Part 12
Hari ini tibalah saatnya Aisyah mengemasi semua barang-barangnya, yang akan ia bawa ke rumah calon suaminya. Sebenarnya cukup banyak barang miliknya termasuk baju-bajunya yang berada di dalam lemarinya, namun ia hanya mengambil beberapa yang mungkin akan cukup untuk satu koper saja. Ibu pantinya yang membantunya tentu saja menatap heran ke arah Aisyah, ia berniat bertanya, namun sepertinya ada yang tengah menggangu pikirannya.
"Aisyah," panggil wanita itu hati-hati yang ditatap tanya oleh si pemilik nama.
"Ya, Bu. Kenapa?"
"Kamu enggak apa-apa kan? Kok kayanya ada yang lagi kamu pikirkan?"
"Enggak kok, Bu. Aku cuma enggak rela aja pergi dari kamar ini, kamar yang penuh dengan kenangan, karena di sini lah kamar pertamaku setelah hampir enam belas tahun tidur dengan anak-anak yang lain, dan di sini juga aku memulai bisnis online ku." Aisyah menatap sekelilingnya sembari tersenyum hambar, dengan mata yang menyiratkan kesedihan.
"Kamar ini akan selalu menjadi milik kamu kok, Ibu enggak akan membiarkan siapapun menempatinya. Jadi kamu tenang saja ya?"
"Apa itu artinya aku boleh kesini lagi, Bu?" tanya Aisyah yang berhasil membuat ibu pantinya merasa sedih mendengarnya.
"Tentu saja boleh, apa sejak tadi kamu berpikir kalau kamu enggak boleh kembali ke panti asuhan ini?"
"Iya," jawab Aisyah sembari tersenyum sendu.
"Ibu hanya menyuruh kamu menyembunyikan asal-usul kamu yang berasal dari panti asuhan, bukan enggak memperbolehkan kamu ke sini lagi, Aisyah. Kamu bahkan bisa datang kapanpun yang kamu mau, tapi mungkin kamu harus berpura-pura menjadi pengunjung, itupun kalau kamu datang bersama suami kamu ya. Kan kamu tau sendiri, calon suami kamu itu suka sekali bersedekah ke anak yatim." Wanita itu tersenyum yang turut disenyumi oleh Aisyah.
"Apa nanti aku juga harus berpura-pura enggak kenal sama Ibu dan anak-anak?"
"Iya, tapi kalau kamu datang ke sininya sendirian sih enggak usah." Wanita itu menjawab bersemangat yang langsung dipeluk oleh Aisyah.
"Aku pasti bakal kangen terus sama Ibu dan anak-anak." Aisyah terisak lirih, tanpa sadar air matanya tumpah di wajahnya.
"Enggak apa-apa, cepat ataupun lambat kamu kan juga harus menikah, punya keluarga sendiri, punya anak-anak sendiri, dan menjalani kehidupan sesuai dengan keinginan kamu sendiri." Wanita itu melepaskan pelukannya lalu mengusap air mata Aisyah dengan pelan.
"Sudah, jangan nangis! Lebih baik sekarang kita temui anak-anak, kamu juga harus berpamitan sama mereka ya?" ujarnya lagi yang hanya Aisyah angguki.
"Apa cuma ini yang kamu bawa?" tanyanya memastikan.
"Iya, enggak apa-apa kan, Bu? Kalau barang-barangku masih banyak di sini?"
"Ya enggak apa-apa lah, ini kan memang kamar kamu, jadi kamu bisa menyimpan barang apapun di sini. Ayo keluar! Anak-anak pasti sedang menunggu." Wanita itu merengkuh tangan Aisyah, lalu menggandengnya untuk ikut berjalan bersamanya.
"Tunggu sebentar, Bu." Aisyah mengambil sebuah kotak yang berisikan foto-fotonya bersama dengan kedua orang tuanya, di mana di sana juga terdapat barang-barang peninggalannya seperti kalung, gelang, jepitan rambutnya, dan juga bonekanya.
"Apa kamu akan membawanya?"
"Iya, Bu. Karena kan cuma ini yang aku punya dari orang tuaku, aku enggak mungkin meninggalkannya di sini."
"Ya sudah, ayo keluar sekarang!" ajaknya lalu keduanya berjalan keluar, menemui anak-anak yang banyak menangis di depan.
"Kalian kenapa? Kok banyak yang nangis?" tanya Aisyah khawatir sembari menghampiri mereka semua.
KAMU SEDANG MEMBACA
ISTRI YANG TAK INGIN KUSENTUH TERNYATA
RomantikMenjadi yatim piatu di umurnya yang baru dua tahun, mengharuskan Aisyah tinggal di sebuah panti asuhan. Sampai pada akhirnya di usianya yang menginjak tujuh belas tahun, ia diberitahu semua kebenarannya tentang orang tuanya. Aisyah tentu terkejut me...