"Mereka nggak benci kamu." Jawab Farid getir. Perasaan sesak tiba-tiba hadir. Ia merasa marah karena Nadi harus memiliki anggapan seperti itu di usianya yang masih kecil.
Sedangkan Nadi hanya diam. Kentara tak percaya dengan perkataan Farid, di saat selama ia hidup ia tak pernah mendapat perlakuan baik dari kakek neneknya.
"Nenek sama Kakek marah ke Ayah, bukan ke kamu. Dulu Ayah buat kesalahan besar dan sampai sekarang mereka masih nggak nerima kesalahan Ayah. Maaf karena kesalahan Ayah buat Kakek sama Nenek ikut kesal juga ke kamu, tapi mereka sayang kok ke kamu." Jelas Farid lagi, berusaha membuat Nadi mengerti dan bisa menerimanya.
"Kesalahan?" Gumam Nadi.
Farid meringis sejak, "Iya. Dulu Ayah anak nakal dan selalu bantah omongan Kakek Nenek."
"Kesalahan Ayah.. karena nikah sama Ibu?" Tanya Nadi pelan membuat Farid langsung tersentak. Anak itu.. bagaimana mungkin punya pemikiran seperti itu?
"Maksud kamu?" Tanya Farid tak percaya.
"Harusnya Ayah nggak nikah sama Ibu, terus aku nggak lahir, kan?" Nadi mengalihkan tatapannya, ia menunduk memainkan jari tangannya.
Mendadak Farid kehabisan napas. Ia tercekat, karena tak menyangka akan mendapat pertanyaan seperti itu dari Nadi.
"Ng..nggak. Kamu salah." Sangkal Farid. Ia pun mendekat ke arah Nadi dan menggenggam kedua tangan mungilnya. "Nadi.." panggilnya pelan. "Kamu punya pemikiran kayak gitu dari mana? Itu nggak benar."
"Aku.." Nadi mengangkat kepalanya dan menatap Farid sendu. "Aku denger dari orang-orang."
"Orang-orang siapa?" Desak Farid. Sungguh, selama ini ia selalu berusaha menutupi kehidupan dahulunya dari siapapun. Termasuk Nadi. Ia tak ingin Nadi memiliki pandangan bahwa ia awalnya adalah anak yang tidak diinginkan. Ia juga tak ingin tahu bahwa Nadi tidak diterima oleh keluarganya dan keluarga alm istrinya. Ia tak ingin Nadi merasakan perasaan tertolak itu. Pun ia juga tak ingin Nadi membencinya dan Binar, karena harus memiliki orang tua yang buruk.
"Siapa yang bilang begitu, Nadi?" Tanya Farid lagi ketika ia tak kunjung mendapatkan jawaban apapun dari anaknya.
"Waktu kumpul keluarga besar pas lebaran. Aku denger Nenek ngomong sama keluarga yang lain." Jelas Nadi pelan.
"Kapan?"
Nadi menggeleng pelan, "Lupa. Mungkin pas lebaran dua tahun lalu."
Dan Farid pun langsung lemas. Selama ini berarti Nadi memiliki pemikiran seperti itu? Bagaimana mungkin anaknya bisa memendam perasaan itu selama ini?
"Kenapa kamu nggak bilang ke Ayah dari dulu." Ujar Farid mencoba tenang.
Nadi menunduk kembali sembari memainkan jari tangannya yang masih digenggam Farid. "Ayah sibuk." Gumamnya pelan.
Dan jawaban itu pun hanya membuat perasaan bersalah Farid semakin menumpuk. Ia mengerjapkan matanya, berusaha menghalau air mata yang akan keluar.
"Mulai sekarang Ayah bakal ngurangin pekerjaan, jadi kalau ada apa-apa kamu bisa bilang ke Ayah." Farid tak bisa menyangkal bahwa ia memang tak memiliki waktu banyak bersama Nadi. Ia bekerja dari Senin sampai Sabtu dan selalu pergi bekerja bersamaan dengan Nadi yang juga akan berangkat sekolah. Ia juga selalu pulang malam dan Nadi sudah mendekam di kamar. Ia hanya bertemu Nadi di hari Minggu, itu pun mereka tak pernah menghabiskan waktu bersama karena Farid akan sibuk dengan me time nya sendiri. Tiba-tiba Farid menyadari bahwa ia benar-benar tak becus menjadi seorang ayah. Tak mengherankan bahwa Nadi sangat tertutup padanya, karena ia pun tak pernah meluangkan waktu untuk bersama anak itu. Farid hanya terus merasa bersalah pada Nadi, tanpa benar-benar berusaha memperbaiki keadaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nadi | Seri Family Ship✅️
General FictionFarid melakukan kesalahan besar saat masa remajanya, dan mau seberapa besar usahanya untuk memperbaiki keadaan, semuanya tetap sama. Ada korban atas kesalahan bodohnya; Nadi. Begitu Farid memanggilnya. Dan hanya dengan melihat Nadi, perasaan bersal...