03 - Mengasingkan Diri

24 1 0
                                    

Ada beberapa tempat favorit yang sering dikunjungi Guntur ketika pikirannya sedang kalut. Dia biasa mengasingkan diri di Orchid Forest, duduk sambil melamun di tengah-tengah hutan, atau menghirup udara sejuk sambil melihat warna-warni tanaman bunga di Rainbow Garden.

Siang itu hari kamis selepas mengajar di sekolah, Guntur mampir dulu ke taman hutan tersebut. Apabila cuaca sedang cerah, pemandangan Orchid Forest tampak lebih mewah dan tidak pernah mengecewakan. Tempat itu tetap terasa sejuk, meski panas terik matahari sedang menyengat.

Tidak sekadar duduk melamun, kali ini Guntur membaca buku The Seven Principles for Making Marriage Work, karangan John Gottman. Itu adalah salahsatu bacaan kesukaannya. Halaman demi halaman buku dia lahap dengan laparnya.

Saat Guntur tengah asyik membaca buku di taman hutan itu, samar-samar terdengar suara tangisan perempuan dari arah kiri tempat duduknya. Guntur menoleh ke arah suara tangisan itu. Perempuan itu tidak sendirian, ada laki-laki di sampingnya.

Si perempuan tertunduk lemas sambil menutupi wajah dengan kedua tangannya. Sementara si laki-laki berdiri sambil berkacak pinggang, menunjuk-nunjuk kearah si perempuan, raut wajahnya memerah.

"Udah, lo nggak usah nangis! Percuma, nggak akan bisa ngembaliin kepercayaan gue," ucap si laki-laki, marah. 

Kalimat itu terdengar jelas dari kejauhan, Guntur tak sengaja mendengarkan. Memang siang itu sedang sepi, hanya ada beberapa pengunjung yang datang ke tempat itu.

"Maafin aku Yang, aku bisa jelasin." Si perempuan menjawab lirih. 

Air matanya mengalir membasahi pipinya. Dia mencoba meraih tangan si laki-laki, tapi buru-buru ditepis. Laki-laki itu seolah tak peduli melihat si perempuan terus menangis.

"Lo udah kepergok jalan sama cowok lain, terus masih bilang mau jelasin?" amuk si laki-laki, kata-katanya pedas.

"Yang, udah dong iiihhh, malu sama yang lain. Kamu kok gitu, sih." Si perempuan terus merengek, sambil menyeka air matanya beberapa kali.

"Biarin! Biarin semua orang tahu, elo cewek yang cuma manfaatin gue doang!"

"Yang, please! Kasih aku kesempatan sekali lagi aja," pintanya lirih.

Perempuan itu memohon, bersimpuh di hadapan si laki-laki.

"Nggak! Gue nggak sebodoh itu untuk percaya sama lo lagi!"

Si laki-laki meninggalkan perempuan itu sendirian. Sementara tangisnya masih belum reda. Air mata yang tersisa di pelupuknya kembali menetes jatuh ke tanah. Dia kembali tertunduk, menutupi wajah dengan kedua tangannya. Adegan perpisahan itu sungguh mirip dengan apa yang sering terjadi dalam cerita FTV.

Kalau saja Guntur cukup kreatif menyalakan ponsel, merekam adegan itu lalu mengirimnya di media sosial, maka sudah pasti langsung menyebar dan akan viral dengan seketika. Tapi Guntur tidak melakukan itu, dia sudah kenyang menyaksikan adegan-adegan yang serupa.

Kejadian itu malah membuatnya gelisah, kehidupannya seperti selalu dihantui oleh pertengkaran demi pertengkaran. Di rumah, di media sosial, dan kini di hutan. Guntur kembali mendengar dan melihatnya. Kemana lagi Guntur harus mengasingkan diri untuk mendapatkan ketenangan?

Arah jarum jam arlojinya kini sudah menunjuk angka lima, matahari mulai redup. Hawa dingin di Orchid Forest makin terasa menusuk kulit. Sekeras apapun Guntur menahan rasa lapar, perut yang belum terisi sejak siang hari itu pasti akan terasa melilit menimbulkan perih, sehingga dia memutuskan untuk bergegas pulang.

Guntur tiba di rumahnya bakda maghrib. Baru saja dia duduk di sofa ruang tengah rumahnya, ponselnya berbunyi. Ternyata ada chat masuk dari Euis.

GunturTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang