Peristiwa tidak mengenakan sudah berlarut tapi putri nya belum mau berbicara dengan Mahesa. Biasa nya dia mendapatkan sapaan sebelum tidur atau sebelum berangkat kerja tapi Jia sudah tidak mengatakan itu lagi pada nya.
Si kecil juga enggan berdekatan atau menatap ayah nya. Mahesa sudah mencoba mendekati Jia tapi tetap saja si kecil masih marah pada nya.
Hari ini Mahesa libur bekerja begitu juga dengan si sulung yang juga libur dengan segala les privat sebagai permintaan maaf dari Mahesa pada Sagara. Sagara sama sekali tidak marah pada daddy nya karena dia tau ayah nya itu sangat anti di bantah oleh siapapun.
"bik, adek mau mam"
"Sebentar ya, non. Bibi masih mau nyuci piring."
Perhatian Mahesa terfokus ke arah putri nya yang sedang berbicara pada bi Sanah. Mendengar sang putri ingin makan, perlahan ia bangkit dari duduk nya lalu mendekati Jia.
"Jia mau makan? Makan sama daddy mau?" Tawar nya dengan sangat lembut supaya Jia tidak takut. Si kecil yang mendengar suara tak asing reflek berbalik dan langsung mundur beberapa langkah ketika tau itu sang ayah.
Hati Mahesa terasa sakit melihat raut wajah putri nya seperti ketakutan. Tak ingin menyia-nyiakan kesempatan Mahesa maju langkah demi langkah untuk mendekati Jia tapi sama saja, si kecil tetap mundur.
"Jia marah pada daddy ya? Marah saja tidak apa, atau pukul daddy juga tidak apa, sayang.."
Sang empu yang di tatap sendu membalas dengan tatapan bingung karena perkataan ayah nya. Tanpa Mahesa sadari tangan kecil nan gembul itu terangkat lalu...
Plakk
"ugh! adek kesal! dadyii kalo malah sepelti monstel! jelek juga jaat huh!" Jia mengeluarkan isi hati nya pada sang ayah, tak lupa bunyi tamparan nyaring yang menurut Mahesa tidak sakit sama sekali.
Bi Sanah sudah khawatir melihat nona kecil nya benar-benar memukul tuan nya. Tapi orang yang di pukul hanya tersenyum tipis mendengarkan ocehan putri nya yang sejak kemarin tidak ia dengar.
Tanpa aba-aba Mahesa menggendong dan memeluk si kecil dengan erat. Menyalurkan rasa rindu nya pada putri bungsu nya itu.
"Maafkan daddy, ya? Daddy janji ga bakal marah lagi sama Jia ataupun sama abang. Jangan mendiamkan daddy seperti kemarin, okay?" Anggukan singkat Mahesa rasakan di bahu, membuat hati nya lega.
Di sisi berlawanan masih ada putra Mahesa yang mengintip kemesraannya dengan sang putri.
Sagara mengingat ayah nya tidak pernah meminta maaf sampai seperti itu padanya. Hanya sogokan mainan atau tidak ada kegiatan les seharian yang Mahesa berikan pada Sagara ketika dia melakukan kesalahan.
Namun putra sulung Mahesa itu tidak pernah berfikir untuk membenci adik nya. Dia hanya bingung kenapa sang adik bisa mendapatkan apa yang tidak dia dapat?
Hal yang Mahesa tidak pernah tau Sagara memiliki buku harian yang ia tulis ketika dia merasakan hal senang atau pun sedih. Sagara tidak pernah tau kepada siapa ia harus bercerita jika merasakan sesuatu menyenangkan atau menyedihkan.
⸙⸙⸙
Aktivitas di kediaman Everest kembali berlanjut setelah pertengkaran ayah dan anak selesai. Walaupun sedang hujan kedua printilan Mahesa tetap bisa bersenang-senang di dalam rumah selagi dia bekerja di kamar nya.
Sedari tadi si bungsu melirik ke luar jendela melihat rintik-rintik hujan di pekarangan rumah nya. Sagara bingung melihat sang adik yang melamun menatap ke jendela.
"Adek kenapa? Dari tadi abang ajak ngomong tapi lihat nya keluar terus" tanya Sagara penasaran yang ikut duduk di samping sang adik menatap ke luar.
"dedek mau tau lasa ujan itu sepelti mana si ban?" Pertanyaan Jia membuat Sagara juga berfikir rasa air hujan. Sebelum nya dia belum pernah mandi atau bersentuhan dengan hujan.
"Emm.. abang juga ngga tau rasa hujan itu kayak gimana"
"kita mandi ujan yuk ban, pasti selu!" Celetuk Jia menatap Sagara bersemangat.
"Nanti kalo daddy marah gimana? Adek mau emang di marahin daddy lagi?" Jawab Sagara yang membuat si kecil kembali menimang keinginan nya. Sedetik kemudian ia menggeleng lalu menarik tangan sang kakak.
"daddy suda janji sama dedek nda malah sama aban sama adek. Ayoo aban kita main ujan" Rengek nya menyakinkan Sagara bahwa sang ayah tidak akan memarahi mereka jika bermain dengan hujan. Tidak ingin adik nya bersedih Sagara mengiyakan ajakan Jia untuk keluar rumah bermain hujan.
⸙⸙⸙
"iii selu sekali main ujann! aban ayo kita ke sana!"
Pekikan gembira dari sang adik menyadarkan Sagara perkataan Jia bahwa mandi hujan itu menyenangkan. Mereka berlari kesana-kemari, berguling, bahkan tiduran di atas rumput-rumput menikmati dingin nya air hujan yang berjatuhan di tubuh mereka.
"adek senang bisa main ujan sama aban! adek sayannn sekali sama aban!" Ucapan Jia mengundang tawa Sagara lalu menggegam tangan sang adik lebih erat.
"Sayang, jia bukan sayan. Tapi Abang lebih sayangg sama adek" Jawab Sagara yang di akhiri tawa dari mereka berdua.
Asik bermain hujan Sagara dan Jia tidak menyadari ayah nya sudah berdiri di dekat mereka sambil membawa payung. Mahesa mendengarkan semua percakapan printilan nya itu.
"Enak banget ya, sayang-sayang ga ngajak daddy"
"hihi adek juga sayan dadyii" Gumam Jia yang belum menyadari sang ayah berada di belakang nya. Sagara yang tau itu suara sang daddy, berusaha menarik tangan Jia untuk ikut menghadap ke arah Mahesa.
"Adek ada daddy!"
"uppsiee, ketauan deh"
haloO semua, miss adek Jia tidak 😋
maafkan ak yg baru memupdate..sbg permintaan maaf klo suda 200 vote ak lanjutkn ke chp berikutnya hehe~

KAMU SEDANG MEMBACA
Adik bayi, untuk Sagara
Fantasy"Daddy, gara punya adik bayi!" "Itu tidak mungkin. Mommy mu sudah meninggal, gara. Berhentilah bermain-" "Dimana kau menemukan mahkluk itu!" ⨳⨳⨳ Sagara Everest, bocah yang usia nya baru menginjak 5 tahun, harus menjadi dewasa karena didikan tegas da...