04.

5.3K 340 2
                                    

Sebagian orang akan berjalan-jalan, atau beristirahat saat weekend. Tapi tidak dengan Mahesa, dia harus tetap bekerja dan mengurus satu kurcaci yang tidak bisa diam.

Jia sudah mulai diajari mengenal huruf dan diajarkan berbicara oleh nya. Tak hanya Mahesa, kakak nya juga turut mengenali benda-benda yang adik kecil nya tidak tau.

Rasa penasaran Jia semakin besar, terus mengoceh bertanya apapun yang dia lihat.

Sebagai ayah yang baik, Mahesa berinisiatif menyuapi putri nya sarapan pagi, atau untuk menjauhkan kekacauan yang mungkin terjadi di dapur nya, jika ia membiarkan kurcaci itu makan sendiri. Walaupun sudah di suapi, pipi putih Jia tetap berantakan karena ocehan bayi kecil itu.

"Daddy gara punya tugas kerajinan, di kumpul besok Senin" ujar putra sulung nya dan hanya diangguki oleh Mahesa.

"ugas, pa?" mulut penuh, dan wajah pemasaran nya, mendongak menatap sang ayah.

"Tugas, bukan ugas."

Jia kecil mengerucutkan bibir mungil nya, kesal mendengar jawaban sang ayah. Sagara yang melihat adik nya seperti itu, mengelus rambut ikal sang adik.

"Nanti Jia juga ikut Abang, kita buat sama-sama, ya?" Ajak nya lembut, membuat si bayi mengangguk kan kepala nya lucu.

Respon orang dewasa itu menatap interaksi kedua anak di depan nya, menghela nafas berharap kegiatan pembuatan tugas putra nya akan berjalan dengan baik.

⸙⸙⸙

Mata si kecil berbinar melihat beberapa barang berwarna yang pertama kali dia lihat. Barang itu adalah bahan untuk keperluan Mahesa, dan Sagara dalam pembuatan 'bunga dari kertas origami' yang menjadi tugas Abang Sagara.

Tangan gembul Jia terjulur untuk mengambil barang di depan nya, segera Mahesa menahan tangan kecil itu dan menatap di kecil tajam.

"Tidak boleh menyentuh apapun, mengerti?" Ucap nya tegas memperingati Jia kecil.

Sejam sudah terlewat, membantu putra nya menyelesaikan tugas sekolah. Tentu saja tidak berjalan dengan mulus. Emosi Mahesa yang harus tertahan melihat Jia kecil yang ingin mengacaukan semua nya.

"aban tu pa?" Tanya Jia menunjuk kertas origami yang sedang di kerjakan Sagara.

"Ini nama origami, warna merah." Jawab nya lembut

"Ogami? meah? pa?"

"Origami, adek. Warna merah" jawab Sagara lagi-lagi tanpa rasa bosan atau emosi menjawab adik nya.

"Ooo, ogami" Si kecil mengangguk-angguk lucu, lalu beralih melihat ayah nya yang sedang menggunakan sesuatu untuk memotong kertas yang ia tau sebagai ogami.

Saat Mahesa menaruh gunting itu di lantai, tanpa sepengetahuan nya Jia terpanjat untuk mengambil gunting itu. Senang ketika dia dapat menyentuh, menggerakkan seperti yang di lakukan ayah nya.

Jia kecil ingin mencoba hal yang sama seperti Mahesa lakukan. Ia menaruh jari nya ke pertengahan gunting. Jia ingin menggerakkan benda itu tapi Mahesa langsung melihat apanyang di buat putri nya.

Segera Mahesa menarik gunting itu dengan kasar dari tangan kecil Jia.

"Jia! Saya bilang kan jangan menyentuh apapun! Kamu ini bisa nya buat orang pusing aja!"

Badan kecil Jia tersentak karena suara besar sang ayah pada nya. Dia tidak tau yang dia lakukan membuat ayah nya sampai berteriak pada nya. Mata bulat dan indah Jia masih menatap wajah merah Mahesa yang perlahan turun butiran air mata.

Menangis kencang, hanya itu yang bisa dia lakukan setelah perlakuan Mahesa pada nya. Merasa kasian dengan adik nya, Sagara memeluk lalu menggendong Jia masuk ke kamar nya.

Mahesa tau dia salah karena membentak putri nya yang tak tau, apa yang dia lakukan salah atau benar. Seharusnya dia bisa memberitahu dengan lembut, bukan membentak dan memarahi Jia.

Dia hanya diam melihat Sagara membawa Jia ke kamar nya, yang bahkan suara tangisan bayi itu masih terdengar dari luar kamar.

Mungkin setelah hati nya tenang dia bisa meminta maaf pada putri nya? Dia hanya tidak ingin Jia terluka karena gunting sialan itu.

⸙⸙⸙

Malam hari, rumah besar Mahesa sudah kosong dan gelap. Dia baru saja pulang dari kantor. Ya dia pergi ke kantor untuk melampiaskan emosi nya. Tangan Mahesa menekan saklar lampu dan langsung terang, terlihat ruang tamu yang belum ia bereskan.

Mahesa tertarik ketika melewati pintu dengan hiasan astronot dan banyak pita pink, juga gantungan yang bertuliskan 'kamar Sagara & adik Jia'. Bibir Mahesa tersenyum tipis mengingat Sagara memohon untuk membelikan hiasan itu sebagai tanda penyambutan adik Jia.

Perlahan dia membuka pintu itu dan terlihat dua anak tertidur saling berpelukan. Kaki kecil Jia tergeletak di atas perut Sagara, sedangkan tangan si Abang memeluk tangan Jia kecil sebagai bantal guling biru.

Diam-diam Mahesa memperbaiki posisi tidur putri nya, tak sengaja merasakan suhu badan Jia yang menghangat. Untuk memastikan telapak tangan nya di taruh ke kening si kecil dan benar saja, suhu tubuh putri nya panas.

Tak ingin putra nya juga ikut tertular yang membuat nya bertambah susah merawat kedua nya sendiri, Mahesa memindahkan Jia ke kamar nya. Dia mengompres kening Jia, menggunakan kain yang sudah ia basahkan dengan air hangat.

Mata nya menatap sendu ke bayi kecil nya yang masih tertidur tidak nyaman. Dia tak menyangka, bentakan nya membuat Jia kecil sampai demam.

"Kamu terkejut ya, saat Daddy bentak? Maafin Daddy ya? Daddy cuma gak mau gunting nya kena tangan kamu. Kasih sakit nya ke daddy saja, ya? get well soon, baby."

Kecupan singkat di kening Jia sebelum dia ikut tidur sambil memeluk putri nya.














heyyo!
aku up lagi~
Jangan lupa vote banyak banyak yya maniez

Adik bayi, untuk Sagara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang