13

115 23 2
                                    

Stefani dengan lunglai berdiri di depan pintu rumahnya, entah kenapa kunci yang biasanya gampang masuk ke lubangnya sekarang jadi sok jual mahal gak mau masuk.

Kesel, Stefani langsung putar badan dan jalan ke dekat tangga, duduk di anak tangga paling atas sambil natap nanar jalanan di depan rumahnya.

“Caranya dapat uang tambahan nih gimanaaa?! Ya Tuhaaan... Kenapaaa??? Kenapa Engkau berikan aku orang tua yang pandai berhutang seperti inii??? Kenapaaaa???” Stefani mengadu sambil dongakin kepala ke atas langit, untung gak ada orang lain yang lihat. Kecuali si Riku yang dari tadi berdiri di depan pagar sebelah tangga rumah Stefani.

Dia lumayan kesel tadi soalnya Stefani kelihatan gak sadar sama kehadiran dia. Masih dari depan pagar dia nyeletuk. “Sewain aja kamarmu.”

Kepala Stefani langsung turun, dengan cepat noleh ke sumber suara, matanya membulat sekilas kaget kenapa di situ ada Riku. “Ha?”

Riku noleh, dengan muka sombongnya dia bilang dengan cara yang menurutnya keren. “Kamarmu ada dua, kan? Ketimbang dibiarin kosong, kenapa gak disewain aja? Kasih harga sewa sesuai atau lebihin sedikit sama uang yang kamu butuhin.”

Stefani memincing tajam. “Sewain ke siapa?? Kamu?? Emang punya uang?!”

“Tsk.” Riku jalan ke dekat tangga, dia berdiri di depan anak tangga paling bawah, sikunya dia sandarin ke pegangan besi tangga. “Gak punya sih. Tapi aku gak nyuruh kamu buat nyewain kamarmu ke aku, ke orang yang urgently butuh.”

“Ya siapaa???”

Riku gerakin kepalanya ke apartemen di sebelah kiri rumah Stefani. “Kamu kenal sama penghuni yang tinggal di situ gak?”

Stefani nolehin kepalanya buat lihat apartemen tiga lantai di sebelah rumahnya, terus balik lihat ke Riku. “Aku cuma kenal sama yang punya sih, kalau yang sewa kamar di sana aku gak tau.”

“Tuan tanah di situ lagi naikin harga sewanya sampai 50%, kamu kalau bikin iklan sewa kamar dengan harga normal sewa di situ, kemungkinan penghuni yang mau pindah bakalan tertarik buat nyewa kamarmu.”

Ide Riku kedengeran bagus banget di telinga Stefani, tapi, gak lama setelah itu, dia baru sadar kalau Riku setahu itu soal permasalahan perekonomiannya. “Weh! Kamu kok bisa tau aku lagi butuh uang??”

“Aku kan Cupid, jelas tau apa aja soal targetku.” Riku dengan kesombongan murninya.

“Ish, tapi itu orang sebelah yang mau pindah siapa? Aku pernah ketemu dia gak?”

Riku ngejapin mata, mikir. Sebenarnya Intak, tetangga Stefani yang dia jahili itu udah lumayan lama tinggal di sini, Stefani juga sebenarnya udah sering banget papasan sama Intak pas pagi, cuma kayanya pesona Intak selama ini ketutupan sama pesona Jeno yang masih nempel di kepala Stefani, jadi, intinya Stefani sering papasan, tapi gak pernah ngelihat mukanya Intak.

“Sering, tapi kamu gak nyadar.”

“Oh ya?”

“Hem.”

“Perempuan? Laki-laki?”

“Karena urgent, laki-laki atau perempuan gak masalah, kan? Yang penting kamu dapet uang tambahan, kan?”

Stefani merengut, jelas dia curiga sama jawaban Riku. Kenapa coba gak langsung to the point ke jawaban yang semestinya dan lebih simpel?

“Ini kerjaanmu, kah?” Stefani, entah kenapa rasanya selalu ingin berburuk sangka ke Riku.

“Jodohin orang? Bikin jatuh cinta? Iya, emang itu pekerjaan Cupid, kan?” Riku dengan alibi sok bodohnya.

“Bukan itu!”

“Terus apa?”

“Masalahku sekarang, ini ulahmu, kan?”



♡.•°'''•°▪︎ 4 April, 2024

cupid - maeda rikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang