bab 18

78 12 7
                                    

Akhirnya setelah sekian purnama bisa update juga😂

Seokjin berdiri diambang pintu, beberapa meter di depannya Jisoo menanti di ujung meja makan dengan senyuman yang beberapa hari ini selalu menjadi sebuah sambutan untuk kedatangannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seokjin berdiri diambang pintu, beberapa meter di depannya Jisoo menanti di ujung meja makan dengan senyuman yang beberapa hari ini selalu menjadi sebuah sambutan untuk kedatangannya.
Berbagai hidangan tak pernah absen untuk mengisi penuh setiap inci meja.
Tak jarang Seokjin kagum dengan keahlian Jisoo dalam berkutat dengan menu-menu masakan yang berbeda setiap harinya.

"Mau langsung makan?" Jisoo bertanya pada pria yang kini berdiri di depannya.
Hingga Seokjin mengangguk,  kemudian sang wanita meraih tas kerja yang sedari tadi belum Seokjin lepaskan, lalu menyimpan pada tempat semestinya.

Lengan kemejanya ia gulung hingga siku, setelah mencuci tangan dengan air yang telah Jisoo sediakan Seokjin kemudian mulai menyantap hidangan yang memang selalu cocok dilidahnya.
Tak dapat di pungkiri, bahwa semakin hari Seokjin menjadi semakin merasakan ketergantungan terhadap Jisoo. Pasalnya wanita itu selalu memastikan kebutuhan Seokjin terpenuhi hingga perkara sekecil apapun.

Beberapa menit kemudian Jisoo ikut bergabung, senyumnya tak pernah luntur saat bagaimana ia melihat Seokjin dengan lahap memakan masakannya.

"Bagaimana hari ini?" Sebuah pertanyaan sederhana yang selalu ia nantikan setiap harinya terlontar dari Seokjin.
Kalimat sederhana tapi dampaknya luar biasa bagi Jisoo. Serasa bagai satu obat dari lelahnya menjalani hari.

"Seperti biasa, tapi hari ini ada yang istimewa sedikit." Seokjin suka, bagaimana antusiasnya Jisoo dalam menceritakan kesehariannya. Bagaimana ekspresi wanita itu tersenyum saat menceritakan setiap bagian yang membuatnya ikut bahagia.

"Aku bertemu dengan teman-teman kuliahku, aku tak ingat kapan terakhir kali aku bertemu mereka. Mungkin Jika dihitung sekitar tiga tahun lalu, saat kita wisuda." Seokjin memusatkan semua perhatiannya pada Jisoo yang melanjutkan cerita.
Jika diperhatikan senyum itu sedikit mirip seperti...

"Mereka berencana akan mengadakan reuni." Tutup Jisoo pada ceritanya. Seokjin mengangguk, meski ia tak menyimak secara keseluruhan dari cerita Jisoo.

"Datanglah, aku rasa itu ide yang bagus."  Tanggapan yang singkat, namun cukup memuaskan bagi Jisoo.
Jisoo tak ingat kapan terakhir kali ia bisa sebahagia ini, rasa yang telah lama ia jaga perlahan mendapatkan balasan semestinya.

Meski jika dilihat dari sudut pandang Hana, ia bisa saja di sebut antagonis. Dari bagaimana ia memiliki rasa pada Seokjin sejak Hana masih bersama suaminya.
Ia tak akan marah jika di sebut orang ketiga dalam kisah mereka, tapi jika diingat kembali bagaimana kesabaran yang telah ia bentangkan hanya untuk sebuah balasan sederhana seperti ini dari Seokjin rasanya kalimat itu tak adil untuk Jisoo.

Seokjin kemudian menyerahkan satu kartu kredit berwana hitam di hadapan Jisoo, hingga membuat gadis itu mendongak dengan ekspresi tak paham.

"Gunakan kartu ini untuk membeli apapun yang kau butuhkan untuk acara reuni itu," Ucap Seokjin.

"Aku rasa tak perlu kak, aku bisa gunakan baju yang sudah aku punya." Jisoo menolak, ia tidak terbiasa di perlakukan seperti ini apalagi secara mendadak.

Seokjin lantas berdehem, tipe pria yang irit bicara akan terkesan canggung saat harus melontarkan banyak kalimat.

"Gunakanlah, kau istriku sudah sepantasnya aku mencukupi semua kebutuhanmu." Seokjin sadar, selama pernikahan ia tak pernah berpikir apakah Jisoo pernah membeli baju atau pelengkapan pribadinya. Selama ini ia hanya mentransfer uang untuk belanja, meski itupun tidak bisa di bilang kecil namun ia juga tak memastikan bahwa uang itu cukup untuk semua kebutuhan Jisoo.

"Tapi aku juga masih memiliki uang yang bulan ini kakak kirim, dan jumlahnya juga masih banyak." Tolak Jisoo kembali secara halus.

"Gunakan kartu ini, uang yang aku transfer bulan ini itu untuk kebutuhan rumah tangga. Beli baju, tas, bahkan sepatu dan apapun yang kau inginkan dengan kartu milikku." Ucap Seokjin penuh penekanan sebagai isyarat bahwa ia tak ingin di bantah.
Setelah memastikan Jisoo akan mengikuti perintahnya, Seokjin kemudian beranjak menuju kamar untuk membersihkan diri.
Tolong sadarkan Jisoo bahwa ia memang tak sedang bermimpi.

Jisoo tak biasa berada di tempat keramaian seperti seorang diri, dimana setiap langkahnya terlihat ragu meski ia sudah berusaha semaksimal mungkin agar terlihat biasa saja.

Satu persatu toko ia jajaki demi mencari barang yang ia butuhkan, tak perlu bermerk atau branded yang terpenting nyaman untuk ia gunakan.
Seokjin pun tak akan kaget dengan nominal tagihannya karena Jisoo tak banyak menguras hartanya.

Matanya tak henti menjelajah, menelusuri setiap barang yang dijajakan di tempat ini.
Segaris senyum ia tarik, meski ada rasa tak nyaman tapi ia tetap bahagia. Sudah sekian lama ia tak menikmati waktu-waktu seperti ini.
Memanjakan dirinya untuk berbelanja dan berbagai hal lainnya.

"Chu..." Hingga sebuah panggilan membuatnya lekas berbalik. Sosok pria yang hampir dua Minggu ini tak ia temui dan entah untuk alasan apa.

"Taehyung," lirihnya serasa menatap lelaki itu berjalan mendekat ke arahnya bersama seorang wanita yang  Jisoo ingat bernama Karin.

"Hay kak?" Sapa Karin tak kalah ramah.

"Hay... " Jisoo tersenyum cantik

"Sedang apa Chu? Tumben sekali."
Jisoo memberengut,  Taehyung berkata seolah menyindir dirinya yang anti sosial.
Ekspresi yang dihasilkan dari candaannya justru menghadirkan senyum penuh kepuasan pada wajah sang pelaku.

"Berbelanja, kau pikir apa lagi? Lalu kau sedang apa?" Ucap Jisoo terdengar ketus tapi sejujurnya ia hanya berpura-pura.

"Kami akan makan siang." Jawab keduanya secara bersamaan, hingga Jisoo mengangguk paham mengingat saat ini adalah jamnya.
.
.
.
"Kemana selama ini Chu?" Pertanyaan Taehyung terlontar saat mereka berada di dalam mobil.
Taehyung memutuskan untuk mengantar Jisoo pulang ke rumah setelah memastikan Karin kembali ke kantornya dengan selamat.

"Seharusnya aku yang bertanya seperti itu Tae, kau kemana selama beberapa Minggu ini. Kau seolah menghindari ku setiap mengajakmu makan siang. Bahkan kau masih mengabaikan pesan terakhir yang aku kirimkan tiga hari lalu." Ucap Jisoo kemudian.

"Maaf Chu, kau tau kan kalau aku sedang merintis karir ku. Ya meskipun di kantor ayah, tapi aku harus tetap profesional." Ucap Taehyung tak sepenuhnya berbohong. Demi menghindari Jisoo, ia banyak menyibukkan waktunya untuk bekerja.
Bukan tak ingin, atau tak rindu tapi ia hanya ingin menjaga hatinya agar tak meradang kian dalam.

"Bagaimana hubungan kalian?" Ucap Taehyung kemudian untuk mengalihkan pembicaraan, meski sejujurnya ini bukan pembicaraan yang ingin ia bahas.

"Sejauh ini semua semakin membaik, meski masih sedikit interaksi antara kami, tapi setidaknya tak secanggung dulu. Kita hanya perlu waktu."

Taehyung menganggukkan kepalanya paham, sedikit sakit tapi ia harus terbiasa.

"Kau dan Karin?" Jisoo kemudian bertanya, sedikit penasaran dengan kisah asmara diantara mereka.

"Kami hanya makan siang biasa ji," tutur kalimat lembut Taehyung.

Hingga tanpa terasa mobil milik Taehyung sudah terparkir diarea pekarangan rumah yang menjadi tujuan mereka.

"Mau mampir?" Tawar Jisoo.

Taehyung lekas menggeleng sebagai jawaban.

"Aku harus kembali ke kantor." Putus lelaki itu kemudian melajukan kembali kendaraannya menuju jalan raya setelah mengucapkan sekedar salam perpisahan pada Jisoo.

Selama dalam perjalanan ia hanya banyak merenung, cara menghindari Jisoo yang selama ini ia lakukan ternyata belum berdampak apapun.

Berada di dekat Jisoo membuat perasaannya masih terasa sama.
Taehyung lupa, jangankan hanya dua Minggu selama dua tahun pun ia pernah dan selama itu tak ada yang berubah.

Epiphany (Terbelenggu Rasa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang