Dua belas..

3.5K 283 11
                                    

Ali pov

Melihat punggungnya yang menjauh, aku sangat takut, rasa bersalah menyeruak di dadaku. Senyum cantiknya menyiratkan kepedihan, Namun perempuan yang sekarang dalam dekapanku ini jauh lebih membutuhkanku, aku harap Prilly bisa mengerti.

Aku masih berdiri memeluk Ghina dengan mengusap punggungnya lembut, tidak peduli dengan orang yang berlalu lalang melihat ke arah kami. Tangisannya kini sudah berubah menjadi isakan. Aku sangat mengerti bagaimana perasaannya sekarang.

"Mau pulang ?" Tanyaku setelah dia cukup tenang.

Ghina mengangguk, kemudian aku mengiring dia menuju parkiran, membukakan pintu untuk penumpang lalu bergegas mengantarnya pulang.

Tidak ada yang berbicara dalam perjalanan, sesekali aku melirik Ghina yang terisak memandang kosong jalanan.

Aku mengelus pucuk kepalanya bermaksud memberinya kekuatan,
Hingga akhirnya Ghina membuka suara.

"Li." Panggilnya.

"Yah princess ?"

"Aku belum mau pulang. Kamu bisa nemenin aku dulu gak ?"

Aku mengangguk. "Kamu mau kemana dulu ?" Tanyaku.

"Kemana aja yang penting bisa tenang dan sama kamu." Ucapnya

Oke aku paham. Aku menganggukan lagi kepalaku lalu melajukan mobilku memasuki jalan tol. Aku akan membawanya ke pantai. Ancol tepatnya.

.

Sampai disana aku membawa Ghina langsung pada jembatan tepi laut.

"Duduk dulu yuk, sebentar lagi sunset kita liat dulu sebentar." Ucapku mengajaknya duduk di tepian mengarah kebarat.

Seperti biasa matahari tenggelam cukup indah di tempat ini. Ghina menyandarkan kepalanya di bahuku. Aku menggenggam tangannya.

"Siap buat cerita ?" Tanyaku.

Dia terdiam sejenak, memastikan matahari benar-benar tenggelam.

"Dia ninggalin aku Li, pergi sama perempuan lain. Bukan, bukan selingkuhannya tapi akulah yang ternyata selingkuhannya." Ucapnya.

Aku tidak berani berkomentar karena akupun bingung dengan apa yang harus aku bicarakan padanya.

"Aku gak tau kalo selama ini Davin punya pacar. Dia maenin aku Li. Cuma jadiin aku bahan taruhan sama temen-temennya." Ghina melanjutkan sambil kembali terisak. Aku mulai merasa tak tega.

"Udah gak usah di ceritain lagi. Dia gak pantes buat kamu. Anggep ini pelajaran." Ucapku.

Ghina mengangguk. "Maafin aku Li. Aku nyesel nyia-nyiain kamu. Aku nyesel nolak kamu. Sekarang aku sadar kamu yang terbaik buat aku." Ucapnya sambil memelukku. Lidahku kelu, tenggorokanku rasanya kering. Harusnya aku senang, sekarang Ghina berkata seperti ini padaku. Tapi tidak aku merasa hatiku teriris langsung teringat pada Prilly.

"Aku mau kita mulai dari awal lagi Li. Kamu mau kan ?"

Aku terdiam, bingung dengan apa yang harus ku katakan padanya. Ghina mengadahkan kepalanya, mata sembabnya menatapku memohon, sedangkan aku membalas tatapannya bingung. Ghina menarik kepalaku mendekat lalu mencium bibirku, mataku terbelalak dengan apa yang di lakukan Ghina, aku mencoba melepaskan namun Ghina menarik kepalaku terlalu kuat. Hingga akhirnya ciuman itu berubah menjadi ciuman yang lebih panas, aku dengan sekuat tenaga melepaskan rengkuhannya.

Ghina menunduk kecewa. "Maaf" ucapnya pelan.

Aku terdiam beberapa saat memulihkan nafasku yang tersenggal.

Don't leave me Baby !!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang