09

145 29 4
                                    

Stefani mengusap kedua ujung matanya yang mulai berair, keadaan toko yang sepi siang ini lumayan buat dirinya lelah dan ingin segera buru-buru pulang. Dia berjaga di meja kasir, menggantikan Renjun yang tadi izin untuk beli makanan di luar, dan otomatis sekarang Stefani hanya sendirian di toko.

Suara pintu yang dibuka dari luar tak begitu Stefani hiraukan, perempuan itu lebih memilih untuk melihat catatan yang ada di atas meja kasir, Stefani tahu kalau dia tak bisa berjaga sebagai kasir, karena itu saat melamar kerja dulu dia bersikukuh untuk menjadi bagian stoking dan tak berinteraksi dengan konsumen secara langsung, mengingat dia tak begitu suka dengan ungkapan 'pembeli adalah raja'.

“Permisi, novel romantis ada di sebelah mana ya?”

Stefani mengerutkan kening sekilas, menghela napas sebelum mengangkat wajah dan bertemu pandang dengan laki-laki berambut sebahu bergelombang di depannya saat ini. Gak bohong, Stefani merasa tersihir sesaat karena rupa laki-laki tersebut, dan juga suaranya yang entah mengapa terdengar lembut.

“N-novel romantis?”

Dia tersenyum, kepalanya mengangguk. “Uh...” Tangan kanan Stefani terangkat, terulur dan jarinya menunjuk ke satu arah meskipun mulutnya kesulitan untuk mengeluarkan suara. “Di.. uh.. di rak paling ujung timur.. Iya, di sana hee..”

“Oke, makasih.”

Oh, demi... Lutut Stefani rasanya lemas lunglai begitu dapat senyuman dari laki-laki asing tersebut. Seumur hidup, baru kali ini dia bertemu manusia dengan senyum semanis itu.

“Tsk, bener kata Sion, gak mungkin manusia gak bisa jatuh cinta lagi.”

Kepala Stefani sontak menoleh ke sumber suara, ada Riku di sebelah rak brosur samping meja kasir, melipat kedua tangannya dan tersenyum mengejek ke arahnya. “Kamu kenapa muncul lagi?!”

“Urusanku belum selesai, kamu, aku harus nuntasin kamu. Barusan aku lihat ada aura merah di kamu, jadi jelas ada kesempatan buat aku mulai kerja.”

Stefani mendecih, dia ikut melipat kedua tangannya di depan dada, tertawa mengejek. “Coba aja kalau bisa, mana ada orang asing bisa jatuh cinta??”

Kedua alis Riku menukik sebal, dia dengan baju serba hijau mudanya itu berjalan masuk ke dalam toko, pergi ke arah yang sama seperti lelaki berambut panjang tadi. Riku pergi ke ujung toko, kemudian dengan langkah lebar berjalan ke tampat yang paling dekat dengan laki-laki itu berdiri.

Sekarang Riku gak bisa seenaknya dekat-dekat dengan para manusia, karena dia sudah memakai mantra agar bisa terlihat oleh para Imortal. Jadi, sekarang dia hanya bisa pura-pura mencari buku dan sesekali melirik dan mencari informasi kira-kira orang ini punya perasaan yang sama untuk Stefani atau tidak, minimal sekilas saja sudah cukup kok.

“Ah.. Rena tadi pesen buku apa ya? Twilight yang mana? Ini sama semua gak sih? Apa aku beliin semua aja?”

Riku menghela napas, dari gumaman laki-laki itu saja Riku sudah bisa menebak kalau dia sudah ada yang punya. Dia mendecak, balik badan dan kembali ke meja kasir. Dia menatap Stefani malas di mata. “Gak usah berharap tinggi-tinggi, dia udah ada pawangnya.”

“Ha?”

“Laki-laki yang barusan kamu taksir udah punya gandengan, dia ke sini buat beliin buku pacarnya.”

“Harus ya?” Sekarang Stefani yang menatap malas Riku.

“Apa?”

“Harus banget ngerusak moodku? Udah bagus tadi moodku naik karena lihat orang ganteng, kenapa juga kamu harus muncul??”

“Hih, aku kan bantuin kamu!”

“Bantu apa?!”

“Fan, ini siapa?” Stefani melirik ke Renjun yang baru masuk ke dalam toko dengan kantong plastik di tangannya, matanya mengejap heran kenapa dia bisa lihat Riku.

“Kamu bisa lihat dia?” Tanya Stefani ke Renjun.

“Bisa lah. Siapa? Mantanmu? Kaya bocil gini.”

“Heh! Siapa bocil?!” Riku marah, tangannya di pinggang. “Bocil itu apa??”

Renjun ketawa, dia jalan ngelewatin Riku dan berdiri di sebelah Stefani. “Adekmu?”

“Bukan.”

“Kalau ada masalah selesaiin di luar aja, jangan di sini. Nanti ketahuan Bang Johnny kena damprat kita.”

“Tsk!” Stefani berjalan cepat keluar dari tempat kasir, dia genggam tangan Riku dan narik dia ke luar.

“Kenapa Renjun bisa lihat kamu??”

“Biar kamu gak kelihatan kaya orang gila, marah-marah sendiri.”

“Ha??”

“Karena tugasku buat nyatuin kamu sama orang yang kamu suka, jadi aku harus sebisa mungkin jaga image kamu biar gak jelek di mata orang lain. Nah, karena semua orang bisa lihat aku, kamu jadi gak bakalan kelihatan kaya orang gila.”

Bunyi pintu lagi-lagi terdengar, sekarang Riku langsung menunjuk dengan dagunya supaya Stefani melihat ke belakang. Ada laki-laki tadi yang keluar dengan sebuah paperbag besar, bisa dipastikan buku yang dibeli lumayan banyak.

“Lihat ke mana dia pergi.” Bisik Riku yang dituruti saja oleh Stefani sampai matanya ikut ke arah parkiran dan melihat laki-laki tadi mengulurkan paper bag yang dia bawa ke seorang perempuan cantik yang sepertinya sejak tadi menunggu di parkiran. Pelukan, rambut diusak-usak, jelas bukan cuma teman atau saudara.

Stefani menghela dengan keras, melengos menahan gusar dalam jiwa raga.

“Feeling Cupid gak pernah salah.”

“Iya iyaaa, terserah.”

cupid - maeda rikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang