🍒 BAB 18🍒

149 14 0
                                    

Wawan dan juga Agus ini berada di pantry, keduanya baru saja selesai mengerjakan job mereka masing-masing. Kini sedang sibuk mengobrol sambil meminum teh.

"Katanya si Echa mau dipindahin?" Wawan bertanya kepada Agus dengan logat Betawi yang sangat khas.

Agus menganggukkan kepalanya, kemudian menjawab pertanyaan Wawan. "Iya, katanya mau dipindahin di pabrik pusat di Cikarang."

"Pabrik pusat di sana kan Kayaknya udah banyak deh ob-nya. Karena kan di sana emang nggak perlu banyak OB, lagian kalau Echa ke sana, paling dia kerjaannya di dapur. Bantuin masak-masak untuk karyawan di sana."

Tidak lama Gadis itu berjalan masuk ke dalam. dia melangkahkan kakinya dengan gontai dan lemas, kemudian duduk di kursi yang berada antara Agus dan juga Wawan.

Wawan melirik pada Agus, kemudian meminta pria itu bertanya kepada Echa dengan cara menggerakkan bola matanya.

"Lo jadi pindah ca?" Agus bertanya kepada Eca.

"Iya jadi," jawab aja singkat kemudian merebahkan kepalanya di atas meja.

"Kenapa muka Lo lesu begitu?" Wawan bertanya karena melihat Echa yang benar-benar menyedihkan menurutnya.

"Tadi aku nyoba nego ke Pak Bagas. Aku minta untuk pindah 3 minggu lagi. tapi Pak Bagas nolak, katanya surat perpindahannya udah dikirim Jadi udah nggak bisa ada negosiasi lagi."

"Ya gimana, namanya juga udah dikirim suratnya. Ya udah lo jalanin aja dulu." Wawan katakan itu sebenarnya untuk membuat perasaan aja menjadi lebih baik.

"Tapi bang, masalahnya itu hari Rabu 2 minggu lagi, Ibu itu ada periksa, sama cuci darah. takutnya kalau berangkat dari sana terlalu jauh. Kasihan Ibu kelamaan di jalan." Echa mengungkapkan alasan kesedihannya. Karena jika memang ini hanya tentang dirinya saja itu tak terlalu masalah.

Yuji juga jadi iba melihat Echa. Tapi dalam posisinya saat ini dia tidak bisa melakukan apapun. "Terus gimana? Lo mau gue temenin nanti?"

"Coba aja deh, nanti gue minta referensi dari dokter rumah sakit di sana. Atau kalau emang nggak ada ya, gue terpaksa lah ke sini lagi sama ibu."

"Tapi nanti di sana itu, kayaknya lo tuh nemenin karyawan yang masak-masak deh." Wawan memberitahu Echa.

"Masak-masak gimana bang?"

"Jadi lo bantuin nyiapin makanan buat karyawan di sana. Soalnya setahu gue, OB di sana juga udah gak bakal nambah lagi, di sana nggak butuh banyak OB." Wawan mencoba menjelaskan.

Echa terdiam sejenak seperti memikirkan sesuatu. Sejak tadi Agus hanya bisa melirik dan menatap tanpa bisa melakukan apapun. Jadi sedih dan merasa bersalah juga karena tak bisa membantu apa-apa.

"Gue tuh agak sensitif sama keringat sendiri. Emang aneh sih, tapi biasanya gue tuh kalau masak lama-lama pun, badan dan muka gue tuh kayak biang keringat gitu loh. Ya ampun, gimana dong?" Echa ketakutan membayangkan dirinya harus mengalami kulit sensitif berkelanjutan karena harus terus bekerja di dapur.

"Mungkin aja diampuni dapur dingin Cha. Jadi ada ac-nya di sana." Agus mencoba menenangkan.

Echa menoleh ke arah Agus. Sedikit aneh sih biasanya Agus itu selalu meledeknya. "Tumben banget lo jadi baik sama gue?"

"Serba salah banget gue, ngeledek salah, baik juga salah?" Yuji mencoba sadarkan dirinya sebagai gaya Agus. Dia terlalu terbawa perasaan jadi sulit mengendalikan.

"Makan siang yok?" Wawan mengajak kedua kawannya sebelum mereka bertengkar lagi.

"Ayo," sahut Agus.

Ketiganya kemudian berjalan menuju kantin untuk makan siang. Dengan begitu juga Echa bisa sejenak melupakan masalahnya.

Sementara itu saat ini, Sarah sedang merapikan meja kerja. Siang ini sebenarnya dia bersiap untuk makan siang bersama dengan Bagas. Hal itu dilakukan untuk mengganti waktu yang hilang kemarin.

Tapi ....

"Mbak Sarah, apa bagasnya ada di dalam?"

Sarah menoleh, dan dia melihat Lidya yang kini berada di hadapannya. Jujur saja ia menjadi kesal setengah mati. Kali ini diganggu lagi oleh Lidya. Dan tentu saja dia akan kalah lagi dan tak dapat waktu bersama dengan Bagas.

"Oh ada kok Bu. Silakan segera masuk."

"Terima kasih. Mbak Sarah nggak makan siang?"

"Ini sebentar lagi mau makan siang Bu, kebetulan lagi beresin meja nih."

"Oke, selamat makan siang ya mbak." Lidya kemudian berjalan meninggalkan saran masuk ke dalam ruangan Bagas.

Karena merasa kesal, Sarah segera berjalan menuju kantin. Dan akhirnya ia harus makan siang di kantin juga bersama yang lain. Saat itu, dia melihat Echa dan juga Agus di sana. Sarah memutuskan untuk makan bersama mereka berdua.

Setelah mengambil makanan, Sarah berjalan menghampiri Echa dan juga Agus. "Aku duduk di sini ya."

Keduanya cukup terkejut dan saling tatap satu sama lain. Karena tumben sekali Sarah makan siang di kantin seperti ini.

"Tumben banget mau makan di kantin? Biasanya makan siangnya sama Pak bagas? " Echa bertanya kepada Sarah. Karena dia tahu, Sarah biasanya makan siang bersama Bagas atau Sarah menjadi santap siang untuk sang atasan.

Sarah melirik Echa dengan kesal. "kamu nggak usah ingatin aku dulu deh Cha, lagi sebel aku."

"Maaf mbak, lagi kan aku kan nanya biasanya."

"Ini Echa nggak bisa ditunda ya Mbak kepindahannya? Kasihan loh kalau dia harus jalan sama ibunya terlalu jauh." Agus membuka pembicaraan. Siapa tahu saja Sarah mau membantunya untuk bicara pada Bagas.

"Aku nggak tahu ya,  kamu kan tahu kalau semua tuh udah diatur sama Pak Bagas. jadi kalau apa Bagas bilang nggak bisa ya, nggak bisa." Cara menjawab sambil mulai mencicipi makan siang miliknya

"Lagian Kenapa cuman Echa aja sih mbak yang dipindahin?"  Agus bertanya lagi penasaran juga dengan alasan dari Sarah mengapa Echa dipindahkan dengan tiba-tiba.

Sementara itu di bawah meja Echa mulai menginjak kaki Agus. Dia tak mau Agus sampai terkena hal yang menyebalkan karena mencoba bicara hal ini kepada Sarah. Echa takut salah merasa Agus ikut campur, kemudian dia akan melakukan hal yang sama kepada Agus.

"Kamu ngapain sih tiba-tiba tanya kayak gitu? Ini kita lagi makan siang loh. "Sarah coba mengelak, karena menurutnya Agus terlalu ikut campur dalam hal ini.

"Aku cuma ngerasa aneh aja karena pemindahannya tuh benar-benar tiba-tiba. Lagian wajar karena aku nanya, aku sama Echa kan besti." Agus berkata lagi. dia tidak peduli dengan peringatan dari Echa tadi. Lagi pula menurutnya bagus, kalau ia ikut dipindah dan bisa bersama lagi dengan Echa.

"Aku pokoknya nggak mau ikut campur sih. Soal pemindahan dan lain-lain itu kan emang haknya Pak Bagas. Kalau emang lo mau pindahkan juga, ya udah coba bilang Pak Bagas." Sarah masih tak ingin memberitahu tentang apa yang terjadi. Dia kemudian kembali menyantap makan siangnya.

"Emangnya kalau gue ngajuin pindah boleh?" Agus bertanya kepada Sarah.

"Lo ngapain Mau ngajuin pindah?" Echa bertanya karena bingung dengan pernyataan Agus kalau ingin ikut pindah juga.

"Kita kan bestie." Agus menjawab asal

Echa menggelengkan kepalanya.

Sarah memerhatikan keduanya. "Kalian berdua cocok lagi kenapa nggak pacaran aja sih?"

"Jangan bercanda deh Mbak, seleranya Agus itu model-model cewek yang seksi dan cantik." Echa menjawab pertanyaan Sarah.

Agus melirik tak terima dengan apa yang dikatakan 'kata siapa?"

" Kata gue tadi," sahut Echa.

"Dih nyebelin." Agus tak terima.

Sementara itu Sarah terkekeh saja melihat kedua orang di hadapannya yang sedang bertengkar. "Kalian bener-bener jodoh deh."

"Mbak Sarah ih!" Kesal Echa.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 12 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

One Night Stand With OB Sultan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang