bab 12

44 3 1
                                    

Kini pertandingan akan bermula. Pemandangan dari sebuah padang terbuka yang luas, di mana langit biru memayungi tanah yang luas. Angin berhembus lembut, membawa aroma segar dari alam di sekitarnya. Di tengah padang terdapat sebuah arena memanah yang dibuat khusus, lengkap dengan tiang-tiang penyangga dan target-target yang terpampang jauh di kejauhan.

Hana Raudhah berdiri tegak di sisi arena. Dengan memakai pakaian tradisional berkuda, lengkap dengan pakaian lengkap dan helmet. Dia menatap ke arah target yang jauh di kejauhan, mata penuh fokus dan tekad.

Sementara itu, kuda yang akan ditunggang dengan peralatan yang sama gagahnya seperti pemiliknya berdiri dengan gagah di sampingnya. Keduanya bersiap sedia untuk memulai pertandingan.

Suasana tegang terasa di udara saat menjelang mulanya pertandingan. Penonton yang memenuhi tempat duduk membuatkan Hana makin berdebar. Jantung Hana Raudhah berdetak kencang, tetapi dia cuba menunjukkan wajah tenangnya.

Kemudian, terdengar petunjuk atau arahan untuk memulai pertandingan. Dengan gerakan yang gesit, Hana melompat ke atas kudanya, mereka memasuki arena. Max berlari dengan kelajuan yang terkawal, mengikuti perintah pemiliknya dengan setia, sementara Hana Raudhah menyiapkan panahnya dengan hati-hati.

Di tengah-tengah kecepatan yang memukau, Hana Raudhah menarik busur dan mengarahkan panahnya ke target yang bergerak. Masa berlalu dengan pantas, tetapi dalam masa yang sama, panah itu melesit melintasi udara, menerjang sasaran dengan ketepatan yang menakjubkan.

Dengan sorak sorai meriah dari penonton, Hana dan kudanya melintasi arena, dengan keahlian dan kebersamaan yang luar biasa. Beberapa pusingan lagi akan berakhir.

Dengan penuh fokus, mengarahkan panahnya ke target yang terletak jauh di hujung arena. Dia menarik busurnya dengan kekuatan yang ada, matanya tidak

berkedip. Suasana arena menjadi hening saat semua orang menahan nafas mereka.

    Faziq dan Harith sabar menanti. Ini panah yang terakhir. Panah yang lain semuanya tepat sepuluh. Jika kali ini tepat, dia berjaya menangkan pertandingan kali ini. "kenapa aku yang berdebar?" Faziq menggigit jarinya.

    "Sabar, dia boleh buat. Aku tahu dia boleh buat" Mata Harith masih memandang Hana dengan teliti.

    Sampai berhampiran target terakhir, Hana melepaskan panahnya dengan sekuat dan selaju mungkin. Panah itu melintasi udara dengan kecepatan kilat, menghantam sasaran dengan ketepatan yang sempurna. Sorakan dan takbir bergema di arena saat penonton memberikan tepuk tangan yang meriah. Sekali lagi panah itu betul-betul tepat di tengah bulatan target.

    Ternganga Faziq tidak percaya apa yang dia nampak. Dia memandang Harith yang tersenyum bangga. "masuk lalat nanti" tergelak Harith melihat riaksi Faziq.

    "tepat weh! Macam mana..." tangannya terletak di kepala tak percaya.

    "aku dah kata, dia hebat. Dia kuat" kata Harith memerhati setiap target dengan panah yang terpacak pada bulatan nombor sepuluh.

    Hana melambaikan tangannya ke arah penonton, wajahnya berseri-seri dari kemenangan yang baru saja diraihnya. Harith tidak mampu menahan senyumnya saat melihat kelegaan di wajah Hana.

    Harith memandang pemandangan itu dengan kagum "dia selalu hebat dalam buat aku kagum semua tentang dia..." bisik Harith pada diri sendiri.


    Hana Raudhah turun dari kudanya dan berlari ke arah Encik Firdaus. Encik Firdaus mendepakan tangan dengan senyuman lebarnya. Pelukan hangat diberikan pada anak perempuannya yang berjaya membuat pusingan terakhir dan menjadikan kemenangan miliknya.

Pilihan Tuan Syah | OGWhere stories live. Discover now