11.

3K 287 23
                                    

Mengetahui kabar sang kakak sedang sakit membuat si kecil Jia bersedih. Terlebih lagi dia tidak mempunyai teman bermain karena Sagara harus banyak beristirahat agar cepat pulih.

Daddy nya memang di rumah, tapi bukan berarti dia harus meninggalkan pekerjaan nya. Dengan kata lain Mahesa bekerja sambil menjaga Sagara.

Mata indah si kecil mengintip dua orang laki-laki yang mengabaikan nya hari ini. Tapi Jia yang ceria tetaplah  Jia, dia tidak terlalu memikirkan hal itu dan memilih untuk keluar rumah untuk mencari kesenangan.

Senyuman manis yang dapat memikat hati siapapun terpancar jelas di wajah Jia. Hati nya berniat mencari keberadaan bi Sanah untuk dia ajak bermain.

Wajah ceria itu berubah menjadi raut wajah bingung, ketika dia tak sengaja melihat anak laki-laki setinggi nya sedang menyirami bunga-bunga yang biasa nya itu pekerjaan bi Sanah. Tanpa ragu kaki kecil nya melangkah mendekati anak laki-laki itu.

Sentuhan kecil di berikan Jia membuat anak laki-laki yang tadinya fokus menyiram bunga menjadi menatap si kecil. "kamu sapa? kok ada di lumah nna adek?"

Anak laki-laki yang di tanya malah berjalan mundur lalu berlari meninggalkan si kecil tanpa menjawab pertanyaan nya.

"ehh, kok kabul.. apa muka adek selam ya? tapi kata nna dadyii muka adek lucu kok! aneh sekali olang itu" Kesal nya kembali melanjutkan niat untuk mencari bi Sanah tapi orang yang di cari sudah dia temukan.

Dengan semangat Jia berlari memeluk kaki perempuan tua itu. "bibik dari mana? adek mencalikan dali tadi huh!"

Bi Sanah menatap nona kecil nya itu tertawa kecil melihat bibir Jia sudah seperti bebek.

"Maafin bibi, atuh non.. tadi abis di panggil tuan besar. Non ada perlu apa mencari bibi?"

"um, adek mau ajak bibik main! main yuk sama adek?" Ujar si kecil semangat berharap bi Sanah mau bermain bersama nya.

"Aduh, bukan nya bibi tidak mau, non tapi bibi harus ke pasar. Tapi non Jia masih bisa main sama anak tetangga nya bibi.. dia baik kok orangnya.." Jelas bi Sanah yang tentu saja mendapat reaksi sedih dari Jia.

Pandangan bi Sanah beralih pada anak yang kabur saat melihat Jia, dan memanggil anak itu.

"Ben! Kemari nak.. bude punya temen buat kamu.."

Jia yang tau anak itu langsung menatap dengan tatapan yang tidak senang. Anak laki-laki pemalu itu segera bersembunyi di balik bi Sanah.

"bibik nda tau? tadi dia kabul pas adek tanya! adek tanya nna baik tapi dia kabul, pasti dia nda mau main dengan adek, huh!" Ucap Jia yang masih kesal.

"lho, non Jia sama Ben sudah bertemu? Maaf ya non, Ben memang pemalu tapi bibi yakin kalau dia pengen main sama non Jia.." Jelas bi Sanah yang kemudian meninggalkan Jia dan 'calon teman baru' nya itu berdua.

⸙⸙⸙

Duduk bersampingan selama setengah jam membuat si kecil Jia dapat menyimpulkan bahwa teman baru nya itu tidak ingin bermain dengan nya. Bahwasanya sedari tadi hanya dia yang berceloteh sementara anak laki-laki bernama Ben itu hanya diam.

"adek cape momong tapi kamu diam saja! kata nna dadyii tidak boleh mendiamkan olang, tauu"

Anak yang bernama Ben itu menatap Jia lalu membuat pergerakan. Tangan nya mengambil secarik kertas dan pensil dari saku celana pendek biru dan mulai menulis sesuatu.

Jia melihat itu kagum karena dirinya sendiri belum di ajarkan menulis dan membaca oleh sang ayah. Kertas berisi beberapa kata di berikan pada si kecil yang di terima baik.

"um, tapi nna adek belum bisa baca, ayo temani adek beltanya pada dadyii?"

Belum mendapatkan respon Jia langsung menarik tangan kecil mendekati kurus masuk ke dalam rumah untuk meminta bantuan Mahesa.

⸙⸙⸙

Mahesa sendiri masih sibuk menatap layar laptop dan tidak menyadari putri nya sudah masuk ke dalam kamar membawa seseorang.

"dadyii, adek mau minta bacakan sulat ini!" Ucap nya menyodorkan kertas lusuh berisi beberapa kata dari Ben.

"Daddy tidak bisa, Jia. Minta tolong pada bi Sanah" Jawaban yang hanya membuat Jia sedih tapi dia tetap ingin sang ayah membacakan surat itu.

"bik Sanah pigi, jadi adek minta dadyii saja.. baca sulat ini dadyii!"

"Kalau begitu tanya pak Jajang atau yang lain. Jangan buat kesabaran saya habis, Jia"

Tidak ada respon lagi dari si kecil, dia memilih keluar kamar tanpa melepas genggaman tangannya pada Ben.

Ben tau teman nya itu sedih, jadi dia mengelus punggung Jia tanpa mengatakan apapun.

⸙⸙⸙

Sesuai perintah Mahesa, Jia benar-benar meminta tolong pada pak Jajang, satpam yang cukup dekat dengan nya.

"Ooh, surat ini dari temen kamu, non? Isi kertas ini kurang jelas tapi pak Jajang tetap bisa baca" Ucap nya memperhatikan tulisan yang terlalu kecil.

"Adek mau denal mau denal!"

"Tulisan nya ini 'aku tidak bisa bicara, nama aku Bentala' ohh kamu tidak bisa bicara, dek? Maaf ya bapak tidak tau.." Ucap pak Jajang tidak enak mengetahui hal itu.

Setelah mendengar isi surat yang di berikan teman nya, Jia langsung menatap Ben.

"napa kamu nda bisa momong? nama nna kamu Bentala? nama adek Jia!"

Pekikan gembira itu membuat Ben dan pak Jajang tersenyum. Perlahan tangan nya terangkat mengelus rambut si kecil Jia.







































cerita nya makin ke sini, makin ga nyambung lagi😞😞😞



Adik bayi, untuk Sagara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang