Dengan berat hati Eja melepas ujung jemari Aya yang sedari tadi telah ia genggam itu. Perpisahan itu terjadi di ambang pintu apartemen milik Eja. Tempat tinggal baru untuk Aya sudah didapatkan serta telah dibayar lunas di muka oleh Eja, maka sekarang Aya ingin kembali ke kosnya untuk mengambil sisa barang-barangnya.
"Aku temenin aja ya, yank," rengek Eja sembari bersandar lemas ke pintu apartemennya.
"Aku sendiri aja. Sebentar doang kok. Habis ambil barang, salam-salaman bentar sama penghuni kos, terus aku balik kesini. Kita ke apartemen baruku barengan nanti. Gimana?"
Eja menganggukkan kepalanya pelan, sebenarnya ia masih tidak ikhlas Aya tak memberinya izin untuk ikut. "Bye, ayank," ucap Eja sambil terus mengawasi Aya yang turun dari lift. Ia melambaikan tangan ke arah sang gadis hingga akhirnya pintu lift tertutup dan membawa Aya turun dari bangunan itu.
Eja masih berdiri di ambang pintu apartemennya bahkan setelah beberapa menit kepergian Aya. Setelah dirasa cukup, Eja beranjak dari posisinya dan siap menutup pintu. Namun ia dikejutkan dengan kehadiran sepupunya di sana, Refal.
"Can we talk? (bisakah kita berbicara?)" Tanya Refal sambil tersenyum tipis.
Sejujurnya Eja tak mau, namun entah apa yang mendorongnya saat itu sehingga ia melebarkan kembali pintu apartemennya dan membiarkan Refal masuk kesana.
"Shit! (Sialan!)" Ia menggerutu tatkala sudah menyadari atas kecerobohannya yang membuat Refal masuk. Namun apa mau dikata, yang bisa dilakukan Eja saat ini adalah menutup pintu serta segera menemui Refal yang sudah berada di kediamannya.
Di dalam apartemen, Eja mendapati Refal sudah duduk di sofa, tepat di bekas di mana tadinya Aya duduk. Hal itu semakin membuat Eja kesal namun ia berusaha semaksimal mungkin untuk terlihat biasa saja.
"Lo mau ngapain?"
Refal menaikkan bahunya pelan, ia tak langsung menjawab pertanyaan Eja barusan. Ia melihat-lihat sekeliling ruangan itu dengan seringai tipis di wajahnya. "Mampir," ucap Refal. Ia mengganti posisi kakinya menjadi lebih santai lalu menatap ke arah Eja yang masih berdiri di depannya. "Gue kesini karena deket dari pabrik."
"Gue ga suka basa-basi. Lo mau apa?"
"Oh my God, chill. (Astaga, tenanglah). Enakin aja dulu. Tegang amat lo. Padahal Aya nginep di sini tadi malem. Dia ga bisa bikin lo enak apa?"
Emosi Eja meledak di ubun-ubunnya. Ia bergerak mendekati Refal dan langsung menarik kerah kemeja hitam yang tengah dikenakan sepupunya itu. Kemarahan jelas terlihat pada mata Eja yang saat itu jaraknya begitu dekat dengan mata Refal. "Stop talking shit about my girlfriend (Berhenti bicara tentang pacar gue)," kata Eja dengan penuh penekanan. Kemudian ia mendorong tubuh Refal sembari melepaskan pegangannya pada baju laki-laki itu.
"Girlfriend?" Refal mengulangi dengan nada remeh. "Gue pacaran sama dia bertahun-tahun, gue tahu betul Aya itu cewek kayak apa."
"You didn't even know her at the point you missed so many facts about her. Now you act like you really know her... so dumb (Lo bahkan ga kenal dia sama sekali sampai-sampai lo ga tahu banyak fakta tentang dia. Sekarang lo malah bersikap seakan lo bener-bener kenal sama dia... Dasar bodoh)."
Refal terkekeh. Ia memandang Eja sejenak sebelum akhirnya ia berjalan mendekati Eja dan berdiri tepat di belakangnya. "Gue tahu soal lo cuma pacaran pura-pura sama dia. Bayangin kalo Nenek tahu soal ini."
Secara teori, Eja menyadari bahwa ia dan Aya memang masih belum berpacaran. Namun secara praktik, bukankah ciuman sudah menunjukkan bahwa dua orang sudah di dalam hubungan yang serius? Apalagi mengingat Eja sudah berciuman dengan Aya sebanyak dua kali.
KAMU SEDANG MEMBACA
First Couple (from AU "cowokku")
RomansaAya bertekad memutus rantai kemiskinan keluarganya di dirinya dengan cara mencari pacar orang kaya. Namun dirinya justru terjebak hubungan mutualisme dengan Eja, si op warnet yang cuek.