Bab 185. Pacar Nevan

770 87 3
                                    

Grace mengajak Bagas dan Nevan menginap bersama di apartemen mewahnya. Grace berasal dari keluarga kaya raya, papanya merupakan petinggi perusahaan yang bergerak di bidang keuangan sekaligus memiliki beberapa perusahaan di bidang yang sama. Kakeknya, yang juga merupakan kakek Bagas, adalah pemilik perusahaan ternama di bidang keuangan, juga pengusaha properti, seperti gedung mewah dan beberapa hotel berbintang.

Meskipun Nevan juga berasal dari keluarga yang setara dengan keluarga Grace, tapi dia agak terkejut dengan kehidupan Grace yang tampak glamor dengan fasilitas wah di dalam apartemennya, yang dia taksir harga sewanya bisa ratusan juta dalam satu bulan. Apartemennya sangat luas dengan dua kamar, dan Grace tinggal sendirian di sana.

Bagas dan Nevan sudah berada di dalam kamar yang sudah disiapkan untuk mereka.

"Nevan, Grace mau ngomong sama kamu, berduaan," ujar Bagas sambil mengedipkan matanya.

Nevan mendelik heran.

"Dia naksir kamu."

Nevan menggeleng. Grace memang sensual dan ramah. Dia mengetahuinya sejak lama, dan dia masih yakin keramahan yang ditunjukkan Grace kepadanya itu bukan berarti dia memiliki perasaan khusus terhadap dirinya.

"Serius, Nevan. Kamu bisa menggantikan posisiku." Bagas menepuk-nepuk bahu Nevan memberi semangat.

Nevan tidak langsung ke luar kamar, meskipun dia bersorak dalam hati. Dia malah duduk di tepi tempat tidur.

"Kenapa? Dia bukan tipe kamu?" tanya Bagas yang mengamati Nevan.

Nevan diam tidak memberi jawaban, menghela napas panjang. Merasa tidak yakin dengan apa yang dikatakan Bagas bahwa Grace menyukainya. Kalopun benar, yakin Grace hanya main-main saja, atau mungkin Bagas yang ingin mengerjainya.

Nevan beranjak dari duduk, mengganti alas kaki dan ke luar dari kamar.

Di luar, Nevan melihat Grace yang sedang duduk di ruang tengah, memainkan ponsel. Grace melihatnya sekilas, dan tersenyum tipis.

Nevan langsung duduk di samping Grace, berkata, "Kata Bagas kamu ingin bicara denganku."

Grace langsung duduk bersila menghadap Nevan di atas sofa. "Ya."

"Soal apa?"

"Bagas nggak bilang apapun?"

Nevan menelan ludahnya, sepertinya dia akan mengalami perubahan dalam hidupnya, dan ini terlampau mudah.

"Dia ingin aku menggantikan posisinya."

Grace tertawa renyah, senang melihat sikap Nevan yang agak lugu, tapi dia yakin Nevan sebenarnya cukup dewasa.

"Aku tau aku beberapa tahun lebih tua darimu, tapi aku menyukaimu."

Nevan menoleh ke Grace, mengamati wajahnya. Seketika dia merasa aneh karena dia malah bersikap tenang, tidak gugup seperti yang dia ramal sebelumnya, justri seolah sudah mengenal dekat Grace.

Grace menurunkan dua kakinya, dan duduk menempel di samping Nevan. "Aku mungkin bertemu denganmu di masa depan," ujarnya pelan.

Barulah kali ini Nevan tampak sangat gugup, matanya mengerjap dan pipinya memerah, kedua tangannya bertumpu dan agak gemetar. "Kamu-"

Grace menyenderkan kepalanya di bahu Nevan, "Ya, aku menyukaimu," ucapnya dengan mata tertutup, dan kepalanya bergerak-gerak di bahu Nevan.

Sambil mengatur deru napas memburu, Nevan memegang bahu Grace, dan mengusap-usapnya.

"Kamu mau Nevan?"

"Mau?"

"Jadi pacar aku."

"I-iya."

"Oh, indahnya," gumam Grace dan tangannya mulai berani menyentuh paha Nevan. "Bisa kamu lebih lama tinggal bersamaku, seminggu ini kita libur, 'kan. Biarkan Bagas pulang duluan."

"Grace-"

"Please, Nevan. Kita bisa mengenal lebih dekat."

Nevan tidak meyangkal bahwa dia sangat bahagia dengan kejadian ini. Tanpa diduga, perempuan yang dia idam-idamkan sejak lama justru menginginkannya.

Nevan masih mengusap-usap bahu Grace, dan bahkan mengeratkannya. Pikirannya tertuju ke pamannya yang akan mengkhawatirkannya jika dia meminta waktu lebih lama untuk menginap.

"Ya?" tagih Grace yang ingin Nevan tinggal bersamanya lebih lama.

"Well, kita pacaran, tapi aku nggak mau tinggal lebih lama di sini. Aku sudah janji dengan omku bahwa aku hanya dua malam di sini."

Grace mengangkat kepalanya melihat wajah tampan Nevan. "Tapi malam ini kamu tidur bersamaku?"

Nevan tergugup.

Grace memegang dada Nevan, memainkan kerah jaket jinsnya. "Aku ingin ajari kamu berpacaran. Kata Bagas kamu nggak pernah pacaran."

"Tapi apa harus tidur bersama? Nggak, 'kan?"

Melihat sikap gugup Nevan, Grace yakin bahwa Nevan memang benar-benar belum memiliki pengalaman berpacaran.

"Memang tidak harus, tapi biar kita terus berdekatan."

"Aku nggak nyaman, hm ... Bagas-"

"Dia ngertian orangnya. Tenang aja. Dia juga sudah punya Jiao."

Grace masih memegang dada Nevan, menatap wajah Nevan dengan wajah manjanya.

"Jadi kamu ingin memanasinya?"

Grace menggeleng. "Nggak. Aku memang menyukaimu," ucapnya, lalu memeluk Nevan dengan tubuh meringkuk bak koala. Nevan, mau tidak mau membalas perlakukan Grace dengan memeluknya.

Sementara itu Bagas ternyata memang sedang berbalas pesan dengan Jiao. Gadis keturunan Tionghoa yang tinggal di Singapura itu mengeluh karena sebenarnya dia tidak ingin dijodohkan dengan sepupunya. Bagas dengan tetap sabar menenangkannya dengan mengetik pesan mesra, mengatakan bahwa dia akan selalu berada di belakang Jiao, dan sekarang masih sebagai kekasihnya.

Lagi asyik-asyiknya mengetik pesan karena Jiao sudah mulai tenang, Nevan muncul dari pintu kamar. Bagas sedikit berdecak, karena konsentrasinya yang terganggu.

"Kamu bukannya sama Grace?"

"Ya. Aku pacarnya sekarang."

"Ya, aku tau, tapi seharusnya kamu tidur dengannya malam ini."

"What?"

Nevan mengambil bantal dan menepuk wajah Bagas dengan bantal tersebut.

"Maksudku ... bukan tidur dan berhubungan sek*. Kamu baru jadian, seharusnya mesra-mesraan dan menunjukkan kasih sayang."

"Kamu dulu begitu dengannya?"

Bagas terperangah mendengar pertanyaan Nevan.

"Ya, tentu saja. Peluk cium, dan kamu berhak, karena kamu pacarnya sekarang."

Nevan menggeleng. Entah kenapa dia justru merasa dipermainkan Bagas dan Grace.

Dia duduk di atas kursi kecil dengan tatapan lurus ke depan, seperti orang yang bingung.

"Maaf, Nevan. Bukan bermaksud ... tapi aku tau dia menyukaimu, sejak ... sejak dia datang ke apartemenku. Dia yang curi-curi pandang kamu dan bilang kamu sangat tampan dan aku akui itu ... kamu sangat cocok dengannya."

Nevan melirik Bagas sebentar, lalu berdiri dan menghempaskan napasnya.

"Aku nggak bisa dengannya. Jangan ragu, Van. Kamu pacarnya sekarang."

Nevan menatap Bagas dengan seksama.

"Aku yakin dia akan nyaman bersamamu. Tidak mesti denganku," ujar Bagas kemudian.

Nevan mengamati Bagas, yakin sebenarnya Bagas masih menyimpan perasaan yang mendalam terhadap Grace, rasa sayang dan cinta. Tapi, mereka sudah putus-

"Ayolah, aku malah khawatir dia berpikir mencari laki-laki lain."

Nevan lalu bergegas ke luar kamar. Sepertinya Bagas memang menginginkan dirinya berpacaran dengan mantan kekasihnya.

Bersambung

Nirmala 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang