05.

5.2K 321 2
                                    


Cuaca hari ini terasa begitu sejuk karena sejak pagi hari matahari tidak menampakkan dirinya sedikit pun untuk menyinari bumi ini.

Cuaca yang sejuk dan nyaman membuat suasana hati menjadi tenang, seperti yang di rasakan ayah ber anak dua itu. Mahesa fokus di ruangan kerja milik nya, mengerjakan pekerjaan, dengan tenang tanpa gangguan siapapun

Jika ada yang bertanya tentang kurcaci yang selalu menganggu Mahesa, jawaban nya kurcaci itu sedang asik bermain dengan sang Abang yang di awasi oleh BI Sanah.

Bi Sanah memang sudah kembali bekerja atas permintaan Mahesa, agar membantu nya menjaga si kecil itu saat dia bekerja.

Beralih ke kakak beradik yang sedang mewarnai gambar dari buku bergambar si kakak. Terdapat perbedaan yang jauh dari kedua gambar tersebut.

Sagara dengan gambar luar angkasa kesukaan si Abang, yang termasuk rapi seusia nya, sedangkan gambar hello Kitty milik Jia kecil kita, berantakan.. bahkan, bisa di bilang sudah tidak berbentuk.

Banyak warna yang bayi itu gores kan di kertas itu, terserah kurcaci itu saja. Namun, walau begitu Sagara juga bi Sanah tetap memuji karya seni Jia kecil.

"aban, tu apa?" Tanya nya menunjuk ke arah kertas Abang nya.

"Ini nama nya bulan, dek. Ini bintang, ini planet bumi." Jawab Sagara, perlahan dan di respon anggukan kecil dari adik nya.

Tidak ada percakapan lucu lagi di antara mereka, karena ingin cepat menyelesaikan hasil gambaran yang akan mereka perlihatkan pada ayah mereka.

"Bibi, gambar gara sudah selesai!" Tutur nya antusias dan mendapat elusan lembut dari BI Sanah.

"Wih, pinter sekali gara menggambar nya!" Puji bi Sanah, jujur.

Melihat kakak nya mendapatkan perhatian, karena telah menunjukkan hasil nya, membuat si kecil tak ingin kalah.

"bik! Jia dahh!" Ucap nya semangat yang juga mendapatkan hal yang sama seperti sang kakak.

"Lho, punya adek bagus banget, sama seperti Abang gara" Jawab bi Sanah tersenyum.

"Iya, punya adek bagus sekali. Adek pintar!" tidak hanya mendapat satu pujian, tapi si kecil itu langsung mendapatkan dua pujian dari Sagara, yang membuat nya tersenyum bahagia.

"hihi, puna dedek"

Gemas sekali senyum bayi kecil itu, memeluk kertas gambaran milik nya erat.

"Gara ingin daddy juga melihat gambaran gara. Boleh kan bi?" Ujar Sagara meminta persetujuan pada bi Sanah dan hanya di angguki oleng sang empu.

"dedek juga!" Ucap nya antusias dan Sagara langsung menggegam tangan adik nya menuju ke daddy mereka.

⸙⸙⸙

Mahesa bosan melihat tumpukan kertas di atas meja nya, jadi dia memutuskan untuk keluar kamar. Saat dia membuka pintu, kedua anak nya berjalan mendekati nya.

Awal nya hanya berjalan biasa, tapi kurcaci kecil nya terlalu bersemangat melihat sang ayah dan langsung berlari yang dimana, jalan saja belum lancar..

"Jangan berlari, dek nanti terja- tuh..."

DUKKK..

BRAKK...

Kaki kecil itu terpleset dan kepala mungil nya mencium lantai yang putih mengkilat. Mahesa segera menggendong putri nya yang masih terdiam, si kecil masih terkejut.

"Daddy sudah pernah mengatakan, jangan berlari. Kenapa nakal sekali? Mana yang sakit? Berbicaralah, sayang." Orang dewasa itu khawatir pada putri nya yang hanya diam, dan mulai memeriksa tubuh kecil putri nya memastikan bahwa tidak ada lecet sedikitpun, tapi Jia masih terdiam lalu menggerakkan kepala nya seperti mencari sesuatu.

"Gambar Jia robek!" Tutur Sagara yang menarik perhatian Jia. Mata nya menatap kertas yang sudah hampir terbelah dua. Perlahan bola mata bulat dan kecil itu mengembun lalu mengeluarkan suara merdunya.

"HWAAA PUNA DEDEKKK!" Teriak si bayi membuat Sagara dan Mahesa menutup telinga mereka.

⸙⸙⸙

Tangisan kencang tergantikan oleh senyuman manis, setelah mendapatkan secup eskrim dari sang ayah. Sesekali tubuh nya sesegukan karena terlalu lama menangis.

Untuk membuat kurcaci nya diam tentu saja ada usaha yang di lakukan Mahesa.

Dia mengakali kertas gambar yang sudah robek dengan kembali menyatukan kertas itu menggunakan lakban bening. Tentu saja sikap polos si kecil, menerima gambar nya dengan senang, apalagi dengan sogokan eskrim.

"Gambar gara bagus tidak, dad?" Ucap Sagara yang juga memakan eskrim milik nya.

"Bagus, tapi besok harus lebih bagus lagi." Jawab nya sambil mengelus rambut tebal putra sulungnya.

Si kecil yang berada di pangkuan ayah nya, melihat itu. Tangan kecil itu mengambil hasil gambaran nya, dan menaruh tepat di depan wajah sang ayah.

"ambar na dedek, da?" Mulut penuh nya berbicara mencipratkan eskrim keluar dari mulut nya.

"Iyaa, gambar Jia juga bagus." Tangan besar nya menghapus noda eskrim dengan tisu di pipi putih anak nya.

"Setelah ini mandi ya, gara. Biar Jia di mandikan bi Sanah."

⸙⸙⸙

Segar sekali rasa nya setelah mandi sore. Sang Abang sedang menunggu adik nya selesai di sisir oleh bi Sanah.

Kunciran dua menambahkan kegemasan kurcaci itu, tak lupa bedak putih yang berantakan menambahkan kesan bahwa bayi itu baru selesai mandi.

"Adek cantik!" Tutur sang kakak memuji adik nya.

"canci apa?" Jawab adik nya bingung dengan ucapan Abang nya.

"Cantik itu, Jia. Ganteng itu, Abang!" Jelas nya membuat raut wajah yang tadi nya bingung menjadi tersenyum.

"dedek canci, aban danten! hihi"

Bi Sanah yang melihat interaksi kedua nya senang sekali, karena Sagara yang biasa nya murung dan selalu mengatakan 'bosan' pada nya tapi tidak lagi, sejak ada nona kecil nya.


























gnight semuaa !
kurcaci nya Mahesa up dg Abang ganteng gara 🤭🤭🤭

OH YA!
semangat buat yang puasa besok~

Adik bayi, untuk Sagara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang