🍒 BAB 14🍒

261 17 2
                                    

Mendengar jawaban yang terlontar dari bibir Yuji pembuat Echa jadi kebingungan. Kenapa tiba-tiba sekali uji mengatakan kalau dia cemburu?

"Kamu cemburu? Lucu banget sih bercandanya." Dalam hati sebenarnya berdebar juga mendengar apa yang dikatakan oleh Yuji. Tapi Echa takut, kalau Yuji hanya sekedar penasaran padanya.

"Hehehe, kamu besok ada acara nggak? Besok masih libur kan?"

"Besok Minggu, aku masih libur kok, kenapa emangnya?"

"Aku besok mau ngajak kamu dinner gimana? Tapi kita perginya dari siang, aku mau spend time sama kamu liburan besok. Gimana?" Yuji bertanya, karena ia ingin menghabiskan waktu lebih lama bersama dengan Echa.

Echa memikirkan tawaran dari Yuji. Sebenarnya dia juga ingin bertemu dan menghabiskan waktu bersama dengan Yuji. Tapi ada perasaan malu kalau harus bertemu lagi dengan pria itu.

"Echa?"

"Iya Ji?"

"Mau?"

"Gimana kalau dari sore aja? Jadi aku nggak terlalu lama keluar rumah. Soalnya aku kasihan juga kalau ninggalin Ibu sendirian di rumah lama-lama."

Echa tidak beralasan, dia juga memikirkan Bagaimana sang Ibu kalau di rumah terlalu lama sendirian.

"Oke nggak apa-apa kok. Jadi besok sore ya, aku jemput sekitar jam 5-an gimana?"

"Emangnya kamu tahu rumah aku?"

"Enggak, tapi kamu kan bisa share loc."

"Iya, besok ya? Mau ajak aku ke mana? Biar aku bisa sesuaiin outfit aku nanti."

"Kita dinner makan ayam goreng gimana? Jadi kamu pakai casual aja. Hmm?"

"Iya Ji."

Echa sama sekali tak memiliki ekspektasi apapun saat dekat dengan Yuji. Karena ia tahu, dia bukan gadis cantik. Dan tidak memenuhi standar kecantikan pria-pria Indonesia. Jadi, kali ini hanya berpikir kalau akan berteman saja dengan Yuji tidak ada hal yang lebih jauh untuk itu.

Dan seperti biasa keduanya menghabiskan waktu saling menghubungi sampai keduanya tertidur. Saat pagi terbangun Echa bahkan masih memegang ponsel miliknya.

Setelah terbangun seperti biasa ia segera bergegas untuk mandi, kemudian menyiapkan sarapan untuk sang ibu. Ratih juga sudah terbangun sejak pagi tadi.

"Ibu mau sarapan apa? Echa bikin nasi goreng mau nggak?" Gadis itu bertanya kepada sang ibu yang menganggukkan kepalanya.

"Ibu mau sarapan apa aja. Kalau Echa mau masak nasi goreng ibu mau juga." Ratih setuju, ia tidak ingin merepotkan sang putri.

***

Pagi ini Sarah melangkahkan kakinya untuk datang ke apartemen Bagas. Seperti biasa, liburan seperti ini biasanya ia membawakan sarapan pagi untuk kekasihnya itu. Hanya saja belum sempat masuk ke dalam, ia sudah berpapasan dengan Lidya. Cukup terkejut, akhirnya Sarah memutuskan untuk bersembunyi di balik dinding.

Gadis itu kemudian dengan cepat menghubungi Bagas. Tidak lama sampai akhirnya panggilannya diterima.

"Aku ngelihat Lidya datang ke apartemen kamu. Aku nggak jadi ke apartemen kamu ya?"

"Lidya? Dia nggak ada kabar Kalau mau datang ke sini."

"Baru banget datang, pas aku mau masuk pintu Aku lihat dia dari parkiran."

"Oh, Ya udah kalau kayak gitu. Makasih kamu udah ngasih tahu aku. Aku minta maaf nggak bisa habisin liburan aku sama kamu." Bagas meminta maaf. Karena jujur saja ada rasa bersalah dalam dirinya, tak bisa menepati janji untuk menghabiskan waktu bersama dengan Sarah hari ini.

"Oke Sayang nggak apa apa kok." Meskipun kecewa Sarah tetap tahu diri kalau ia hanya prioritas yang kedua, bukan prioritas yang utama.

Sementara itu tak lama setelah panggilan dari Sarah bel apartemen Bagas berbunyi. segera saja pria itu berjalan untuk membukakan pintu dan tentu saja dia sudah tahu kalau yang datang itu adalah Lidya.

"Surprise!" Lidya tersenyum seraya bersorak, dia juga membuka tangannya lebar agar Bagas bisa memeluknya.

Pria itu bertingkah seolah-olah terkejut, ia kemudian memeluk sang tunangan. "Kok kamu tiba-tiba ada di sini? Bukannya kamu lagi ada di Jogja."

Bagas mengajak Lidya untuk masuk ke dalam apartemennya. Keduanya kemudian berjalan ke ruang tengah dan duduk di sana.

"Iya, tapi kan sekarang liburan. jadi aku boleh dong ke sini ketemu sama kamu? Emangnya kamu nggak kangen sama aku?" Lidya bertanya dengan sedikit merajuk.

Bagas memeluk kekasihnya lagi. "Ya Aku kangen banget dong sama kamu,  masa aku nggak kangen sih? Aku tuh niatnya mau ke Jogja minggu depan. Karena minggu ini aku lagi agak sibuk di kantor, tapi malah kamu kasih kejutan ke aku kayak gini. Makasih ya sayang."

Lidya senang dan tersenyum karena ia bisa bertemu dengan sang kekasih. "Kamu udah makan atau belum? Mau aku masakin nggak?"

"Aku belum sarapan sayang. Tadi ini aja sih mau beli, tapi aku lagi mager jalan. Aku mau pesan online, eh kamu datang."

Lidya berjalan ke dapur untuk memasarkan sarapan. "Hmm, kamu mau sarapan apa?"

Saat berdiri di depan kulkas, ia melihat ikat rambut berwarna hitam di atas kulkas. Lidya memperhatikan, ia kemudian mengambil ikat rambut tersebut dan menolehkan tubuhnya ke arah Bagas. "Ini ikat rambut siapa?"

Bagas menoleh, ia telan saliva karena tentu saja itu bukan ikan rambut Lidya,  melainkan ikat rambut milik Sarah. "Kayaknya tuh punya Mbak yang bersihin rumah deh ketinggalan mungkin." Pria itu mencoba menjawab dengan santai. Karena tak mungkin menunjukkan kegelisahannya, itu bisa membuat Lidya curiga.

"Oh gitu, kamu manggil orang untuk bersin apartemen?"

"Kamu kan tahu, sekarang untuk ngebersihin apartemen ini bisa panggil online gitu.  kadang itu yang datang perempuan. Aku baru aja bersihin apartemen kemarin." Bagas beranja dar duduknya, meantap sang kekasih sambil berjalan mendekat.

"Aku kira ada selingkuhan kamu, di apartemen ini."

Bagas memeluk Lidya dari belakang, Dia kemudian mengecup bahu sang kekasih. "Selingkuhan aku siapa sih? Orang punya calon istri cantik,  pinter kayak gini kok, pakai selingkuh?"

"Kamu tahu kan, kalau aku nggak akan kasih kamu kesempatan kalau kamu selingkuh. Kamu boleh cuek, asal nggak selingkuh."

"Iya sayangku."

Jelas saja selama ini Bagas benar-benar berhati-hati mengenai Sarah. Dia sedikit kesal juga karena Sarah meninggalkan jejak seperti ini.

"Aku dengar dari papa aku,  katanya Yuji lagi ada di sini?" Lidya bertanya kepada sang kekasih, memberitahu kalau sang sepupu sedang berada di Jakarta.

"Katanya sih dia lagi ada di sini, tapi aku belum pernah ketemu tuh sama dia. entah kenapa kayaknya dia lagi ngehindarin aku deh."

"Kamu juga tahu kalau dia lagi ada di sini?"

Bagas menganggukan kepalanya tentu saja dia tahu karena banyak informasi yang masuk untuknya. "Aku tahu, karena beberapa orang kasih tahu aku mereka ngelihat Yuji sama Jason."

Lidya menganggukkan kepalanya, kemudian kembali menuju kulkas untuk mengambil beberapa bahan makanan. "Kenapa sih kalian nggak baikan aja? Lagian kan, perusahaan baik-baik aja, dan kalian nggak lagi rebutan itu kan?"

Bagas berpikir, kemudian menggelengkan kepalanya. "Nggak ada apa-apa kok. Dianya aja sensitif, dipikir Aku mau aneh-aneh sama perusahaan mungkin. Aku yang mengambil beberapa kebijakan diluar keputusan kakek. Tapi aku ngelakuin itu buat perusahaan juga."

"Syukur deh kalau kayak gitu, Aku cuma berharap kamu nggak usah bertengkar atau berantem sama saudara kamu sendiri."

"Enggak sayang," sahut Bagas. "Gimana kalau kita ngebahas kita aja nggak usah ngebahas orang lain."

"Iya, aku buat sarapan dulu. kamu tunggu aku sana."

One Night Stand With OB Sultan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang