24. RIP

2K 56 7
                                    

"Jam berapa sekarang?" Ayuna meraba-raba ke arah samping di mana laci tempat ponselnya tergeletak dengan mata yang masih terpejam. Namun, tak lama matanya tiba-tiba mendelik saat merasakan sesuatu yang berat sedang menimpa bahu sebelah kirinya. "Sudah kuduga." Ayuna bergumam dengan tanpa ekspresi saat mengetahui apa yang membuat tubuhnya terasa berat. Omongannya memang tidak bisa dipercaya, ck!

Ternyata, Luca tidur di samping Ayuna begitu nyenyak dengan tubuh yang sedang memeluk erat gadis itu. Akibat dari tubuhnya yang besar itu, membuat Ayuna tidak terlalu tampak di dalam dekapannya.

Pada awalnya, Ayuna memilih untuk berdiam diri sekaligus menatap wajah Luca yang sedang tertidur itu. Ayuna sedikit tersihir dengan penampakan wajah pria yang berada di hadapannya; detak jantungnya kembali berpacu dengan cepat dan tanpa sadar hendak menyentuh pipi Luca pada saat itu juga.

Namun tak lama, Ayuna langsung berusaha menyadarkan dirinya satu tepukan keras di pipi sendiri, lalu mendorong dada pria itu sekuat tenaga. "S-sesak n-napas!"

Hal itu tidak membuat Luca bergeming melainkan mempererat pelukannya dengan erat sembari tersenyum dengan mata yang masih tertutup. "Hari masih pagi, mending kita tidur lagi," ujarnya dengan suara serak khas orang tidur.

Ayuna sejenak menghentikan pergerakannya, sambil membuat wajah tanpa ekspresi sebelum akhirnya menghela napas dengan kasar. "Aku ada jam kuliah pagi! Lepaskan aku!" Tanpa diduga gadis itu tiba-tiba berteriak mengejutkan sekeliling.

Luca langsung membuka matanya lalu menatap Ayuna dengan wajah serius. "Pukul berapa? Aku antar, ya?" Ia bertanya sebelum mengakhiri masa waktu tidurnya; melepas dekapan lalu duduk di kasur secara mendadak.

"Huh, tidak usah!" Ayuna merasa lega saat tubuhnya dilepas, seketika ia menggeliat dan merenggangkan tubuh sebelum ikut duduk menghadap Luca. "Jam delapan lewat," jawabnya.

"Lucu, matanya hilang~" Luca terkekeh saat melihat wajah Ayuna yang sepenuhnya membengkak, seketika ia mencubit sebelah pipi gadis itu dengan gemas. "Masih satu jam lebih, mending kita tidur lagi, yuk!"

"Sakit!" Ayuna dengan langsung mengigit tangan Luca yang berada di pipinya. "Tidak mau, aku mau mandi!" Ia langsung turun dari kasur dan berjalan ke arah kamar mandi dengan kesal.

Luca tertawa terbahak-bahak saat itu juga saat berhasil menjahili Ayuna kembali. Ia begitu senang bisa berbaikan dengan gadis meskipun Ayuna tampak masih tidak terlalu percaya dan menerimanya. Setidaknya... ucapan 'aku juga menyukaimu' sudah cukup untuk sekarang ini. Pria itu membatin dengan senyum kecil menatap pintu kamar mandi yang sudah tertutup dengan sempurna.

Tak lama berselang, Ayuna akhirnya selesai mandi dan berpakaian lengkap di sana. Sedangkan, Luca sibuk melirik ponselnya yang berisi tentang jadwal UAS program studi mereka. "Minggu depan kita ujian."

"Aku tahu." Ayuna mengangguk seketika sebelum berjalan mendekati Luca sembari mengeringkan rambutnya dengan handuk.

"Sini aku bantu!" Luca tiba-tiba melempar ponselnya sembarangan ke atas kasur lalu menarik pinggul Ayuna dengan cepat sehingga gadis itu jatuh di atas pangkuannya. "Aku akan mengeringkan nya untukmu," ujarnya lagi saat mengambil handuk Ayuna dan mengelap rambutnya secara perlahan.

Ayuna bahkan tidak bisa berkata apapun karena kejadian itu berlangsung dengan cepat. Pipinya hanya bisa memerah saat mengetahui tubuh mungilnya itu sudah berada di atas pangkuan membelakangi Luca.

Luca membenamkan kepalanya ke daerah rambut sekitar leher Ayuna dan menciumnya secara lembut. "Wangi sekali. Pakai sampoo apa?"

"Sampoo warung!" Ayuna merasa gugup saat merasakan semua sentuhan yang diberikan pria itu pada rambutnya.

"Tidak salah, sih?" Luca terkekeh saat melihat leher telinga Ayuna memerah, dia menyadari bahwa gadis itu gugup dengannya. "Berpelukan!" ucapnya lagi tertawa seketika sebelum melemparkan handuk secara sembarangan, lalu melingkarkan tangannya ke perut Ayuna dan memeluk erat dari belakang.

"Bukannya kamu terlalu banyak menyentuhku?!" Merasa mendapatkan kewarasannya kembali Ayuna mulai menarik rambut Luca dengan kuat dari arah samping. "Kamu menempel seperti permen karet!"

Seketika Luca merengek dan meringgis kesakitan oleh ulah Ayuna. "Sakit, please, Sayang. Jangan kasar denganku," ujarnya dengan suara lirih mencapai tangan Ayuna yang masih menempel kuat pada rambutnya.

Ayuna melepaskan tangannya lalu menghela napas berat. Dia begitu malas untuk melakukan apapun. "Terserah kamu saja, aku lelah."

Luca tersenyum ringan sebelum menaruh kepalanya kembali ke leher Ayuna. Sedangkan kedua tangannya mulai menyentuh tangan mungil milik Ayuna juga; ia memainkan jari-jari gadis itu secara lembut dan penuh cinta.

Ayuna menunduk menatap tangan-tangan mereka yang saling bertautan dengan penuh dengan tanda tanya. Kejadian ini begitu cepat sehingga membuatnya bingung. Meskipun sebenarnya, jawaban sudah terlihat jelas namun, tetap saja ia masih tidak percaya bahwa Luca suka padanya. "Banyak wanita di luar sana yang lebih baik dariku, tetapi mengapa kamu memilihku?"

Luca tersenyum kecil saat Ayuna terus-menerus mempertanyakan perasaannya. "Kamu punya mulut yang bisa berbicara ka...sar, dua tangan untuk menampar, dua telinga, dua mata, dua kaki untuk menendang, hidung, dan organ vitalmu semuanya lengkap. Kamu juga bisa menangis dan merasakan lapar," canda pemuda itu sambil memegang anggota badan yang disebutkan.

"Bhaahahahah!" Ayuna langsung tertawa terbahak-bahak saat mendengarkan ucapan tak terduga dari mulut Luca. "Kamu seperti dokter kandungan!"

Pemuda itu kembali menyunggingkan senyuman saat melihat Ayuna tertawa lepas karenanya.

"Huh?" Ayuna langsung memutar tubuhnya sedikit miring untuk memandang wajah Luca. Karena sepertinya, pria itu tiba-tiba tak mengeluarkan suara.

"Hm?" Luca membalas tatapan Ayuna dengan wajah yang ikut bingung.

Ayuna menyentuh pipinya sedikit sebelum memberikan kecupan kilat ke bibir Luca. "Aku menyukaimu juga. Jangan gitu lagi, ya?"

Seketika Luca tersenyum canggung. Tampak raut wajahnya mulai berubah aneh seperti menahan sesuatu. "Sepertinya aku bangun," ucapnya dengan nada rendah sekaligus sedikit cemas.

Ayuna mengeryitkan kening sebelum akhirnya bertanya karena penasaran dengan ucapan ambigu dari pria itu. "Bukannya kamu sudah bangun tidur, matamu melek!"

"Akh! Bukan itu maksudku!" Pemuda itu merasa prustasi, dengan cepat Luca mengangkat tubuh Ayuna dari pangkuannya dan meletakkan wanita itu langsung di kasur sebelum ia mulai beranjak dan berlari kencang ke dalam kamar mandi lalu menutup pintu dengan keras serta menguncinya.

"Heh?!" Ternyata cukup lama juga Ayuna menyadari maksud perkataan Luca. Seketika ia mengambil selimut dan menutupi seluruh tubuhnya dengan itu. "DASAR MESUM!!"

"Maafkan aku~" Luca merasa bersalah karena tanpa sadar merasa terangsang akibat ciuman dan bokong Ayuna yang menghimpit pangkuannya. Pria itu langsung dengan cepat menyelesaikan masalah pribadinya itu dengan mengunakan tangan sendiri di sana.

Oleh karena itu, Ayuna tidak mengizinkan Luca lagi untuk melakukan sentuhan berlebihan padanya dan tidak akan memberikan pria itu izin lagi untuk menginap di kos. #RIPBURUNGLUCA

.
.
.
.
.
.

Buah pisang dibuat kolak
Enak juga ternyata. 🐊
Jangan lupa vote, anak manis!

ROOMMATE  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang