ke arah bangku di seberang jalan rumahnya.

Eunseok menghela napas, percaya gak percaya sekarang dia harus percaya. Meskipun dia gak lihat apa-apa, sekarang dia malah nuntun Stefani untuk pelan-pelan jalan ke rumahnya.

“Mau pakai jaketku aja buat nutupin kepala biar gak kelihatan sama dia?” Tawar Eunseok.

“Emang ngaruh? Yang tinggal di situ, kan cuma aku.”

“Yaaa, siapa tau dia mikirnya itu flat dua lantai? Siapa tau dia ngira kamu orang lain?”

Stefani narik jaket Eunseok, maksa Eunseok hentiin langkahnya. Stefani setuju, dia pun makai jaket Eunseok buat nutupin kepalanya, jalan pun dia harus digandeng sama Eunseok biar gak nabrak tiang lampu di trotoar.

Riku, yang masih duduk berjongkok di atas bangku itu ngelihat sosok Stefani. Lumayan heran karena targetnya itu sekarang gandengan sama laki-laki. Riku jadi mikir, apa mungkin dia salah orang? Dia bahkan sampai meriksa alatnya lagi buat lihat foto muka targetnya. Sama kok, gak salah kok.

Riku cuma diam di tempat sambil merhatiin mereka berdua, yang jelas kelihatan aneh sih di mata Riku karena buat apa coba Stefani nutupin kepalanya pakai jaket? Hujan aja enggak, begitu pikir Riku.

Riku beneran gak bergerak dari tempatnya, cuma mata dia aja yang ngikutin gerak langkah Eunseok dan Stefani, bahkan sampai mereka naik ke anak tangga menuju pintu rumah, sampai pintu ditutup dan sampai mereka berdua mengintip ke luar dari balik jendela.

“Kok gak ngejar ya?” Stefani bertanya-tanya waktu mengintip Riku dari balik jendela. Eunseok yang ada di sebelahnya pun tak paham sekarang mereka sedang melihat apa, karena memang tidak ada apa-apa di luar sana.

- 2 Maret, 2024

cupid - maeda rikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang