Empat belas..

5.1K 311 6
                                    

Ali pov

Aku dan Prilly masih di taman, terdiam cukup lama tenggelam dalam pikiran masing-masing. Aku berusaha keras mengambil keputusan sekarang juga. Aku sudah sadar beberapa hari lalu jika aku memang mencintai wanita di sampingku ini. Terbukti dengan aku bersama Ghina tidak senyaman saat aku bersamanya. Bahkan saat bersama Ghina aku lebih sering memikirkannya. Jadi benar sebelum terlambat, sekarang juga aku harus memberitahukannya.

Tidak peduli dengan janjiku pada Ghina dulu. Aku sadar sekarang aku haruslah bisa tegas. Kebahagiaanku ada di sampingku.

Yang terpenting bagiku adalah aku bisa bersamanya. Melihatnya tersenyum bersamaku, Cukup hari ini saja aku melihatnya menangis karenaku. Membuat hatiku merasa teriris. Seolah dadaku juga ikut sakit.

Tidak lagi untuk kedepannya. Sekarang juga aku harus mengatakannya.

Dan baru saja aku akan membuka mulutku, Prilly sudah berbicara terlebih dahulu.

" Aku menyerah. " kata sialan itu bagai petir yang menyambar daun telingaku. tidak dia tidak boleh.

aku menggelengkan kepalaku cepat.

"Nggak kamu gak boleh pergi. aku mohon. aku sayang kamu. jangan pergi sayang. lihat aku, aku butuh kamu" aku memohon padanya dengan menggenggam erat tangannya.

"Selamat tinggal !" ucapnya kemudian berdiri dan melangkah.

Aku berlari menyusul dan menahan tangannya.

"Prilly. Aku mohon dengerin aku." Ucapku.

"Lepas Li." Ucap Prilly berusaha melepaskan tangannya.

"Engga, aku mohon." Aku berlutut di hadapannya.

"Prilly aku Cinta sama Kamu. Aku tau aku terlambat bilang ini. Baru aja sayang. Baru aja aku mau bilang itu ke kamu. Tolong kasih aku kesempatan. Aku mohon. Aku butuh kamu. Aku janji, aku janji sama kamu buat gak peduliin siapapun lagi. Prilly liat aku. Aku gak boong aku Cinta sama kamu. Bahkan-"

"Cukup Ali. Bangun." Ucap Prilly, air matanya mengalir di pipinya.

"Gak ada gunanya kamu begini sekarang. Semuanya terlambat Li. Aku mohon biarin aku bahagia. Lepasin aku." Ucapnya lagi. Kata-katanya membuatku lemah. Aku melepas genggamannya. Kemudian saat itu juga Prilly pergi membiarkan aku sendiri, menyesali kebodohanku sendiri.

.

"Prilly mana ?" Tanya Gritte saat aku kembali dan teman-temanku sedang berkumpul di gazebo seperti biasa.

Aku menggeleng lemah. Duduk di sebelah Kevin. Ia menepuk pundakku.

Ku lihat Ghina tertunduk, tebakku dia sudah mengetahui apa yang terjadi.

Aku menyangga kepalaku dengan kedua tanganku, terlalu lelah. Jika aku perempuan mungkin aku sudah menangis.

Gritte menarik tanganku, aku mendongak dan berdiri mengikutinya.

"Gue tau lo cinta kan sama dia ?" Tanya Gritte. "Jelasin semuanya sama dia Li. Gue bukan mau ikut campur tapi gue terlalu sayang sama Prilly. Kalo elo emang Cinta sama dia, jelasin sekarang juga, kejar dia. Lo raih kebahagiaan kalian."

Randy tiba-tiba menghampiri kami tatapan matanya begitu marah.

BUKKK.

Satu pukulan tepat mengenai wajahku membuatku tersungkur.

"Itu buat lo karena udah nyakitin Prilly."

"Ran lo apa-apaan sih ?" Teriak Gritte.
Aku mengusap darah segar yang mengalir di ujung bibirku. Aku tersenyum menanggapi hal ini. Setidaknya ada balasan untukku karena telah menyakiti Prilly.

Don't leave me Baby !!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang