bab 4

135 15 4
                                    

Seokjin merebahkan tubuhnya pada ranjang dengan kedua telapak tangannya yang ia jadikan bantalan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seokjin merebahkan tubuhnya pada ranjang dengan kedua telapak tangannya yang ia jadikan bantalan.
Sang pria seolah membiarkan tubuhnya tenggelam dalam rasa nostalgia, dinginnya kasur menjadi penggambaran bahwa tempat ini lama tak terjamah.
Seharusnya tempat ini sekarang menjadi tempat dimana kebahagiaannya berkumpul.

Bayangan kaki-kaki kecil yang terus berlarian menjelajah tempat ini kini hanya menjadi angan semata.
Yang ada hanya bayangan dari kepingan masa lalu ia bersama Hana saat mereka membeli tempat ini.

Seokjin masih ingat dengan jelas bagaimana antusiasnya Hana saat merapikan setiap sudut tempat ini.
Bahkan foto prewedding yang dulu di pasang Hana masih terpajang kokoh pada dinding kamar mereka, tanpa sedikitpun niat Seokjin untuk memindahkannya.

Obrolannya bersama Hana waktu itu masih terus berputar dalam ingatan, bagaimana mereka sama-sama berandai-andai bahwa mereka akan merajut masa depan di tempat ini bersama keturunan mereka kelak.
Namun semuanya hanya angan, semua itu ikut lebur terkubur bersama tubuh wanitanya.

Seokjin lantas merubah tubuhnya untuk menyamping, menghadirkan bayangan Hana yang tengah berbaring dengan peluh keringat usai percintaan panas mereka.
Bukan sesuatu yang tabu bagi keduanya dengan hubungan semacam itu, bagi keduanya tak masalah toh mereka tak pernah bermain-main dengan hubungan yang terjalin.
Mungkin seharusnya sekarang ia sadar, bahwa apa yang dulu ia lakukan adalah sebuah kesalahan besar, sikapnya terlalu berani berandai tentang masa depan, tanpa ingat bahwa mereka bukanlah tuhan. Dimana hanya sang pencipta lah yang memegang mutlak perkara itu.

"Jangan terlalu percaya diri dengan masa depan yang belum pasti." Ungkapan temannya yang bernama Yoongi memang benar.

"Na, aku rindu." Bayangan sang wanita melebur bersama air mata yang perlahan mengucur.
Tempat ini selalu menjadi saksi dimana Seokjin meleburkan rasanya.
Tak pernah ada yang mengerti akan kondisinya, mereka hanya memaksa agar ia bangkit tanpa mau tahu sebesar apa luka dalam hatinya.
.
.
.
Brak...

Yoongi meletakkan beberapa berkas yang harus Seokjin periksa sebelum di tanda tangani, wajahnya terlihat jengkel pada sosok mayat hidup yang sayangnya merupakan atasannya ini.

"Lain kali sekalian saja kau tak usah masuk kembali, tanggung sekali kau menghilang tanpa kabar selama tiga hari dan melimpahkan semua pekerjaan mu padaku. Awas saja jika gaji ku bulan ini hanya mentok di UMR." Oceh Yoongi, sosok yang biasanya pendiam mendadak menjelma ala-ala ibu kompleks yang tengah mendumel karena kelakuan anaknya.
Mau bagaimana lagi, Yoongi terlanjur jengkel pada Seokjin.

Sementara sang tersangka hanya mendengus, sembari menarik salah satu berkas yang mesti ia periksa itu.

"Iya, nanti aku akan menambah sedikit gajimu."

"Cih, atas semua kerja kerasku kau hanya akan menambah sedikit. Pelit sekali kau ini bung." Yoongi belum puas untuk mengeluarkan semua kekesalan. Kalau bukan karena Kim Seokjin adalah atasannya mungkin saat ini ia sudah mencincang daging sang pria dan membiarkan sisi psikopat dalam dirinya bertindak liar.
Ya, siapa yang tak kesal selama tiga hari Seokjin pergi tanpa kabar hingga membuat dirinya sebagai sekertaris yang merangkap sebagai asisten pribadi harus bisa menghandle semua pekerjaan Seokjin.
Dari mulai meeting, bertemu klien bahkan pekerjaan yang sebelumnya belum pernah ia handle.
Tidak saja Yoongi menjadi avatar yang bisa mengendalikan semua elemen.

Epiphany (Terbelenggu Rasa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang