🍒 BAB 7 🍒

369 27 0
                                    

Echa masuk ke dalam rumah, dia melihat sang ibu yang sedang duduk di ruang makan. pagi tadi sepertinya mbak Siti tetangga sebelah sudah membawakan sarapan untuk sang ibu.

"Kamu udah pulang Mbak?" tanya Ratih sambil menatap Echa.

"Udah Bu, tadi Mbak Siti udah ke sini kan Bu?"

"Iya, ini Mbak Siti Yang bawain. Makasih ya mbak."

"Kemarin Ibu telepon Hana katanya kamu udah tidur?"

"Iya, aku capek habis nyariin seblak muter-muter nggak ada dapet-dapet." Echa menjawab pertanyaan sang ibu, kemudian duduk di sampingnya.

"Cha, kamu nggak usah terlalu mikirin adik-adikmu di sana. Bapak kan juga kerja, Bapak tuh suka males kalau kamu kasih uang terus." Ratih sangat mengerti Kalau suaminya itu sebenarnya bisa bekerja, hanya saja sudah terlanjur enak karena dikirimin uang terus dari kota.

"Iya, tapi kalau aku nggak kirim kasihan adik-adik di sana Bu. kebutuhan mereka kan juga banyak. Lagian, ibu nggak usah khawatir karena aku kirim uangnya kan ke Raya. Aku minta dia buat handle kebutuhannya sama kebutuhan Ragil."

Ratih menatap kepada Putri sulungnya merasa dan sadar betul kalau seharusnya ini adalah bukan beban dan tanggung jawab yang harus dipikul oleh Echa.

"Maafin ibu ya Mbak. Ibu nggak bisa bantu apa-apa malah ngerepotin kamu." Ratih ucapkan itu karena merasa tidak enak hati. Merasa kalau hidupnya selama ini hanya untuk menyusahkan sang putri.

Echa berusaha menahan air matanya, dia menengadahkan wajah ke atas. Tak ingin air matanya menetes saat ini. karena ia juga tak ingin melihat sang Ibu sedih.

"Ibu jangan ngomong kayak gitu, Echa ngelakuin semua ini ikhlas kok Bu. Ya udah ya Bu, Echa mau mandi siap-siap kerja."

"Bukannya hari ini kamu libur nak?" Ratih bertanya karena ia ingat kalau seharusnya di hari ini putrinya itu libur.

Echa bangkit, kemudian meneguk segelas air putih. "Iya, cuman hari ini ada teman yang libur. Jadi lumayan lah buat nambah-nambah uang jajan. Tapi nggak lama kok Bu, Jadi ibu nggak usah cemas, nanti sore aja udah pulang. nggak sampai malam kok kerjanya."

Ratih menganggukkan kepalanya. benar-benar bangga kepada Putri sulungnya itu. "Makasih ya Nak, kamu harus tetap semangat harus tetap sehat Mbak.  yang penting gak usah neko-neko fokus kerja."

"Iya Bu."

Echa segera melanjutkan kegiatannya untuk mempersiapkan diri berangkat bekerja. Ia juga segera berangkat setelah selesai tak masalah jika sedikit terlambat kau makanya dia memang hanya menggantikan tugas salah seorang teman di kantor. Dan sudah mengatakan Kalau mungkin akan terlambat hari ini.

Seperti biasa masuk dari pintu belakang perusahaan, menuju pantai yang berada di lantai bawah. Seharusnya hari ini Agus berada di sana tapi pria itu belum juga datang.

"Ke mana si Agus tumben belum datang?" Dia bergumam sambil membuka tas, kemudian meletakkan tas tersebut di dalam loker.

Baru saja ingin duduk, tiba-tiba saja telepon berdering. Segera Eca menerima panggilan tersebut.

"Pantry, Echa di sini," sapanya ramah.

"Cha biasa ya kopi buat Pak Bagas sama buat saya." Itu adalah suara Mbak Sarah yang memintanya untuk membuatkan kopi pagi

"Oke Mbak, segera, ditunggu ya."

Setelah panggilan dimatikan, segera saja dia mempersiapkan kopi seperti biasa dengan takaran yang sama. Sebenarnya Sarah dan Bagas pun,  sudah cocok sekali dengan kopi buatan Echa. Mungkin bisa dikatakan berlebihan, tapi memang paling pas lidah mereka berdua.

One Night Stand With OB Sultan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang