03.

6.4K 382 3
                                    


Sudah seminggu setelah bayi Jia menjadi bagian Everest. Semakin hari pula Sagara semakin sedang menjaga dan bermain dengan adik nya. Sekarang dia tidak sendirian lagi ketika sang ayah memilih untuk mengurus pekerjaan nya.

Orang dewasa itu sendiri, atau Mahesa mulai mengerti apa yang dia lakukan ketika Jia menangis atau rewel.

Beberapa hari terakhir dia juga membawa putri nya ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan terhadap pertumbuhan nya yang termasuk lambat.

Arahan dan saran di ikuti oleh nya, juga di bantu beberapa pembantu di sana.

Walaupun dia sudah memiliki bayi kecil di kediaman nya, tetap saja terkadang kita dia memilih untuk menyelesaikan pekerjaan nya baru mengurus jia.

Setiap pagi semua orang yang berada di rumah Mahesa sibuk mengurus semua nya. Sagara bersiap-siap untuk sekolah, para pembantu sibuk memasak sarapan, bahkan Jia juga sibuk menganggu Daddy nya.

Dia tidak ingin ke gendongan siapapun kecuali sang ayah. Mahesa sudah frustasi, baru kali ini Jia rewel. Sedangkan dia harus ke kantor.

"Kenapa menangis terus jika bersama yang lain? Saya juga harus kerja!" Tutur nya menatap sang putri dengan mata berair karena terus menangis. Tidak menjawab perkataan ayah nya, bayi itu malah bersandar nyaman pada dada bidang Mahesa sambil menghisap benda kesukaan si bayi, pacifier.

Belum selesai dengan anak bungsunya, putra sulungnya sudah berada di depan Mahesa dengan tas biru muda di punggung Sagara.

"Daddy, gara ingin berpamitan dengan Jia" ucap nya menunjuk ke arah sang adik yang berada di pelukan Daddy nya.

Mahesa hanya menuruti keinginan putra nya, lalu menyamakan tinggi nya dengan Sagara. Merasakan pergerakan, Jia mengira ayah nya akan menurunkan nya ke kasur dan mulai menangis membuat Sagara kebingungan.

"Kenapa? Jia tidak ingin dengan gara?" Ucap nya sedih melihat Mahesa yang kembali berdiri sambil mengelus punggung kecil anak nya.

"Bukan seperti itu, Jia hanya sedang sedikit sensitif. Gara pergilah ke sekolah, pak didit sudah menunggu"

Penjelasan Mahesa di terima baik oleh nya, dan bergegas untuk keluar kamar ayah nya.

⸙⸙⸙

Telah mencoba berbagai cara untuk menenangkan si bayi tapi sama saja dia tetap rewel. Jika boleh Mahesa akan melempar bayi yang tenang menyedot susu dari botol berbentuk beruang.

Jurus terakhir yang Mahesa harus gunakan yaitu menidurkan Jia.

Elusan punggung dan ayunan lengan daddy nya membuat mata bulat itu perlahan memberat. Mahesa pikir itu adalah sebuah peluang yang bagus. Dan benar saja, selang beberapa menit susu yang berada di botol habis terkuras, si bayi juga pun tertidur pulas, seperti nya..

Sungguh, Mahesa sudah melakukan sebisa nya. Semenit setelah badan kecil itu bersentuhan dengan kasur, mata yang tadi nya tertutup rapat menjadi terbuka lebar tak lupa tangisan nya melengkapi ke frustasi an Mahesa.

"Kamu bahkan lebih nakal dari kakak mu, saat masih kecil!" Gerutu nya menggendong Jia yang menatap wajah tampan sang ayah.

"hihi! nanyanya!"

Tunggu.. apa itu, seorang Mahesa yang terhormat menjadi bahan lelucon oleh bayi kecil yang tidak ada apa apanya?

"Nakal sekali bayi ini," Mahesa menggendong Jia ke arah pada maid yang sedang mengerjakan pekerjaan nya lalu menyerahkan bayi nya pada maid itu. Menangis? Tentu saja, itu yang di inginkan Mahesa.

Orang dewasa itu bersiap-siap untuk ke kantor dan menyiapkan beberapa keperluan Jia. Mahesa merasa kasian jika Jia terus menangis jadi dia memutuskan untuk membawa nya ikut ke kantor

Padahal dia baru saja membuat putri nya menangis kejar.

⸙⸙⸙

Sepanjang Mahesa berjalan menuju ruangan nya, banyak karyawan yang berbisik, itu pasti tertuju pada bayi kecil yang berada di gendongan nya.

"Apakah kalian saya bayar hanya untuk melakukan hal sampah seperti ini? kembali bekerja!" Bentak nya marah dan segera para karyawan berbondong-bondong mengerjakan pekerjaan mereka.

⸙⸙⸙

Mahesa menaruh Jia duduk di karpet bawah, agar bayi itu tidak menganggu nya. Awal nya dia memberontak, tapi Mahesa memberikan selembar kertas dan pena untuk nya.

"Duduk tenang, jangan menganggu saya" peringat nya yang di abaikan bayi itu.

Lega karena Jia senang dengan barang yang di berikan ayah nya. Bibir kecil bayi itu berceloteh, ntah apa yang dia katakan.

"bbabababaaaa!" Teriak Jia melengking membuat konsentrasi orang dewasa itu terganggu.

"Jangan berteriak, ini bukan hutan!" Protes nya mengalihkan perhatian si bayi menatap ke arah Mahesa. Bayi itu tersenyum manis, menampakkan dua gigi susu nya yang baru tumbuh.

Menggemaskan sekali bayi itu, sayang nya Mahesa tidak tertarik dan malah memutarkan bola mata nya kembali pekerjaan nya.

Merasa bosan, bayi itu merangkak ke arah ayah nya lalu memeluk kaki panjang Mahesa. Orang dewasa itu mengerti bahwa perut kecil putri nya perlu diisi susu.

Dia menggendong bayi itu, dan mulai meracik susu si bayi. Setelah menakar suhu susu dengan pas Mahesa memberikan botol itu ke tangan si bayi dan di terima baik oleh nya.

⸙⸙⸙

Tok...

Tok..

Tok..

"Masuk"

Putra sulung Mahesa masuk dengan gembira membawa kotak kecil berisi ikan berwarna. Mahesa melirik ke arah putra nya bingung.

"Daddy gara membeli ikan untuk Jia! Dimana adik gara?" Tanya nya menaruh kotak itu di meja kerja daddy nya lalu melihat sekeliling mencari keberadaan adik nya.

"Jia sedang tidur di kamar, jangan menganggu adik mu"

Tau dimana keberadaan sang adik, Sagara berlari ke kamar yang ada di ruangan ayah nya. Kamar itu di buat khusus untuk Mahesa jika dia lembur atau malas pulang ke rumah.

⸙⸙⸙

Bayi kecil bagaikan malaikat tidur nyenyak, tak lupa pacifier pink yang membuat tidur nya jauh lebih nyaman.

Sagara tidak ingin menganggu tidur adik nya jadi dia naik perlahan ke atas kasur, juga ikut berbaring di samping sang adik. Elusan lembut di pipi Jia yang menjadi candu bagi Sagara.

Dengan pergerakan sangat pelan mengulurkan tangannya ke perut buncit Jia, memeluk adik kesayangannya itu.

"Selamat tidur, adik bayi"


















so swit sekali Abang gara, tidak seperti pawang nya 🤫😲😲


btw jngn lupa vote banyak banyak

Adik bayi, untuk Sagara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang