17. Penguntit dadakan

1.5K 42 3
                                    

"Apa kamu tidak sempat membeli sesuatu, kulkasmu seperti barang rusak yang sudah tidak dipakai sekian tahun," ucap Zoe  langsung menutup pintu kulkas setelah beberapa saat memeriksanya.

"Iya, kamu benar!" Ayuna membalas singkat disertai anggukan kecil. Dia tidak terlalu peduli dengan sekitar sekarang, karena sedang menikmati makanan yang sudah dibelikan oleh Zoe. Ia bahkan membiarkan Zoe memeriksa seluruh sisi ruangan yang ada.

"Ah, sudahlah!" Zoe langsung berdiam diri di depan Ayuna yang sedang sibuk menyantap makanan. Seketika pria itu datang mendekat dan menjongkok ke arah di mana Ayuna sedang duduk. "Makan yang banyak," ujarnya singkat sebelum mengusap rambut gadis itu.

Ayuna sedari tadi lebih memilih duduk di lantai, karena ruangannya cukup luas untuknya sekarang. Ia tidak perlu lagi makan di atas kasur. "Umm!" balasnya dengan anggukan sebelum melanjutkan makananya yang tertunda.

Zoe menarik napas sejenak sebelum duduk di samping Ayuna dan menatap gadis itu dengan senyuman kecil, ia sangat lega saat Ayuna mau menikmati makanan yang sering ia belikan. "Kenapa kamu selalu berdalih ketika aku menanyakan alamat kost-mu?"

Ayuna sedikit tersedak saat mendengar Zoe mulai menanyakan pertanyaan itu lagi. "Aku akan menceritakannya setelah selesai makan," katanya singkat.

"Baiklah, baiklah!" Zoe tertawa kecil saat melihat Ayuna tersedak. Dengan cepat ia mengambil air mineral dan membukakannya untuk gadis itu. "Nih, minum pelan-pelan!"

Setelah menyelesaikan makannya, Ayuna langsung duduk berhadapan dengan Zoe. Pada awalnya dia tampak ragu untuk menceritakan semuanya, tetapi pemuda itu sudah ia anggap seperti saudara sendiri, apalagi Zoe sudah banyak membantunya di dalam banyak macam hal.

Ia mengambil napas terlebih dahulu sebelum menceritakan semua yang terjadi. Sehingga, tidak ada lagi yang ditutupi oleh gadis itu kepada sahabat satu-satunya di kota ini.

"J-jadi kamu dengan kak Luca? S-senior kita?" tanya Zoe singkat sebelum menutup mulutnya dengan kedua tangan rapat-rapat. Bola matanya bergetar, seolah-olah hal itu terasa mustahil terjadi kepada Ayuna. "Astaga!"

Ayuna mengangguk perlahan, kemudian dia mengangkat kedua kakinya dan menekuk keduanya sebelum memeluk lutut dengan wajah yang sedikit cemas. Ia takut dengan reaksi Zoe setelah mendengar semua curahan hatinya itu. "Jangan marah, ya?"

"Si brengsek itu!" Zoe memegang dahinya sebelum membalas kembali ucapanya Ayuna. "Aku tidak marah, hanya sedikit terkejut karena kamu menyembunyikan hal itu cukup lama dariku."

"Zoe?" Ayuna meraih tangan Zoe dengan wajah yang terlihat sepenuhnya menyesal. "Sebenarnya, itu tidak sepenuhnya salahnya, tapi juga aku."

Zoe mengangguk, ia mengerti dengan semua kondisi yang sedang gadis itu alami. Pria itu tidak marah, ia malah kasihan dengan kehidupan Ayuna yang sangat sulit. "Aku faham, kamu perlu waktu untuk menceritakan itu."

Ayuna tidak membalas lagi, ia hanya mengangguk berkali-kali dengan wajah terharu saat sahabatnya menerima semua isi curahan hatinya dan bahkan tidak menyalahkan.

Seketika sebuah ponsel berbunyi membuyarkan omongan serius mereka. Ternyata itu milik Zoe dan dengan cepat pria itu membuka notifikasi chat yang masuk. Tampak wajahnya langsung berubah cemas dan khawatir saat membaca isi pesan tersebut. "Aku rasa harus pulang," ujarnya langsung mengalihkan pandangan ke arah Ayuna.

"Kenapa?" Ayuna ikut menatap wajah Zoe dengan serius.

Zoe langsung berdiri dan mengambil totbag dan kunci motor miliknya yang tergeletak di atas kasur milik Ayuna dan terlihat terburu-buru menuju ke arah pintu. "Victor sakit, aku harus pulang sekarang."

Ayuna juga beranjak berdiri dan mengikuti Zoe sampai ke depan pintu kostnya. "Oh, ya sudah! Nitip salam ke dia, katakan kepadanya cepat sembuh dariku!" ujarnya sembari menunduk ke arah bawah dekat pintu, di mana Zoe sedang mengenakan sepatunya kembali.

Zoe mengangguk cepat sebelum berpamitan dengan melambai ke arah Ayuna, sebelum berlari menuju ke tangga dan turun ke lantai dasar.

Ayuna bersandar di kusen pintu dan berucap dengan suara rendah menatap punggung Zoe yang perlahan menghilang dari pandangannya. "Satu saja pria yang sepertimu, pasti aku akan bahagia sampai mati.., tapi jangan kamu juga!" Seketika ia tertawa sendiri sebelum masuk dan menutup pintu kost lagi.

Beberapa hari berlalu dengan tenang, keadaan mulai membaik dan Ayuna juga sudah bisa melakukan aktivitas dengan normal lagi.

Di dalam ruangan ber-AC, dimana tempat ia bekerja, Ayuna terlihat sedang sibuk melayani para pelanggan yang terlihat ramai. Jika terus ramai seperti ini, mungkin ia akan mendapatkan bonus dari bos mudanya itu.

Setelah menyelesaikan shift-nya, Ayuna langsung beristirahat di ruangan belakang dan duduk di sebuah kursi di mana tempat para karyawan bersantai. "Hari ini cukup melelahkan, tapi aku senang!"

Darren yang sedari tadi memperhatikan Ayuna dari depan pintu belakang hanya tersenyum dan membalas ucapan Ayuna. "Wah, akhirnya saya bisa melihat wajah Ayuna yang kembali tersenyum. Ada apa gerangan?"

Ayuna yang tidak sadar dengan keberadaan Darren sedikit terkejut, ia tidak menyangka ada bosnya yang berdiri di sana sejak lama. "Eh, Bos?"

Darren langsung mendekati Ayuna lalu menarik satu kursi sebelum meletakan benda itu secara terbalik dan duduk di atasnya menghadap Ayuna. "Apa saya boleh mengobrol ringan dengan Ayuna?"

Ayuna mengaruk-garuk kepala dengan canggung sebelum membalas dengan anggukan kecil. "Boleh, Bos!"

Darren tersenyum ringan sembari menompang dagunya di atas sandaran kursi. "Sudah dua bulan kamu bekerja di sini, masih canggung dengan saya. Padahal, saya sudah menyuruh Ayuna untuk memanggil dengan sebutan 'kak' saja."

Ayuna tersenyum canggung dan membalas lagi. "Saya akan memanggil Bos dengan sebutan itu jika berada di luar jam pekerjaan."

Darren langsung mengecek jam tangannya dan menatap Ayuna kembali seperti posisi semula. "Sekarang jam shift-mu sudah habis, 'kan?"

"Ah, iya?" Ayuna kembali mengaruk-garuk kepalanya dengan jari telunjuk. "Tapi kita masih berada di tempat kerja, Bos. Jadi, saya harus tetap bersikap formal." Gadis itu kembali memberikan sebuah alasan agar bisa menghindari permintaan Darren.

Pria itu terlihat sekali seperti mengodanya, itu cukup membahayakan ketika para karyawan mengetahui hal tersebut.

"Ayuna punya pacar?" Seketika Darren kembali melontarkan pertanyaan pribadi yang mendadak.

Ayuna berpikir sejenak sebelum mengangguk. "Tidak punya," balasnya dengan suara rendah hampir tidak terdengar oleh sekitar.

"Jadi, saya ada kesempatan, 'kan?" Pria tampan itu kembali melontarkan rayuannya. Kali ini, ia terlihat sangat jelas dan blak-blakan.

Sebelum Ayuna menjawab pertanyaan Darren. Seorang karyawan datang menghampiri mereka dan langsung berbicara kepada Ayuna. "Ayuna, ada pelanggan di depan. Sepertinya ia tidak mau dilayani jika bukan dirimu yang melakukannya."

"Hah?" Ayuna tidak habis pikir dengan apa yang dia dengar. Sontak, gadis itu langsung berdiri dan melihat siapa pelanggan yang mencari dirinya itu. "Shift-ku kan sudah habis?"

Bersambung.

.
.
.
.
.
.
Eh, mo curhat.
.
.
.
.
Gak jadi, deh.
.
.
.
Jangan lupa vote!

ROOMMATE  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang