02.

9.6K 549 6
                                        

Malam hari adalah waktu kita untuk beristirahat terkhusus nya bagi anak-anak, tapi berbeda dengan Sagara. Dia masih senang memandangi wajah adik nya yang sekarang tertidur disampingnya.

Sebelum tidur perdebatan antara ayah dan anak masih berlanjut mengenai dimana bayi itu akan tidur. Sagara ingin tidur dengan adik nya tapi Mahesa tidak memperbolehkan putra nya tidur di kamar bi Sanah yang menurut nya sempit.

Tidak ada pilihan lain, Mahesa memperbolehkan bayi itu tidur di kamar nya dengan Sagara.

Kalian pasti berfikir orang dewasa itu sudah tertidur, jawaban nya salah. Dia masih membaca informasi yang di berikan sekertaris nya tentang bayi itu.

"Bayi itu berumur 1 tahun? Tapi kenapa dia kecil sekali? Harus kah bayi itu, di bawa ke rumah sakit?" Gumam nya melamun.

"Daddy, nama adik nya gara siapa?" Lamunan Mahesa hilang mendengar pertanyaan putra nya.

Mahesa tidak tau harus menjawab apa. Dalam informasi itu nama bayi itu tidak tertera sama sekali. Yang Mahesa tau dia anak dari keluarga Medison.

Keluarga Medison merupakan salah satu keluarga terkenal karena kesombongan nya. Mungkin sekarang dia tidak bisa sombong lagi karena keluarga itu bangkrut beberapa Minggu yang lalu.

"Kamu ingin memberikan saran nama untuk adik mu?"

"Gara ingin! umm.. Jia! Bagaimana daddy?" Sahut Sagara memberi saran nama untuk adik nya.

Nama yang tidak buruk.

"Baiklah sekarang nama nya Jia Keithara Everest" tutur nya membuat Sagara bertepuk tangan senang.

Eh apa kata nya tadi.. Everest? Arti nya Mahesa menerima bayi itu menjadi putri nya? Atau itu cuma kata penenang untuk putra nya?

⸙⸙⸙

"Bibi tidak boleh pergi ~"

Pagi ini banyak koper dan beberapa barang-barang di depan rumah Mahesa. Rengekan putra Mahesa juga sudah terdengar pagi ini.

"Yo jangan nangis den. Bibi cuma beberapa Minggu di kampung," bujuk bibi Sanah yang ikut sedih melihat tuan muda nya seperti itu.

"Lepaskan tangan mu dari tangan bi Sanah, gara." Tutur sang ayah membuat Sagara takut dan segera melepas genggaman tangan nya.

Keadaan sekarang menjadi canggung, membuat bi Sanah tidak enak.

"Saya pamit dulu ya, tuan. Cara buat susu sama ganti popok sudah saya tulis di buku, buku nya ada di meja den gara."

"Terimakasih ya, bi. Titip salam sama keluarga" ucap Mahesa sopan dan diangguki oleh BI Sanah.

Mobil bus keluar dari area rumah Mahesa, dan tuan rumah pun masuk ke dalam dengan Sagara membuntuti ayah nya masuk kedalam rumah.

Awal nya biasa saja tapi semenit kemudian..

"Daddy, Jia sudah bangun dan menangis." Ucap Sagara tergesa-gesa berlari menemui ayah nya.

Kenapa saya lupa ada bayi itu disini.

⸙⸙⸙

Tangisan Jia sudah mengisi ruangan luas itu. Mahesa tidak tau harus berbuat apa. Menggendong nya? Dia lupa bagaimana menggendong bayi.

"Kamu haus, bayi? Atau lapar? Jawab saya, jangan hanya menangis saja." Tutur nya kesal melihat Jia yang terus menangis kencang.

"Daddy, bayi kan memang belum bisa berbicara, waktu Jia menangis bi Sanah gendong abis itu dia berhenti menangis." Sungguh Mahesa malu sekali mendengar penjelasan polos dari putra nya.

Tanpa menjawab perkataan Sagara, Mahesa menggendong Jia dengan perlahan di lengan nya lalu menghapus air mata yang terus mengalir dari mata indah si bayi.

Mahesa sangat heran, tadi Jia menangis kencang tapi baru di gendongan beberapa menit dia langsung berhenti?

Tatapan aneh Mahesa pada putri nya, juga di balas dengan tatapan polos dari si bayi. Mungkin Jia baru melihat wajah Mahesa yang asing di pandangan nya.

Sudut bibir tipis juga merah terangkat ke atas dan kekehan kecil membuat wajah lucu itu semakin manis. Jia tersenyum menatap wajah Mahesa dan mengangkat tangan kecil nya menyentuh hidung mancung ayah nya.

"Adik tersenyum!" Pekik Sagara yang juga senang melihat senyuman adik nya untuk pertama kali.

Lalu, apa yang di lakukan orang dewasa itu? Dia tidak berekspresi apapun, membiarkan tangan kecil menyentuh dan memainkan hidung nya. Mahesa terkagum.. senyuman kecil itu membuat hati nya menghangatkan, dan tanpa sadar ia memeluk bayi yang tadi nya dia tidak suka.

Terbawa suasana tanpa sadar Jia kecil sangat lapar, sampai-sampai menghisap leher putih Mahesa.

"Daddy! Jia menghisap leher, daddy!" Ucap Sagara menunjuk ke arah adik nya.

"Tidak apa, itu artinya dia lapar. Ayo bantu daddy membuat susu untuk Jia?" Ajak nya yang di angguki semangat oleh Sagara.

Seharusnya dia marah pada Jia karena sudah tidak sopan menebarkan liur nya ke tubuh Mahesa, justru tidak.

Adik bayi, untuk Sagara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang