"babaii, dadyii!" Melihat mobil ayah nya keluar dari wilayah rumah menciptakan rasa bosan pada putri bungsu Mahesa itu.
Abang nya sudah pergi sekolah, begitu pun Daddy nya, menciptakan rasa bosan pada bungsu Mahesa itu. Jia kecil berjalan letoy-letoy mencari seseorang yang bisa menghilangkan rasa bosan nya.
Mata si kecil tertuju pada bi Sanah yang ingin keluar rumah dengan tas belanjaan nya.
"Bik! mau mana?" Tanya si kecil berlari mendekati bi Sanah.
"Bibi mau ke pasar, non. Mau beli sayur sama ikan."
Rasa ketertarikan si kecil muncul mendengar bi Sanah ingin keluar.
"dedek kutt!" Belum lagi mengatakan iya, si kecil sudah mencari sendal pink nya dan kembali menggandeng tangan bi Sanah.
"Non Jia di rumah saja, ya? Takut nya nanti non Jia bosen di sana" Gelengan kepala kecil nya mempertandakan dia tidak ingin tinggal di rumah.
Tanpa memikirkan tuan nya akan memarahi nya, bi Sanah membawa Jia ke pasar agar bungsu Mahesa itu tidak menangis.
⸙⸙⸙
Setumpuk berkas yang menemani pagi, siang, bahkan malam nya Mahesa, tapi kertas-kertas itu sudah menjadi makanan nya sehari-hari.
Pening sekali rasa nya menatap layar laptop terlalu lama, jadi orang dewasa itu membuka laci meja nya yang berisikan foto almarhum istri nya.
Senyum manis istri nya membuat Mahesa kembali mengingat, masa-masa sebelum sang istri meninggal. Foto itu di ambil 6 tahun yang lalu, disaat Kaluna hamil putra pertama mereka, Sagara.
Kaluna dulu nya seorang yang ceria sama seperti putri bungsunya. Ah tiba-tiba wajah bayi nakal nya terlintas di pikiran Mahesa. Dia merindukan Jia kecil nya itu, haruskah Mahesa pulang ke rumah sekaligus menjemput putra nya? Lihat saja nanti.
Sebelum mengembalikan foto itu ketempat nya semula, Mahesa mencium bingkai foto berlapis kaca itu, lalu melanjutkan kegiatan yang sempat terhenti.
⸙⸙⸙
Ternyata perjalanan ke pasar bersama nona muda nya tidak seperti yang bi Sanah pikirkan. Bi Sanah berpikir bahwa Jia akan rewel di gendongan nya selagi dia memilih bahan makanan yang segar dan bagus.
Kira-kira hampir satu jam mereka berdua berbelanja dan sekarang keranjang belanja bi Sanah sudah penuh. Jia kecil bosan di gendongan bibi nya jadi dia meminta untuk turun dari gendongan bi Sanah.
Tangan kecil Jia tidak pernah berhenti mengayunkan genggamannya pada bi Sanah.
Karena sekarang mereka sedang menunggu pak didit menjemput dari pasar, penglihatan nya pula melihat ke orang-orang yang berlalu lalang di sana.
Tak sengaja Jia kecil melihat bapak-bapak duduk di pinggir jalan sambil menawarkan jualan nya pada orang yang lewat di depan bapak itu. Bukan rasa kasihan yang dipikirkan bayi kecil itu, tapi rasa ketertarikan pada anak bebek yang di jual sang bapak.
"bik! tu apa?" Tanya nya menunjuk ke arah seberang jalan.
Pandangan bi Sanah yang sudah kurang bagus dapat melihat apa yang di tunjuk jia.
"Itu nama nya bebek, dek" jawaban bi Sanah bukan nya memperjelas rasa penasaran si bayi tapi membuat nya semakin penasaran.
"bek? bek apa? dedek mau!"
Apa yang harus dilakukan bi Sanah sekarang? Jika dia berkata 'tidak', nona muda nya akan menangis, tapi jika mengatakan 'iya' mungkin tuan besar nya akan marah terlebih lagi dia belum meminta izin membawa Jia ke pasar.
"Baiklah akan bibi belikan, tapi adek harus berjanji menjaga bebek itu, okayy?"
"um !"
⸙⸙⸙
Di perjalanan pulang, Mahesa menjemput putra nya dan membeli makan siang untuk dirinya dan kedua anak nya. Si Abang juga sudah tidak sabar ingin berjumpa dengan adik nya sambil menceritakan apa saja yang dia lakukan selama di sekolah.
"Kira-kira Jia ngapain ya, dad?" Tanya nya tak sabar untuk bertemu sang adik.
"Jam segini biasa nya dia tidur" Jawaban singkat ayah nya
Saat mobil Mahesa memasuki area rumah nya ada mobil lain yang juga masuk. Dia tidak mendapatkan laporan dari pak didit yang biasanya selalu melaporkan pada nya jika ingin bepergian.
Dia turun untuk bertanya pada supir nya itu tapi bukan nya pak didit yang pertama keluar tapi putri nya berlari ke arah nya.
"dadyiii !" Mahesa reflek memeluk putri nya lalu menggendong Jia.
"Jia habis dari mana?" Tanya Mahesa sambil mengelap keringat Jia.
"dedek jalan ma bik! tlus beli bek!"
Apa yang sedang di bicarakan putri nya? Ingin bertanya lagi, tapi bi Sanah sudah keluar dari mobil sambil membawa kandang bebek kecil Jia.
Mahesa menatap pembantu nya dengan datar meminta penjelasan dari semuanya. Bi sanah yng di tatap seperti itu menunduk takut.
"Jadi gini, tuan.. tadi saya mau ke pasar tapi non Jia minta ikut, pas di pasar non Jia minta belikan bebek, tuan."
"Kenapa ga izin dulu sih, bi?! Kan bisa Jia nya di tinggal aja. Gara saja ga pernah saya bawa ke pasar! Hah!" Helahan kasar Mahesa membuat Jia yang berada di pelukan nya tersentak.
Jia bingung menatap ayah nya yang marah-marah pada bibi nya, dia lalu minta turun dari gendongan Mahesa dan berlari ke pelukan kakak nya.
Sagara membawa adik nya masuk ke dalam rumah karena dia tau jika daddy nya sudah marah artinya tidak boleh di ganggu.
⸙⸙⸙
Pertengkaran singkat yang terjadi di kediaman Mahesa membuat adik kesayangan Sagara menjadi sedih dan bertanya-tanya kenapa ayah nya marah. Dia sedang berusaha membujuk adik nya.
"Daddy ga marahin Jia kok, jangan sedih lagi ya?" Elusan lembut dari Abang nya membuat bayi kecil itu mengangguk di pelukan Sagara
Teringat dia mempunyai bebek yang harus di tunjukkan pada Sagara. Bayi kecil itu melompat dari kasur dan berlari keluar untuk mencari bebek baru nya.
Kembali nya Jia dengan senyuman manis menenangkan hati Sagara.
"tadi dedek beli bek, ban! nama na biubio" ujar nya semangat melepaskan bebek itu dari kandangnya.
"Kenapa nama nya biubio?"
"nda tau, dedek mau aja" jawaban polos nya membuat sang kakak tertawa dan ikut bergabung memainkan peliharaan baru adik nya.
gemas na 🤏🏻🤏🏻
vote jangan lupa sayangh

KAMU SEDANG MEMBACA
Adik bayi, untuk Sagara
Fantasy"Daddy, gara punya adik bayi!" "Itu tidak mungkin. Mommy mu sudah meninggal, gara. Berhentilah bermain-" "Dimana kau menemukan mahkluk itu!" ⨳⨳⨳ Sagara Everest, bocah yang usia nya baru menginjak 5 tahun, harus menjadi dewasa karena didikan tegas da...