09 - Kencan Pertama

13 1 0
                                    

Sejak jam sembilan pagi Guntur sudah nongkrong di depan rumah. Tampilannya segar dan rapi sekali. Bulu jenggot dan kumis yang sempat tumbuh lebat itu kini sudah licin, bersih dikikis habis. Rambutnya yang dipotong spike membuatnya tampak maskulin.

Dia memilih celana chino warna krem, kemeja panjang warna putih dan sneakers warna cokelat. Arloji stainless steel yang membalut pergelangan tangan kirinya itu juga tampak berkilauan tertimpa cahaya matahari. 

Semalam Guntur memang sudah janji kepada Maya bahwa dia akan menjemputnya jam sepuluh. Guntur tak ingin terlambat, sehingga dia sudah siap satu jam sebelum berangkat. Bagaimana pun ini adalah kencan pertama dalam hidupnya dan Guntur tidak ingin menyia-nyiakan momen emas ini begitu saja.

Sebelum tidur Guntur bahkan sudah menyiapkan topik-topik ngobrol untuk kencan pertamanya itu. Ada sekitar tujuh topik yang Guntur sudah tulis di selembar kertas, sebagai amunisi agar ketika ngobrol berdua dengan Maya nanti, dia tidak bingung dan kehilangan kata-kata. Guntur sungguh tidak ingin terlihat kikuk dihadapannya.

Sambil duduk di kursi bambu depan jendela, Guntur membaca dan menghafalkan topik-topik itu dengan serius. Euis yang baru keluar rumah sambil membawa dua ember jemuran, sontak tercengang dengan aktivitas yang sedang dilakukan anak sulungnya itu.

"Lho, tumben kamu udah rapi gini Tur, mau kemana? Itu juga lagi baca apa, sih? Serius amat! Udah kayak baca surat cinta aja?" tanya Euis melongo.

Guntur masih serius menatap selembar kertas yang dia pegang. "Mau jalan-jalan Ma, udah ada janji sama temen," timpal Guntur. Dia juga berusaha untuk ngeles, "bukan apa-apa kok Ma, cuma puisi biasa yang aku tulis tadi malem, Hehe."

"Temen? temen kamu kan, kebanyakan ada di kota. Biasanya juga nggak serapi ini, ah?" selidik Euis pensaran.

"Temen baru, Ma. Ya, sekali-kali tampil rapi masa nggak boleh."

"Temennya cowok apa cewek, Tur?"

"Cewek, Ma."

"Temen sekolah?"

"Bukan, baru kenal seminggu yang lalu, sih."

"Seriusss ...? Jadi ceritanya hari ini kamu mau ketemuan nih? Kencan gitu?"

"Iya, Ma." Guntur mengangguk.

"Lha, terus nggak jadi ketemu sama Selvi? Mama semalem udah chat dia lho. Dia udah janji mau dateng."

"Cancel aja, Ma. Bilang ke dia, Guntur ada keperluan mendadak."

"Ah kamu ini Tur, Mama jadi nggak enak lho, sama Selvi."

"Kalau ini dibatalin, aku juga nggak enak sama temen ku, Ma."

"Ya sudah kalau gitu, yang penting kamu nggak sendirian terus, Mama support aja siapa pun pilihan kamu." 

Guntur mengangguk. Dia bangkit dari kursi, memutar badannya lalu berdiri di depan kaca jendela. Memastikan kembali apakah penampilannya sudah oke. Dia meraba-raba kerah kemejanya, membasahi rambutnya yang mulai kering dengan gel, dan menambahkan beberapa semprot parfum ke pakaiannya.

Guntur tidak sabar untuk menjemput Maya dan membawanya ke suatu tempat. Suatu tempat yang menurutnya banyak spot romantis. Pemandangan alam yang indah, udara yang sejuk, dan bunga warna-warni di setiap sudutnya. 

Sekarang Guntur sedang menghubungi Maya lewat telepon. Tidak perlu menunggu waktu lama, panggilannya langsung tersambung, namun entah kenapa Maya tidak kunjung mengangkat teleponnya. Mungkin Maya sedang sibuk beres-beres di rumah atau semacamnya. Hingga panggilan ke empat kalinya, barulah terdengar suara yang tidak asing lagi di ujung sana.

GunturTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang