Part 04

115 11 0
                                    

Part 04

Aiman berjalan cepat ke arah tempat makanan diletakkan, sedangkan di belakangnya ada Bima yang mengikutinya tanpa mau berbicara. Sebagai sahabatnya, ia tentu sudah sangat paham bagaimana sikap Aiman saat marah, laki-laki itu tidak akan bisa ditenangkan cuma dengan kata-kata. Itu lah kenapa Bima memilih untuk diam, ia akan berbicara saat dibutuhkan saja.

"Yang mana untuk anak-anak panti asuhan?" tanya Aiman pada salah satu staf yang menjaga bagian makanan.

"Apanya ya, Pak?"

"Makanan untuk anak-anak panti asuhan yang mana?" tanya Aiman masih berusaha untuk sabar.

"Yang ini, Pak." Staf tersebut menunjuk ke arah susunan kotak yang berada di sampingnya, yang langsung Aiman hampiri dan memeriksa isinya.

"Kamu periksa semua isinya, Bim! Apa ada yang basi atau semacamnya, aku juga akan melakukan hal yang sama." Aiman berujar ke arah Bima yang mengangguk paham lalu membuka isi kotak makanannya yang ternyata isinya tak terlalu wah.

"Makanan apa ini?" gumam Aiman sembari menghela nafas, melihat penampilannya saja ia sudah merasa tak berselera. Hanya ada ayam berukuran kecil, sayur capcai, dan juga mie instan yang dimasak biasa, sedangkan buahnya hanya pisang.

"Makanan ini enggak ada yang basi sih, tapi ini makanan murah, Man. Lihat aja bentukannya, enggak ada yang kelihatan enak." Bima berkomentar miris yang disetujui oleh Aiman.

"Kamu benar, aku harus tau siapa yang bertanggung jawab untuk makanan-makanan ini." Aiman menatap stafnya yang menjaga, mereka tampak takut melihat amarah Aiman yang tak biasanya.

"Siapa yang sudah membeli semua makanan ini?"

"Pak Hendra, Pak."

"Cepat panggil dia kemari!"

"I-iya, Pak." Mereka menjawab takut lalu pergi dari sana, meninggalkan Aiman yang berusaha keras menahan amarahnya.

"Kamu lihat isi makanan untuk para pegawai, isinya semua kelihatan menarik, rasanya enak, lauk-pauknya lengkap, dan ada buah apel dan anggurnya juga. Harusnya ini yang diberikan ke anak-anak, bukan cuma untuk para pegawai aja. Dan kayanya yang bertanggung jawab atas makanan ini sengaja," ujar Bima serius sembari memperlihatkan isi kotak makanan yang disiapkan untuk para pegawai di sana.

"Maksud kamu dia ambil keuntungan dari uang makanan?"

"Iya, apalagi? Dan dia sengaja membeli makanan yang murah untuk anak-anak panti asuhan, karena dia tau mereka enggak akan berani komplain apapun, tapi sayangnya dia salah."

"Aku benar-benar enggak nyangka semua jadi kaya gini, aku pikir makanan yang disediakan dulu itu sudah memenuhi standar, aku juga enggak curiga apa-apa." Aiman tampak frustasi, namun ia masih berusaha untuk tetap tenang meskipun tangannya sudah mengepal kuat sejak tadi.

"Terus apa yang akan kamu lakukan sekarang?"

"Apalagi? Aku harus meminta maaf ke mereka semua, terutama ke anak-anak yang kecewa dengan makanannya."

"Iya, aku mengerti. Tapi kalau dipikir lagi, kayanya masalah ini bisa kita manfaatkan, Man."

"Maksud kamu apa?"

"Ya kamu bisa datang ke panti asuhan mereka kapan aja, kamu ke sana membawa mainan atau makanan. Nanti kalau kamu ditanya alasan kenapa datang, kamu jawab aja karena kamu masih merasa bersalah dan perlu membalas semuanya, dengan begitu kamu jadi lebih sering bertemu dengan perempuan itu kan?" Bima tersenyum penuh arti yang justru bisa Aiman mengerti kali ini, namun ia tampak tak ingin menanggapinya.

"Kita pikirkan saja nanti, karena yang penting sekarang aku harus membereskan masalah ini. Ke mana dia? Kenapa belum datang-datang juga?" keluh Aiman kesal yang diangguki setuju oleh Bima.

ISTRI YANG TAK INGIN KUSENTUH TERNYATATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang