28 - Jatuh Sakit

20 0 0
                                    

Meski waktu sudah menunjukkan pukul tujuh, Guntur terlihat masih berbaring di atas kasur berbalutkan selimut menutupi tubuhnya. Padahal ini adalah hari senin, tapi dia seolah menolak untuk beranjak dari tidurnya. Tubuhnya seperti menggigil kedinginan, wajahnya sedikit pucat dan berkeringat, sama sekali tidak ada semangat yang terlihat. Sebaliknya, dia nampak lemas dan malas beraktivitas.

"Loh, elo gak masuk kerja, Tur?" tanya Agus.

"Nggak, gua lagi gak enak badan. Pusing, meriang kayaknya," jawab Guntur.

"Oalah, gua beliin bubur ya? Lo harus sarapan dulu."

"Boleh, maaf ya, gua selalu ngerepotin lo."

"Kalem, mau sekalian gua beliin obat gak?"

"Iya, beli aja Gus, sekalian nitip susu kaleng yang murni ya, nanti uangnya gua ganti."

"Siap."

Selama kurang sebelas bulan merantau di Jakarta, baru kali ini Guntur jatuh sakit. Fisiknya yang kuat, tubuhnya yang berisi dan atletis itu rupanya bisa tumbang juga oleh beban-beban yang ada dalam pikirannya. Itulah yang membuatnya mulai "melemah" akhir-akhir ini. 

Mungkin dengan istirahat sejenak, dia bisa me-recharge ulang energi dalam tubuhnya. Menikmati waktu sendirian di kosannya, mendengarkan musik yang menenangkan pikiran dan hatinya, menonton serial anime yang dia suka, memakan makanan yang dia suka tanpa harus memikirkan hal-hal yang tidak perlu dan hanya menambah beban pikirannya. Apalagi masih berharap pada seseorang yang sudah jelas tidak lagi menyimpan rasa padanya. 

Dia mulai menyesali apa yang telah terjadi. Pikirannya mulai berkelana ke masa lalu, mengingat-ngingat kembali momen-momen indah dan kebersamaannya bersama Nia dalam satu tahun terakhir.

Dia masih ingat ketika pertama kali Nia menghampirinya, menyapanya dengan sebutan, "Anak Baru" dan meledeknya seperti orang bego yang diam di pojokan ketika suasana resto sedang ramai-ramainya. 

Dia juga masih ingat ketika pertama kali Nia memperkenalkan dirinya, seolah putri keturunan bangsawan dengan gaya angkuh dan tengilnya. Dan sialnya, semakin diingat-ingat justru kenangan itu malah semakin membuatnya sakit. 

Maka dengan penuh keberanian dan kesadaran penuh, Guntur memutuskan untuk menghapus seluruh foto-foto kebersamaannya dengan Nia. Foto-foto pada saat kencan di Blok M, foto-foto pada saat berburu buku dan makan sate bareng di Kwitang, dan bahkan belasan foto selfie romantis pada saat perayaan ulang tahun Nia di kosaannya. Tak ada yang tersisa, semua telah dia delet.

Hampir saja ada setetes air mata yang tumpah, namun dengan sekuat tenaga dia menahannya. Hanya karena tidak ingin terlihat sebagai laki-laki cengeng yang paling menyedihkan di dunia. Namun sebenarnya matanya sudah berkaca-kaca, dia hanya berusaha tetap tegar dan menganggap bahwa pristiwa putus cinta adalah hal biasa yang pasti pernah dialami oleh semua orang.

Dan sekarang Guntur harus segera menghubungi Bayu untuk meminta tolong menyampaikan izin pada atasannya bahwa dia sedang ingin istirahat. Maka melalui aplikasi chat di ponselnya dia pun menulis pesan, "Bay maaf, tolong sampaikan ke Pak Wawan hari ini saya izin gak masuk dulu ya, lagi sakit." Yang tak lama langsung dibalas, "Siap Bang, nanti disampaikan, cepet sembuh, Bang."

Ada Agus yang juga sudah kembali. Dia membawa pesanan yang diinginkan Guntur. Ada bubur ayam untuk sarapannya, susu murni untuk minumnya dan juga beberapa lembar obat untuk meringangkan sakitnya. Paling tidak, besok atau lusa dia sudah bisa kembali bekerja.

"Nih Tur, gua udah beliin lo bubur, sama obat dari apotek."

"Thanks Gus, di muka bumi ini, kayaknya cuma lo satu-satunya orang yang paling baik dan selalu ada pas gua butuhin. Semua kebaikan lo kayaknya gak akan pernah bisa gua bales."

GunturTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang