10

92 22 0
                                    

Pulang, tebak siapa yang ngikutin Stefani? Dari keluar toko, mampir ke cafe buat beli es kopi, terus mampir ke toko roti, Riku dengan setia terus ngikutin Stefani dalam jarak yang sangat amat dekat.

Muka dia yang ganteng blasteran manis itu jelas gak buat siapapun yang ngelihat mereka curiga sama sosok Riku. Tapi, Stefani lama-lama jadi risih karena diikutin terus.

Gak mau marah-marah di tempat umum, Stefani mutusin untuk mampir ke taman terdekat, duduk di bangku sambil makan roti-roti yang dia beli tanpa mau repot-repot nawarin Riku.

Riku juga duduk dong di sebelah Stefani, nungguin Stefani sambil gerak-gerakin kakinya, nepuk-nepuk dua lututnya pelan sambil nebar senyum ke para orang tua yang lewat. Hmmm... Duduk lama begini ternyata bikin Riku sadar kalau di sini kebanyakan orang usia 40-50 an, ini kota tujuan para pensiunan kah? Riku bertanya-tanya, karena selama dia bertugas sebelumnya, fokus dia hanya ke targetnya aja dan nol ke sekitar.

Sekarang Riku malah jadi lupa sama tujuannya karena terlalu asik memperhatikan sekitar. Bumi, di area ini, ternyata gak buruk juga, pikirnya.

Dengan roti kedua dia yang hampir habis, Stefani melirik ke Riku, rasanya dia kaya lagi ngelihat anak kecil pendiam yang lagi observasi tempat asing. Bahas soal anak kecil, ada satu hal yang tiba-tiba lewat di kepala Stefani.

“Heh, sayapmu di mana?” Kepala Riku noleh, mata dia mengejap sambil natap Stefani.

“Aku simpen.”

“Di mana?”

Riku tiba-tiba nyengir dan cengiran dia kelihatan nyebelin buat Stefani. “Kamu kok jadi tertarik gitu sama aku?” Tuduh Riku sambil nunjuk Stefani, terus dia ngibasin tangan di depan muka. “Sayapku aman kok, masih di punggung.”

Stefani mundurin badannya, niat hati mau ngelihat punggung Riku yang normal-normal aja, gak kelihatan ada sesuatu yang ganjal di punggungnya.

“Masih mikir aku orang jahat apa gimana nih? Sayapku gak bakalan bisa dilihat kalau udah disimpen.” Denger ucapan Riku dengan nada sombongnya, Stefani langsung buang muka.

Riku menghela napas, dia pandang Stefani yang sekarang masukkin sisa sepotong rotinya ke dalam mulut. Mata Riku mengejap, dia perhatiin benar-benar rupa Stefani, menyaring beberapa hal di muka targetnya itu, mengira-ngira apakah ada yang salah di sana sampai orang jatuh cinta ke dia pun susah.

Siapapun, kalau dilihatin pasti bakalan kerasa. Apalagi dalam jarak sedekat ini, gak mungkin Stefani gak risih. Dia noleh, natap tajam Riku. “Ngapain lihat-lihat?!”

Riku langsung mendecak, jawaban akan pertanyaanya sudah terlihat di depan mata. “Sadar gak kalau cara ngomongmu tuh kasar?” Ucap Riku sambil bersendekap.

Stefani gak paham, dahinya mengernyit. “Kasar gimana?”

“Nada bicaramu, kasar banget. Gak ada halus-halusnya sama sekali.”

“Terus kenapa?!” Stefani jadi sewot.

“Dihalusin kek cara ngomongnya, biar laki-laki tertarik sama kamu! Biar gak ngarepin yang udah gak bisa digapai itu!”

Terpancing emosi Stefani. “Kamu ngomong gitu tuh emang udah pernah lihat muka orangnya?! Pernah emang?! Pernah?!”

“Hm??”

“Bisa terbang, kan kamu?? Coba deh sekarang terbang, kamu cari toko swalayan paling gede di sini, masuk, cari pegawai yang namanya Jeno! Sana lihat! Lihat bener-bener mukanya!” Stefani ngusir, tapi malah dia yang duluan berdiri dan pergi ninggalin Riku.

cupid - maeda rikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang