[19]

1K 112 2
                                    

"Gimana?"

Baru saja Farid masuk rumah, Fara sudah menodongnya. Ia hanya diam dan duduk di ruang tengah. Di ruangan ini semua orang berkumpul. Dewi dan Irwan sedang menonton tv, sedangkan Nadi dan Edo sedang bermain game di ipad milik Fara.

"Kirain Mama bakal pulang lama. Gimana tadi?" Dewi pun ikut bertanya. Fara, Dewi dan Irwan memang sudah tahu bahwa hari ini Farid berkunjung ke rumah Naira.

"Nanti Farid cerita, lagi capek banget sekarang."

"Ditolak, ya?" Tebak Dewi langsung.

"Ma, nggak mungkinlah, orang Naira juga setuju nikah sama Farid." Sanggah Fara.

Mendengar nama Naira disebut, Nadi yang tadinya sedang asik melihat Edo yang bermain games langsung mendongkak, ia menatap Farid yang menghindari tatapannya.

"Terus kenapa wajahnya lesu gitu?" Irwan ikut bersuara.

Farid diam sejenak. Ia lalu memanggil Nadi. "Beliin Ayah kopi sama roti di supermarket depan komplek, ya." Ucapnya sambil menyerahkan selembar uang.

"Beli di warung depan aja, biar deket." Saran Fara.

"Kopi kesukaanku nggak ada di warung depan, Mbak. Nggak apa-apa, sekalian Nadi jalan-jalan. Kalau mau jajan, pake aja kembaliannya."

Nadi sedikit mengernyit, heran karena Farid jarang meminta tolong seperti ini padanya. Namun, ia tak membantah. Tanpa kata, ia pun keluar rumah sambil mengajak Edo untuk ikut bersamanya.

"Sengaja ya?" Tebak Fara langsung. "Kenapa? Nggak mau Nadi dengar?"

Farid diam, berusaha menenangkan dirinya. "Tadi ketemuannya lancar, tapi mungkin Bapaknya Naira butuh waktu buat memutuskan." Ucap Farid akhirnya. Jujur, ia sudah menduga kemungkinan akhir yang seperti ini, sayangnya ia tak begitu menyiapkan mentalnya sendiri. Karena begitu ia ditolak tadi, rasanya sangat menyakitkan.

"Bapaknya nggak merestui karena kamu duda, kan?" Dewi bertanya dengan nada tak suka.

"Bapaknya belum bilang merestui atau nggak, Ma, tapi mungkin lagi butuh waktu untuk berpikir lagi." Jawab Farid berusaha menenangkan.

"Ya itu tuh karena status kamu, pastilah beliau mikir-mikir. Mama bilang juga apa?" Dewi mendengus kasar.

"Ma, tapi kan belum ada jawaban pasti." Fara ikut menenangkan.

"Status Farid itu pasti jadi pertimbangan yang berat, apalagi anaknya segede Nadi." Bantah Dewi. "Mama bilang juga apa, Farid? Mama itu tahu yang terbaik buat kamu. Seharusnya dari awal kamu nggak usah jujur mengenai status kamu. Nadi biar jadi urusan Mama."

"Ma, tapi kan nggak mungkin kayak gitu. Gimana pun juga Nadi anak Farid." Farid menatap Dewi memelas. Sungguh, ia tak suka berada situasi seperti ini. Ia tak suka jika Dewi sudah mulai mengintimidasinya seperti ini.

"Mama kamu benar." Ujar Irwan ikut menimpali. "Seharusnya dari awal kamu nggak usah melibatkan Nadi."

"Pa.." Farid menatap Irwan kecewa. Selama ini, Irwan memang cenderung tidak peduli padanya dan Nadi. Lelaki itu tak pernah ikut campur jika Dewi mulai bertengkar dengannya ataupun saat Dewi memarahi Nadi. Irwan tak peduli dan tak pernah berusaha menolong mereka. Dan Farid lebih memilih Irwan yang tetap tak peduli daripada ikut memihak Dewi.

"Selama ini Papa memang diam, karena rasanya sejak kamu nikah sama Binar, Papa udah bener-bener kecewa dan memutuskan buat nggak peduli lagi dengan kamu. Tapi Papa juga masih pingin kamu hidup lebih baik, dan Papa setuju kalau seharusnya kamu nggak usah melibatkan Nadi. Anak itu cuman kesalahan di masa lalu kamu. Lagian dia udah besar. Dia bisa hidup sendiri, asal kamu tetap rutin ngasih uang ke dia. Anak itu juga mandiri dan nggak pernah aneh-aneh."

"Nadi memang kesalahan di masa lalu Farid, tapi Nadi tetap tanggung jawab Farid, kan?"  Farid menatap keduanya nanar. Dadanya terasa sesak. Ia sudah terlalu sering diintimidasi seperti ini. Ia sudah mulai merasa lelah meyakinkan orang tuanya bahwa Nadi tetap harus menjadi tanggung jawabnya.

"Kamu sudah bertanggung jawab, Farid. Kamu membiarkan dia lahir, ngehidupin dia, kamu kasih makan dia, dan biayain dia sekolah. Kamu udah cukup bertanggung jawab sebagai ayah." Ucap Dewi. "Sekarang waktunya kamu fokus ke kehidupan kamu sendiri. Punya keluarga baru, istri dan anak."

"Tanggung jawab kan nggak sekadar materi, Ma. Nadi juga berhak dapat kasih sayang dari Farid. Sama seperti Mama dan Papa yang nggak cuman ngasih materi ke Farid. Mama bilang sayang ke Farid dan ingin Farid hidup lebih baik kan? Sama. Farid pun ingin Nadi disayang dan punya kehidupan yang baik."

"Tapi kamu dan Nadi itu beda. Nadi dan anak-anak lain itu beda."

"Maksudnya?"

"Kamu dan anak-anak lain itu diinginkan. Kehadiran mereka dinanti. Mereka lahir karena memang kedua orang tuanya mau. Tapi Nadi nggak, kan?"

Farid memejamkan matanya. Ia mengusap wajahnya, berusaha menenangkan dirinya sendiri. Fara yang duduk di sebelahnya pun mengusap punggungnya pelan.

"Nadi juga bukan cucu yang diinginkan sama Mama." Lanjut Dewi.

Farid tahu bahwa kesalahannya di masa lalu sangat fatal. Tapi sekarang ia sudah berusaha untuk berdamai dan bertanggung jawab atas semua kesalahannya. Namun, mengapa kedua orang tuanya seperti ini? Mengapa mereka tak berusaha menerima dan berdamai dengan kesalahan yang ia buat juga. Sungguh, ia sudah sangat capek. Ia hanya ingin hidup damai bersama anaknya, tapi mengapa harus sesulit ini?

"Maaf karena udah mengecewakan Mama dan Papa sejauh ini." Farid menunduk. "Kalau Mama sama Papa masih belum bisa nerima kesalahan Farid, nggak apa-apa. Ini konsekuensi atas perbuatan Farid sendiri. Tapi Nadi akan terus menjadi urusan Farid. Dan masalah Mama Papa dengan Farid, bukan dengan Nadi. Jadi, Farid mohon untuk bisa lebih berlaku baik ke Nadi. Makasih juga karena udah sayang dan berharap kehidupanku lebih baik, tapi Farid benar-benar nggak bisa melepas Nadi. Farid harap, Mama dan Papa bisa mengerti."

Suasana pun tampak hening sejenak. Farid masih menunduk, berusaha menahan sesak yang terus menghinggapi dadanya.

"Terus kamu maunya gimana, Farid?" Tanya Irwan setelah mereka sama-sama terdiam.

"Farid nggak akan melepaskan Nadi. Farid cuman akan menikah kalau kondisi Farid diterima."

"Jadi, kalau Bapaknya Naira nggak merestui, kamu bakal melepas Naira. Gitu?" Tanya Dewi yang langsung diangguki oleh Farid.

Dewi pun langsung menghela napas berat. Ia lalu beranjak dari sana. Sama seperti Farid, ia pun capek menghadapi anaknya.

Nadi | Seri Family Ship✅️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang