27 - Parasit

20 0 0
                                    

Guntur sebenarnya merasa risih ketika Ayu tiba-tiba mulai intens mendekatinya. Hampir setiap hari kini dia sibuk meladeni chat Ayu yang masuk ke ponselnya. Entah dari siapa wanita itu tiba-tiba mendapat nomor ponselnya pula. Dari yang hanya sekadar basa-basi bertanya udah makan atau belum hingga menjadi penanda datang dan bergantinya waktu, Ayu selalu ada dan selalu rajin mengiriminya chat-chat singkat. 

Maka ketika datang malam, Guntur akan menerima chat berisi, "Malam, Bang." Atau ketika siang hari di saat sedang asyik rebahan sambil nonton anime di kosannya dia juga akan mendapat chat, "Siang, Bang." Dan ketika pagi di saat baru saja bangun tidur dia membuka ponsel isinya juga sama saja, "Pagi, Bang."

Hanya chat dari Ayu yang kini lebih sering masuk ke ponselnya. Tidak ada dari Nia, tidak ada sama sekali dalam satu minggu ini. Justru dia berharap Nia lah yang seharusnya melakukan itu. Sesuatu yang biasanya dia terima setiap hari, namun kini seolah lenyap dari kehidupannya. 

Mungkin karena kasihan atau tak enak hati pada Ayu yang dengan suka rela selalu mengiriminya chat, maka dengan sabar dia selalu membalasnya. Meski kadang dia selalu diperhatikan dan diingatkan tentang hal-hal kecil seperti, jangan lupa makan, jangan lupa mandi, jangan lupa sikat gigi, jangan lupa sembahyang, jangan lupa tidur dan jangan lupa lainnya, namun tetap saja Guntur tak merasakan apa-apa dari semua perhatian yang diterimanya itu. Semua terasa kering dan tak berarti.

Hanya saja dia selalu mengharagainya dengan ucapan terimakasih. Tapi malam ini permintaan Ayu membuatnya agak sedikit merasa keberatan. Karena besok pagi dia meminta berangkat kerja bareng dan ingin dibonceng Guntur ke tempat kerja.

"Bang Guntur, besok pagi aku boleh nebeng nggak sama Abang?

Itulah permintaan yang diajukan Ayu secara halus. 

Guntur tidak cepat-cepat membalas chat nya itu, dia merenung sejenak dan memikirkan kembali untuk mengiyakan permintaannya karena tentu saja beresiko terhadap kelangsungan karirnya di restoran itu. Dia kapok dan tidak mau lagi sampai dapat sanksi untuk yang kedua kalinya.

"Hmmm, gimana ya." Akhirnya dia menjawab singkat.

"Nggak bisa ya?" tanya Ayu lagi.

"Bisa sih, cuman aku takut aja nanti kita disangka pacaran, bisa-bisa nanti kena SP lagi."

"Hehe, nggak lah, aku kan, cuma nebeng doang, soalnya capek kalau jalan kaki, mau pake ojek juga nanggung, jadi aku mau nebeng sama Abang. Itu pun kalau boleh, sih."

"Boleh-boleh aja sih, tapi aku nggak anter sampe parkiran ya, takutnya nanti Nia atau yang lainnya lihat, terus nyangka yang aneh-aneh. Kapok aku kalau sampai dipanggil Pak Wawan lagi."

"Iya, nggak papa, masuknya lewat jalur belakang aja, nanti aku turun di situ biar nggak ada orang yang liat."

Akhirnya Guntur menyanggupi, idenya itu cukup masuk akal, pikirnya. Membawa Ayu masuk lewat jalur belakang membuatnya lebih aman dari intaian atau pun paparazi yang kapan pun bisa memergokinya.

Tentu saja Ayu sangat senang, karena bagaimana pun dibonceng oleh Guntur adalah salahsatu impiannya selama ini. Meski dia belum bisa sepenuhnya memiliki laki-laki itu, tapi setahap demi tahap Ayu mulai merangsek masuk ke kehidupan Guntur. 

"Kapan lagi gue dibonceng cowok ganteng, hehe." Begitu gumamnya sendirian sambil berbaring di kasur kosannya. Matanya berbinar cerah, senyumnya lebar berseri-seri setelah Guntur menyanggupi keinginannya itu.

***

Siang ini di jam istirahat mereka kembali bertemu. Dua orang sahabat yang kompak menghancurkan hubungan cinta rekan kerjanya itu nampak sedang bahagia. Suasana kebahagian itu terpancar dari wajah mereka yang terlihat lebih cerah meski mereka baru saja digempur oleh tugas-tugas pekerjaan yang lumayan repot.

GunturTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang