Part 08

101 9 0
                                    

Part 08

Malam ini adalah malam di mana Aiman akan dipertemukan dengan Aisyah, meskipun begitu tak membuat laki-laki itu merasa bahagia, bisa dilihat dari ekspresi wajahnya yang dingin dan tenang. Bahkan saat orang tuanya mengajaknya untuk pergi sekarang, yang ia lakukan hanya mengangguk dan berjalan mengikuti mereka di belakang.

"Kita harus cepat ke restoran, enggak boleh datang telat apalagi Aisyah sudah dijemput sopir sejak tadi, dia pasti sedang ada di perjalanan sekarang," ujar Herlambang sembari menyetir mobilnya yang diangguki mengerti oleh istrinya, namun justru didiami oleh Aiman yang tampak tak berminat apa-apa.

"Iya, Yah." Sang istri menjawab sembari tersenyum hangat, namun tidak dengan hatinya yang sebenarnya merasa malas harus berdandan cantik hanya untuk bertemu dengan calon menantunya itu. Sedangkan penampilannya kini cukup dikategorikan mewah, dengan hijab branded yang menutupi kepalanya, tas mahal yang berada di tangannya, dan juga baju muslimah yang tentunya tidak lah murah.

Di sisi lainnya, Aisyah sudah didandani oleh ibu pantinya dengan begitu cantik, dan karena keseringan pakai cadar, wanita itu tampak tak percaya diri melihat wajahnya dirias dengan kosmetik. Tak jarang ia menutupi wajahnya dengan tangannya, merasa malu saja saat polesan-polesan itu menghiasi bibir, pipi, dan juga matanya.

"Ada apa? Kamu enggak suka dengan dandanan Ibu? Padahal Ibu cuma sedikit loh memoles wajah kamu, karena kulit kamu itu sehat dan kamu juga sudah sangat cantik sejak kecil." Wanita itu bertanya dengan lembut saat menyadari Aisyah kurang nyaman didandani.

"Aku suka kok, Bu. Aku cuma kurang nyaman dengan ini, mungkin karena aku terbiasa bercadar selama ini. Apa sebaiknya aku menggunakannya lagi ya, Bu?" tanyanya yang langsung digelengi oleh ibu pantinya.

"Enggak usah, kamu kan akan bertemu dengan calon suami kamu, masa harus pakai cadar? Kamu juga sudah berjanji akan membukanya dan enggak memakainya lagi kan?"

"Iya sih, Bu. Tapi aku enggak percaya diri."

"Kenapa enggak percaya diri? Kamu kan cantik."

"Bagaimana kalau calon suamiku enggak menyukaiku, Bu?"

"Mustahil, saat kamu masih SMA saja banyak kan yang menyukai kamu, padahal kalau dibandingkan dengan yang dulu, kamu lebih cantik sekarang." Wanita itu tersenyum sembari mengusap puncak kepala Aisyah yang tertunduk dengan perasaan keraguan.

"Kamu masih ragu ya? Enggak apa-apa, Aisyah. Nanti lama-lama juga kamu akan terbiasa, jadi biarkan saja seperti ini. Ingat ya, jangan tutupi wajah kamu lagi karena sekarang kamu akan menjadi bagian dari keluarga orang lain, orang-orang akan mengenali kamu sebagai Aisyah yang baru."

"Iya, Bu." Aisyah mengangguk patuh, yang tentu saja membuat ibu pantinya tersenyum, karena ia yang paling tulus meminta kebahagiaan untuknya pada Tuhan dan inilah awal mulanya.

"Kamu bisa pergi sekarang! Sopir dari keluarga Pak Herlambang sudah datang menjemput kamu," ujar wanita itu sembari menarik pelan tangan Aisyah untuk menyuruhnya berdiri lalu menggandengnya dan berjalan pergi ke arah halaman panti asuhan.

"Ibu benar-benar enggak ikut?" tanya Aisyah memastikannya lagi dan lagi, padahal ia sudah menanyakannya beberapa kali.

"Enggak, Aisyah. Akan lebih baik bila Ibu enggak ikut, apalagi anak-anak juga enggak ada yang jaga di sini."

"Ya sudah, aku pergi dulu ya, Bu." Aisyah menatap ke arah ibu pantinya dengan tatapan sendu, namun wanita itu justru mengangguk dan tersenyum saat Aisyah akan masuk ke dalam mobil tersebut.

"Iya, hati-hati ya."

"Iya, Bu. Assalamualaikum."

"Waalaikum salam." Setelah saling memberi salam, Aisyah masuk ke dalam mobil lalu membuka kacanya dan melambaikan tangannya pada ibu pantinya. Ekspresinya masih sama seolah belum siap dengan ini semua, terlebih lagi untuk pertama kalinya ia harus membuka cadarnya di luar panti asuhan, rasanya tentu aneh dan kurang nyaman.

ISTRI YANG TAK INGIN KUSENTUH TERNYATATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang