18. Resah Damian

1.5K 103 0
                                    

Ada yang aneh dalam diri Alana. Tiba-tiba saja dia berubah manis di depan Difa, bahkan meminta maaf karena bersikap sombong sebelumnya. Bukannya iba atau simpati, Difa justru was-was dan berpikir bahwa ada yang salah dalam diri Alana. Mendengar pengakuan Alana bahwa Damian telah menanyakan tentang dirinya, kehidupannya, serta mamanya, Difa menduga ada yang janggal dengan gadis cantik ini.

"Aku mungkin anak Damian Rubiantara."

"Oh ya?" Difa mendelik santai. "Baguslah."

Sikap yang tidak diharapkan Alana dari Difa yang terkesan cuek. Tapi Alana memakluminya, karena Difa bukan gadis pada umumnya, dia cuek, apa adanya, tidak peduli dengan sekitarnya, dan tidak peduli apa kata orang tentangnya. Tapi jika ada hal yang tidak dia setujui, dia tidak segan mengungkapkannya. Apa yang dia katakan, itulah yang dia pikirkan dan rasakan.

Alana kembali melanjutkan pekerjaannya.

"Aku minta maaf telah mengancammu tadi."

"Nggak usah diingat-ingat lagi. Aku nggak takut dengan ancamanmu. Tenang saja."

Alana jadi benar-benar menyesal telah membuat Difa kesal.

"Aku akan tarik kata-kataku, Difa."

Tatapan Difa masih tertuju ke layar laptopnya. "Nggak perlu, kamu, 'kan anak Damian, nggak perlu menarik kata-kata itu. Kamu penguasa, dan jangan lupa tagih hak-hakmu selama ini karena ditelantarkan," jelas Difa.

"Kamu ngajak taruhan, jika seandainya aku bukan anaknya?"

Difa menghela napas jengkel. "Sudah, aku percaya kamu anaknya. Apalagi? Mengusirku dari sini?"

Alana mendengus, "Aku sudah minta maaf."

"Iya, aku tahu, dan aku berkata begini karena ini adalah sikapku," kesal Difa.

Alana dalam hati masih mengancam dan mengumpat. Melihat Difa yang sangat sengit hari ini, dia pun memilih diam dan tidak melanjutkan apologinya, karena akan berujung adu mulut dan sia-sia.

Tampaknya ini memang tujuan Difa, agar Alana diam dan tidak banyak bicara, karena menurutnya sikap Alana yang satu ini sangat mengganggu.

Difa diam-diam menyelidiki siapa Alana sebenarnya serta mencari tahu data-datanya, ketika Alana dipanggil Damian. Alana adalah anak hasil luar nikah, tidak ada nama ayahnya yang tertera di akta lahirnya, dia lahir di Jakarta dua puluh satu tahun lalu, dengan nama mama Tsamara Iyyah. Tidak berhenti di situ, Difa mencari tahu Tsamara yang sebenarnya melalui komen-komentar tentangnya di beragam media sosial dan media massa, yang ternyata adalah wanita penjaja seks komersil kelas atas. Bagi Difa terlalu dini dan memaksa jika Alana berkesimpulan bahwa dirinya adalah anak Damian, karena mamanya saja adalah seorang psk. Difa lalu berkesimpulan, mungkin saja beberapa tahun lalu Damian menyewa mamanya, dan memakainya, lalu mamanya jatuh cinta dan berharap, tapi ditolak Damian. Ini adalah kesimpulan Difa sementara, karena dia cukup mengenal keluarga Damian.

Difa melirik Alana yang mulai serius dengan pekerjaannya, berkata dalam hati bahwa gadis ini tidak bisa dipercaya dan ambisius. Sebentar-sebentar berubah sikap dan tidak memiliki keteguhan.

***

Damian tiba di apartemennya pukul dua siang, dan langsung menuju kamar mandi, membersihkan diri.

Usai mandi, Damian rebah selonjoran di atas kasur besarnya. Meskipun sudah tenang karena telah "bertemu" dan "bercumb*" dengan istrinya di kantor, pikirannya mendadak terganggu ketika kembali mengingat Alana, gadis yang mengaku sebagai anak kandungnya.

"Tsamara," desah Damian dengan dahi mengernyit, berusaha kembali mengingat wanita-wanita yang pernah dia gauli.

Damian sudah menggenggam ponsel dan hendak menghubungi sahabatnya, Alvaro, yang selama ini menyimpan data-data perempuan yang dia sewa untuk meredam frustrasinya dulu sejak ditinggal Kathleen selama-lamanya.

Tapi entah kenapa, dia urung memberitahu Alvaro atau menceritakan apa yang terjadi hari ini.

Damian menghela napas panjang, memutuskan untuk merahasiakan hal ini. Dia yakin Alana tidak akan menyebarkannya. Ada beberapa hal yang Damian khawatirkan jika dia menceritakan hal ini kepada keluarganya, maka akan menjadi masalah besar di kemudian hari, lalu hubungannya dengan istrinya yang pasti akan runyam. Tapi, mengingat wajah Alana, Damian juga tidak tega menindaknya. Gadis itu tidak bersalah, dia punya hak untuk mencari papanya. Tapi apa benar dia papanya? Damian mengurut kuduknya dan merasa sangat gelisah.

***

Dua malam Wenny dan Jeanny menginap di rumah kakek dan nenek mereka, dan sore ini keduanya sudah kembali ke rumah kakek Poer. Nirmala langsung menyambut keduanya, dan dia terheran-heran karena sikap keduanya yang agak berubah.

Mala tidak langsung bertanya, memilih untuk bersikap hati-hati, sampai pada akhirnya sang sulung mendatangi kamarnya.

"Wenny?" delik Mala heran, karena Wenny terlihat sedang menyembunyikan sesuatu dan ingin mengungkapkannya malam ini.

Wenny memasuki kamar mamanya dan duduk di atas tempat tidur. Mala juga ikut duduk di sampingnya.

"Maafkan aku, Ma," ucap Wenny pelan.

"Maaf? Maaf kenapa?" Nirmala balik bertanya.

"Menambah hari untuk menginap di rumah kakek Mardi."

"Lo, nggak apa-apa. Kakek Mardi, 'kan kakekmu. Mama justru senang kamu dan kakek Mardi dekat. Bagaimana dengan bibi Laras?"

"Oiya, aku lupa. Bibi Laras kirim salam. Dia nggak sempat temui Mama, katanya sibuk melayani tamu Agung dari Jakarta. Salah-salah nanti dia kena sembur si tamu Agung."

Nirmala tertawa kecil, mengerti siapa tamu Agung yang disebut Wenny, yang tidak lain adalah papanya sendiri. Dulu, saat Nirmala masih terikat pernikahan dengan Agung, Laras sering mengeluh kepada Nirmala, mengenai watak bossy kakaknya. Agung sering memerintahnya melakukan sesuatu untuknya, bak bos yang memerintah pembantu. Jika tidak lekas dilaksanakan, Laras pasti akan menjadi sasaran kemarahan.

"Jadi, Papa kamu tinggal di sini?" tanya Nirmala pelan, tapi wajahnya menunjukkan kekhawatiran. Dia keberatan seandainya dua anaknya kembali akrab dengan mantan suaminya, karena tidak menjamin mereka akan bersikap baik kepadanya, dan itu sudah terjadi sebelumnya.

Wenny menghela napas panjang. Dia mendadak ragu menceritakan kepada mamanya tentang dia yang sempat beradu argumen dengan papanya, serta niat papanya yang hendak merebut hak asuhnya dan Jeanny.

"Mama. Aku menambah malam menginap di rumah kakek Mardi karena suatu hal. Papa cerita kepadaku bahwa papi Damian ternyata memiliki seorang anak perempuan yang seumuran denganku."

Bibir Nirmala terlihat bergetar, dan tenggorokannya tiba-tiba terasa kering, dan tidak ada ludah yang berhasil dia telan. Mendengar apa yang dikatakan Wenny mendadak membuatnya geram. "Dan kamu percaya?"

Wenny tetap bersikap tenang menghadapi mamanya yang gusar dan geram.

"Ma. Bukan masalah percaya dan nggak percaya soal itu. Yang aku permasalahkan adalah bagaimana papa Agung bisa mendapat informasi itu. Aku yakin dia memiliki informan dan aku berencana untuk mencari tahu."

"Wenny?"

Bersambung

Nirmala 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang