Pukul 2 pagi, Eja menyanggupi permintaan wanita bernama Nana itu untuk bertemu dengannya. Eja memakai kembali hoodie hitamnya. Walau begitu, ia masih menggigil, sehingga Eja memasukkan kedua telapak tangannya ke dalam saku hoodie-nya.
Di depan gedung apartemen, Eja melihat sosok Nana berdiri menyandar pada mobil berwarna putih. Wanita itu tak bisa menyembunyikan rasa senangnya saat melihat Eja muncul. Ia melambaikan tangan sejenak ke arah Eja, seakan memberi kode supaya Eja menyadari eksistensinya dan segera mendekat ke arahnya.
Eja menghela napas panjang. Di dalam benaknya sembari ia berjalan, Eja memikirkan segala konsekuensi yang mungkin akan muncul setelah pertemuannya dengan Nana malam itu. Di sisi lain, Eja masih memikirkan perihal Aya yang ada di apartemennya. Ia belum sempat mengecek apakah gadis itu sudah tertidur atau belum.
"Kirain kamu udah tidur," kata Nana tatkala Eja ikut bersandar di sebelahnya.
"Belum," jawab Eja datar.
Nana menoleh ke arah Eja yang tampak kedinginan. Awalnya Nana ingin menarik tangan Eja, namun ia tak bisa melakukan itu sebab kedua telapak tangan Eja berada di dalam saku hoodie-nya saat itu.
"Temenin ke Indoapril bentar yuk, Ja. Mau beli sesuatu," kata Nana dengan senyuman yang sama sekali tak menghilang dari wajahnya.
Eja tak membalas ucapan itu, namun ia beranjak lalu berjalan mendahului Nana menuju Indoapril yang berada di seberang jalan. Eja tak mengatakan sepatah katapun selama perjalanan singkat mereka malam itu, berbeda dengan Nana yang terus melontarkan pertanyaan basa-basi walau tak satupun direspon oleh Eja.
"Aku di luar aja," kata Eja tatkala mereka sudah berada di depan Indoapril. Nana mengangguk seraya bergegas masuk ke dalam Indoapril.
Eja berdiri menyandar pada pintu pembatas pagar pendek yang ada di depan minimarket. Eja memperhatikan jalanan yang masih dilalui oleh banyak kendaraan itu-baik motor ataupun mobil—terlepas dari waktu yang saat itu sudah menunjukkan pukul 2 pagi.
"Mau?" Tanya Nana yang tiba-tiba sudah berdiri di sebelah Eja sembari menyodorkan kotak rokok. Eja menggeleng sembari menaikkan sebelah lengannya— seakan memberi kode bahwa ia tak mau merokok.
Eja sendiri lupa kapan terakhir kali ia menghisap rokok. Rasanya semenjak pandemi berlangsung, Eja jarang stres dan kalaupun ia stres ia lebih sering tidur.
"Sejak kapan ga ngerokok? Ini rokok kesukaan kita lho pas SMA," ujar Nana dan memutuskan untuk mengantongi bungkus rokok serta korek ke dalam saku jaketnya. Nana menghisap dalam-dalam rokok yang lebih dulu ia nyalakan tadi dan menghembuskan asapnya ke atas. "Rokok pertamaku juga karena kamu, Raja. Kamu yang ajarin aku ngerokok, right? Ha ha ha."
"Udah dua belas tahun sejak kita lulus SMA, I'm growing up. I guess," balas Eja dengan nada datar.
"Ha ha ha, bener juga," sahut Nana dengan tawa canggungnya. Demi meminimalisir kecanggungan itu pula, Nana kembali menghisap rokoknya. Cukup lama ia menahan asap itu di dalam tenggorokannya sebelum akhirnya ia melepaskannya dengan berat. "Apa kabar, Raja?"
"Kayaknya right now, this is the happiest me, Na. Makasih udah nanyain," jawab Eja. Ia menoleh ke arah Nana dan memberikan senyum simpul pada wanita itu—membuat Nana salah tingkah dan lagi-lagi ia kembali menghisap rokoknya.
"Aku juga happy, Ja. But not the happiest. Kayaknya aku masih mencari sesuatu dalam diriku yang sempet hilang. Cuma aku ga yakin kalo aku bisa dapetin sesuatu itu lagi."
Eja terdiam. Ia tahu betul kemana arah obrolan itu akan bermuara. Maka Eja memutuskan untuk mengalihkan pembicaraan mereka. "Bagaimana New York?"
"Melelahkan," jawab Nana cepat sebelum akhirnya ia menghembuskan asap rokoknya ke udara di depannya dengan sedikir mendongak, lalu kembali menghisap rokok yang terselip di jemarinya. "Waktu berjalan cepet banget di sana. Kek satu hari dua puluh empat jam itu ga cukup. Tapi aku udah terbiasa. Jadinya kaget deh pas balik ke Indo yang semuanya serba santai kayak di pantai, ha ha ha."
KAMU SEDANG MEMBACA
First Couple (from AU "cowokku")
RomanceAya bertekad memutus rantai kemiskinan keluarganya di dirinya dengan cara mencari pacar orang kaya. Namun dirinya justru terjebak hubungan mutualisme dengan Eja, si op warnet yang cuek.