Bab 6. Letih Damian

1.8K 122 0
                                    

"Iya. Ada jenis kayu baru untuk bahan mebel di pabrik. Mama berubah pikiran untuk mengganti jenis kayu yang biasa kita pakai ke jenis kayu yang baru. Lagi pula ada penebangan besar-besaran di wilayah sana, Mama berusaha menekan angka rendah untuk biaya produksi."

Alana tersenyum kecut, tapi kagum akan sepak terjang mamanya selama ini. Dia mengangguk mengerti, dan sepertinya dia akan baik-baik saja tanpa mama di sisinya.

"Kamu ajak Fiza saja menginap di sini, atau ... kamu mau menginap di rumah tante Yuni?"

"Aku di sini saja. Ada Kang Dedek sama Mbak Upi." Alana menyebut dua pegawai rumah mamanya yang akan menemaninya di saat mamanya pergi karena perjalanan bisnisnya.

Tsamara mengusap-usap kepala Alana penuh kasih sayang, dan meninggalkan dapur.

Alana lagi-lagi merasa galau, tapi beberapa saat saja, setelahnya dia memikirkan Damian. Kali ini dia sedang mengatur rencana bagaimana bisa dia bisa mendekati Damian. Dia pria beristri dan memiliki banyak anak, tentu tidak mudah mendekatinya.

"Lebih baik aku kembali ke rencana awal, mengaku bahwa aku adalah anaknya yang terbuang, dengan begitu aku bisa dekat dengannya. Tapi—"

Alana malah khawatir justru Damian yang akan memecatnya dan melaporkan perbuatannya yang mengganggunya ke pihak kampus.

Alana menghabiskan sarapan paginya, berpikir bahwa dia lebih baik tidak bertindak semberono, dan menunggu waktu yang tepat. Kemudian menghabiskan susunya, dan bangkit dari duduknya, lalu melangkah pergi dari ruang makan.

***

Kepulangan Damian dari kantor disambut kedua anaknya, Alaric dan Amanda. Kedua anak itu berebut menceritakan pengalaman sekolah mereka hari ini sambil memeluk erat kaki kiri dan kanan Damian, sampai-sampai Damian kesusahan melangkah. Tapi hatinya senang dengan keceriaan dalam rumahnya.

"Demi!" teriak Nirmala dari arah dapur, dia masih memakai celemek. Dia tampak cepat-cepat melepas celemeknya dan berlarian ke arah Damian, ikut pula memeluknya, dengan tidak lupa menghisap bibir Damian dan Damian membalasnya pula.

"Aku jadi nggak lelah liat kalian bertiga." Damian kembali mencium puncak kepala Nirmala dalam-dalam.

"Aku juga, Papi!" Amanda ingin kepalanya dicium papinya. Damian tidak hanya memberinya ciuman di kepalanya, tapi juga memeluk lalu menggendongnya.

"Mas Alaric ganggu kamu hari ini?" tanya Damian ke Amanda.

"Nggak, Papi. Tadi Mas bantuin aku beresin mainan di kamar."

"Oh ya?" Damian lalu menurunkan tubuh kecil Amanda, beralih ke Alaric yang menatapnya dengan gaya soknya. "Haha. Mas yang baik. Sini, Anak laki-laki Papi yang gagah dan hebat ini!"

Alaric memburu tubuh papinya dan dia sekarang yang digendong.

"Sudah, Papi. Aku sudah besar. Sebentar saja digendongnya." Alaric mendorong tubuh besar papinya, dan dia ingin turun dan kembali bermain dengan adiknya di ruang bermain.

Terdengar suara ceria dari keduanya saat berjalan menuju ruang bermain.

"Tumben akur," ujar Damian yang kembali memeluk Nirmala.

"Itu karena nggak ada Nevan. Kalo ada Nevan, Alaric pasti usilin Amanda karena dia cemburu sama Amanda yang hanya mau bermain sama Nevan."

"Bisa-bisanya begitu."

"Nggak percaya?"

Damian mengangkat tubuh Nirmala sambil memeluknya.

"Aku seharian di rumah, dan aku yang selalu mengamati keseharian mereka bertiga," ucap Nirmala sembari memberikan tatapan mesranya ke Damian.

Nirmala 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang