bab 12

123 11 5
                                    

Update kemalaman, jangan salahin aku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Update kemalaman, jangan salahin aku. Salahkan wattpad yang sejak tadi elor susah di buka.

Selamat membaca....

Setidaknya dulu ia pernah bergelayut manja pada
Lengan kekar yang dengan senang hati akan merangkulnya.
Pernah pula merengek sekedar ingin dibelikan mainan. Atau merajuk karena menu makan malam yang tak sesuai permintaan.

Dulu sekali, ia pernah mencari perlindungan dengan berlari ke kamar kedua orangtuanya dari ketakutan karena hujan deras bersama guntur yang saling bersahutan.
Tapi kini semua telah berbeda, tak ada orang lain yang bisa ia jadikan perlindungan dan hanya bisa mengandalkan dirinya sendiri untuk melawan ketakutan.

Andai ia tak malu pada usianya, mungkin saat ini Jisoo tengah menangis meraung meminta pertolongan. Jisoo itu sejak dulu terlalu penakut jika dihadapkan dengan kilatan petir yang membawa gemuruhnya, bahkan saat inipun masih sama.
Jika saja tadi Jisoo tidak ceroboh dengan memastikan bahwa cuaca hari ini tak akan turun hujan hingga sore.  Mungkin ia tak akan terjebak sendiri di halte bus yang sudah lama tak beroperasi ini. Di tambah dengan ponselnya yang kehilangan daya karena semalam lupa mengisi baterai.

Meskipun begitu, ia tak menyesal untuk datang ketempat ini. Karena ini adalah satu-satunya cara ia bisa mengurai rindu yang tiada akhir untuk kedua orangtuanya.
Wajahnya ia sembunyikan diantara lipatan paha saat satu kilatan cahaya membelah langit disertai satu suara yang terasa memekakkan telinga.
Tubuhnya kian bergetar takut, ditambah hawa dingin yang kian menambah rasa tak karuan.
Jisoo hanya bisa berharap hujan ini segera usai, dan ia bisa kembali ke rumah sebelum langit kian menggelap.
Ia kian merapatkan pelukan pada tubuhnya seolah itu merupakan satu bentuk perlindungan diri.
Wajahnya perlahan terangkat saat menyadari sebuah mobil berhenti di sekitarnya, sekaligus mengambil  sikap waspada untuk meminimalisir kejadian yang tak diinginkan.
Ia meneliti sosok pria yang baru saja keluar dari mobil yang tadi pria itu tumpangi menggunakan payung, wajahnya tersamarkan karena hujan deras yang menimpa. Tapi Jisoo cukup mengenali siapa sosok itu.
"Kenapa tak izin  jika ingin pergi?"  Baru saja saling berhadapan tapi Seokjin langsung menghadirkan intimidasi hingga membuat Jisoo hanya menunduk.
"Maaf  ." Lirihnya terdengar samar.
Hingga satu dengusan lolos dari birai tebal milik Seokjin.
"Apa gunanya punya ponsel jika seperti itu?"
Jisoo merogoh tas selempang yang ia gunakan kemudian memperlihatkan layar ponselnya yang mati total dihadapkan Seokjin.
"Aku lupa mengisi baterai." Jangan tanya bagaimana ekspresi Seokjin, lelaki yang memiliki kesabaran setipis tisu itu sudah jengah. Beberapa waktu lalu ia panik karena tak mendapatkan Jisoo di rumah belum lagi ponsel milik wanita itu yang tak bisa dihubungi membuatnya harus menebak-nebak tempat mana kira-kira yang berkemungkinan dikunjungi Jisoo. Bahkan sebelum sampai di tempat ini terlebih dulu ia mengunjungi dua tempat lainnya. Dan lihatlah, tanpa merasa bersalah Jisoo menunjukkan kecerobohannya.
"Cuaca sekarang tak menentu, kau ini ceroboh sekali. Merepotkan!" Berharap apa dari lelaki kutub ini? Tidak bisakah Seokjin mengatakan kalau dia khawatir meski Jisoo tahu itu sebuah kebohongan.
"Ayo pulang!"  Tanpa aba-aba Seokjin merangkul bahu sang istri untuk bergabung bersamanya menggunakan payung dan berjalan beriringan menuju ke arah mobil milik Seokjin yang terparkir hingga membuat Jisoo tertegun sejenak, detak jantungnya bahkan bertalu amat keras seolah mengalahkan suara guntur yang masih saling bersahutan. Tidak bisakah waktu berhenti berputar pada adegan sederhana ini?
"Ah sial!" Hingga umpatan yang keluar dari birai Seokjin kembali membawa Jisoo pada dunia nyata.
"Ban mobilnya kempes." Lanjutan kalimat Seokjin menjawab pertanyaan dalam benak Jisoo. Terlihat satu ban mobil milik Seokjin mengalami kebocoran di bagian belakang. Dan sialnya Seokjin tak memiliki ban cadangan.
"Aku harus telpon bengkel dulu." Entah sadar atau tidak, Seokjin kembali merangkul pundak Jisoo untuk kembali berteduh diarea halte.
Usai meletakkan payungnya, Seokjin kemudian mengambil jarak sembari menekan tombol pada ponselnya.
Sementara Jisoo hanya memperhatikan punggung lelaki itu yang tengah berbincang dengan orang yang dihubungi.
Hingga tak beberapa lama lelaki itu kembali berbalik sembari membuka jas yang ia gunakan, dan menyerahkan nya begitu saja pada Jisoo hingga membuat wanita itu lagi-lagi terkejut dengan sikap tiba-tibanya.
"Pakailah dingin." Tak berniat membantah, Jisoo meraih jas yang Seokjin ulurkan dan menyampirkan pada pundaknya.
Wangi parfum yang tertinggal di jas milik Seokjin akan ia ingat dan menjadikannya bau yang paling ia sukai.
Seokjin mendudukkan dirinya di samping Jisoo yang terhalang satu kursi, tak ada perbincangan diantara keduanya. Suara hujan yang bergemuruh menimpa atas halte menjadi pengiring dari kebisuan.
Satu jam mereka harus menunggu pihak bengkel. Tubuh Seokjin mulai menggigil kedinginan, seharusnya mereka menunggu di mobil saja tadi.
Baru saja hendak merealisasikan idenya, niatnya urung begitu saja saat melihat wanita di sampingnya yang kini terlihat sudah memejamkan mata dengan kepala yang bersandar pada sandaran kursi sangat terlihat tak nyaman.

Epiphany (Terbelenggu Rasa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang