23 - Momen Bahagia

11 0 0
                                    

Normalnya resto itu akan mulai operasional paling lambat jam sembilan pagi, sehingga suasana parkiran masih terlihat sepi. Hanya ada dua karyawan yang terlihat sibuk di sana. Yang satu sedang menyapu halaman parkiran, sementara yang satu lagi sedang mengelap kaca depan restoran.

Sayup-sayup suara mesin motor terdengar melaju ke area parkiran. Tak butuh waktu lama bagi kedua orang yang sedang sibuk di halaman depan itu mengenali siapa yang mengendarai motor beserta perempuan cantik yang diboncengnya.

"Bay lihat, abang kita sekarang punya motor baru," seru Ujang kepada Bayu yang sedang sibuk mengelap kaca.

"Wiiihhh ... menyala Abang ku, pacar baru juga nih nampaknya," sahut Bayu langsung berbalik badan.

"Hahaha, bisa aja maneh Bay, (bisa aja kamu Bay)" timpal Guntur setelah memarkirkan motor barunya itu. "Eh Ujang, gimana sehat? Geus ngopi can? (udah ngopi belum?)" lanjutnya menyapa Ujang yang sedang menyapu halaman.

"Acan euy, Bang. (belum nih, Bang)."

Kedua karyawan yang baru bergabung tiga bulan lalu itu biasa memanggil Guntur dengan sebutan abang, karena mereka baru lulus SMA dan ini adalah pengalaman kerja pertama mereka di Jakarta. Bayu dan Ujang berasal dari Pandeglang, sehingga keduanya terbiasa berkomunikasi dengan Guntur menggunakan bahasa sunda di tempat kerja.

Supervisor yang kebetulan orang betawi pernah mengomel ketika karyawannya itu lebih sering berkomunikasi dengan bahasa daerah ketimbang bahasa Indonesia. "Eh lu pada bisa kagak, kalau ngobrol tuh pake bahasa Indonesia aje biar gue ngerti. Lha di sini ada yang ngapak, ada yang sunda, enyong, aing, udah kayak dimane aje gue." 

Sontak ucapannya itu langsung disambut gelak tawa para karyawan.

Kepada Guntur juga lah, Bayu dan Ujang belajar bagaimana melayani pembeli, tentu saja atas perintah Supervisor. 

"Kalian nanya-nanya aja sama si Guntur gimana caranya ngelayanin pembeli," ucapnya yang langsung dibalas anggukan oleh kedua anak itu.

Maka sejak ada perintah itu Guntur mulai mengajari Bayu dan Ujang dengan telaten. Dari mulai menyambut pembeli di pintu depan, clear up table, mencatat pesanan, hingga mengantar pesanan itu ke meja pembeli. Alhasil selama tiga bulan belajar, mereka kini sudah menguasai dan bisa mengerjakan tugas-tugasnya itu dengan baik.

Dan ketika waktu istirahat tiba, suasana pun menjadi lebih seru. Tak jarang guyonan yang dilontarkan oleh Bayu dan Ujang membuat Guntur dan Nia terhibur. Perlahan-lahan kehidupan Guntur mulai berubah. Finansial yang stabil, teman-teman yang baik, juga perempuan yang akhirnya mampu mengusir rasa sepi yang sudah membelenggunya itu selama bertahun-tahun.

Guntur tak sabar memberitahukan kabar baik ini pada keluarganya di kampung. Setelah pulang kerja nanti, dia berniat akan segera menelpon Euis di kampung.

"Bay, Jang, jangan lupa kalian harus sering-sering kabarin orangtua di kampung, minta doa supaya kerjanya lancar dan betah di sini," ucap Guntur setelah tiba-tiba ingat keluarganya.

Bayu dan Ujang mengangguk-angguk, mereka sedang asyik minum kopi sambil menghisap rokok, itu adalah aktifitas utama mereka ketika sedang istirahat. Dan tiba-tiba Nia yang sedang duduk di samping Guntur menyahut, "Kok, aku jadi inget keluarga aku juga ya? Kayaknya aku juga harus telepon mereka nanti pas udah pulang."

"Iya dong harus, jangan lupa sampaikan salam dari aku ya," jawab Guntur disertai senyum.

***

Tanpa mengganti seragam kerjanya terlebih dahulu sepulang kerja malam itu Guntur langsung menghubungi Euis melalui video call, dia rasa tak cukup apabila menyampaikan kabar bahagia ini tanpa melihat langsung bagaimana ekspresi Euis. Guntur ingin melihat bagaimana senyum bahagia itu terpancar dari wajah Euis. Terlebih sudah berbulan-bulan dia tidak bertatap muka dengan ibunya itu.

GunturTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang