🍒 BAB 8🍒

324 18 0
                                    

Echa menahan tangis setelah ia kembali dari ruangan kerja Bagas. Ia duduk di kursinya perasannya kesal sekali setelah keputusan yang ia dengar dari sang atasan. Echa lalu merebahkan kepala di atas meja.

Saat itu Agus masuk, pria itu berjalan lalu duduk di samping Echa.  "Kenapa nangis kayak gini?"

"Gue nggak tahu ya, gue itu salah apa,  tapi tiba-tiba banget pak Bagas mindahin gua ke pabrik  di Cikarang." Echa menjawab sambil menghapus air matanya yang terus saja menetes.

Yuji jadi bingung kenapa tiba-tiba sekali Bagas melakukan hal itu. Bukannya tak ada masalah  sebelumnya semua berjalan dengan baik. Memang terasa sedikit janggal kalau tiba-tiba saja Bagas meminta Echa untuk pindah ke tempat kerja lain.

"Lo nggak gap Sarah sama Pak Bagas lagi kan? Bisa nggak sih gara-gara masalah itu?" Agus mencoba mengingat karena masalah itu saja yang paling sering dilakukan oleh Echa.

"Kayaknya nggak mungkin deh, kalau itu kan Gue udah sering nge-gap secara nggak langsung, tapi kan gue nggak pernah bilang itu ke siapa-siapa kecuali Lo doang kan?" Echa kemudian kembali menangis.

Dalam situasi seperti ini Agus jelas bingung. dia bahkan tidak tahu apa yang harus dilakukan ketika melihat Echa menangis. Dalam hati juga memikirkan  apa alasannya Bagas dan juga Sarah membuat Eca pindah ke pabrik lama.

Tiba-tiba saja gadis bertumbuh gemuk itu mengangkat kepalanya, kemudian menatap ke arah Agus dengan tajam. "Elo—"

Ditatap demikian membuat Agus mengenyitkan kedua alisnya, dia juga bingung kenapa tiba-tiba saja eja mana tapi seperti itu. "Gue kenapa?"

"Lo nggak ngadu kan? Maksud gue lo nggak bilang ke siapa-siapa kan tentang Mbak Sarah sama Pak Bagas?"

Agus menggelengkan kepalanya dengan yakin. "Enggak lah, ngapain gue bilang-bilang masalah kayak gitu? Emangnya di sini gue punya temen? Gue itu bukan tipe orang yang suka ngegosip lagi. Lo kok nuduh kayak gitu sih?"

Yang membuat Agus semakin bingung, Eca Malah semakin menangis ketika dia menjawab pertanyaan itu. jadi bingung sendiri bagaimana caranya harus menghadapi Echa

"Lo kok makin kenceng sih nangisnya?"

Gadis itu kemudian menatap Agus dengan tatapan yang berkaca-kaca. "Jadi selama ini lo nggak nganggap gua teman? Biar nyebelin gini, gue tuh udah nganggap lo besti gue tahu di sini Gus."

"Tumben tumben banget lo sadar kalau lo itu nyebelin?" Agus bertanya.

"Emang gue nyebelin banget ya?"

"Ya lumayan sih," sahut Agus.

Echa kemudian tiba-tiba saja menghentikan tangisnya dan tersenyum. "Tenang aja lagi, bentar lagi kita nggak sama-sama lagi kok," kata Echa dengan berlebihan.

"Eh, enggak gitu maksud gue."  Benar-benar menghadapi wanita itu membutuhkan kesabaran ekstra batin Agus.

" Iya gue ngerti, jujur gue cuma mikir pengobatannya ibu. Kalau di sana bakal susah banget, apalagi nyokap gue pun bpjs-nya di sini.  bakal susah banget ngurus di sana lagi, karena gue di sana juga nggak ada saudara, ataupun orang yang gue kenal." Echa menceritakan keresahannya kepada Agus. Beban pikirannya adalah pengobatan sang ibu.

Tentu saja mendengar Itu semua membuat Agus merasa sedih. "Kamu udah coba ngomong sama Mbak Sarah atau belum? Kalian berdua kan dekat."

"Ya ngapain, lagian kan atasannya itu Pak Bagas bukan Mbak Sarah, berarti keputusan memang ada di tangan Pak Bagas." Echa tahu kalau tak ada gunanya berbicara kepada Sarah saat ini.

Agus jelas mengerti betapa Echa begitu bertanggung jawab kepada keluarganya. Bisa terlihat sewaktu mereka berdua malam itu bagaimana sang ayah dan ibunya mengirimkan pesan untuk meminta bantuan dari Echa. Apa yang dilakukan Bagas jelas membuatnya jadi merasa kesal.

"Yaudah jangan sedih dulu, nanti pasti ada jalan keluarnya." Agus coba menenangkan.

Echa hanya anggukan kepala, gadis itu kemudian menggeliat sambil sedikit mendesah merasakan tubuhnya yang sakit setelah malam kemarin. Ia tak cukup istirahat juga. Sementara Agus melirik, dengar desahan Echa membuat ia ingat malam panas yang keduanya habiskan bersama.

Tubuh Yuji merinding. "Jangan desah gitu bisa gak sih?" kesal pria itu.

Echa menatap heran, aneh sekali menurutnya. Padahal dia juga seringkali menggeliat. "Kenapa sih? Gue kan ngolet doang?"

"Enggak apa-apa sih cuma ganggu aja."

Echa mendadak sedih lagi, menatap Yuji. "Lo benci ya sama gue?"

"Eh kenapa sih? enggak gitu maksudnya."

"Iya sih, gue gendut nyusahin Lo doang."

Agus melirik, kemudian memilih untuk berjalan keluar ruangan. Paling kesal kalau perempuan drama seperti ini. Ditinggal seperti itu Echa kembali menundukkan kepalanya. Merasa semakin kesal.

Agus berjalan keluar, langkahnya tiba-tiba saja terhenti. Pria itu kemudian menoleh ke arah pintu sebelum akhirnya kembali berjalan meninggalkan pantry.

Apa yang ia dengar mengenai pemindahan tadi benar-benar membuat ia penasaran. meskipun ia sangat yakin bahwa salah satu alasannya adalah Echa yang terlalu sering mendapati Sarah yang sedang sibuk berhubungan intim dengan Bagas.

***

Pulang bekerja Yuji sibuk bersama Sadam. Yuji sebenarnya ingin sekali Sadam mencari tahu mengenai apa yang terjadi di antara Sarah dan juga Bagas. Meskipun rasanya akan sedikit aneh kalau minta tolong kepada Sadam untuk masalah Echa, menurutnya.

"Kenapa sih Bapak dari tadi diam aja?"

Yuju menoleh ke arah Saddam, "Aku lagi mikirin Kenapa tiba-tiba aja Echa dipindahin ke pabrik di pusat? Padahal kamu kan tahu, kalau pabrik itu  juga sebentar lagi digusur."

"Iya, kita kan nggak tahu apa yang terjadi." Sadam menjawab dengan enteng sambil mengendarai mobil.

Yuji menatap dengan kesal, dia kemudian berdecak sambil menggelengkan kepalanya. "Iya, Terus kalau kamu nggak tahu, jawab kayak gitu? Buat apa saya punya tangan kanan kayak kamu? Seharusnya kamu sadar kalau saya ngomong kayak gitu tandanya Saya mau kamu cari tahu infonya."

Saddam tersenyum, dia memang sengaja melakukan itu untuk membuat Yuji kesal. "Iya, saya tahu bapak pasti minta saya cari tahu. Tadi saya juga cuman bercanda aja kok. Hehehe."

Yuji hanya menggelengkan kepalanya, tau memang kalau Sadam sering bersikap menyebalkan.

"Tapi pak, ada yang aneh dari rencana penggusuran di pabrik pusat."

Yuji menoleh menatap dengan serius. Mulai tertarik dengan pembahasan yang dilakukan oleh Saddam. "Maksud kamu aneh gimana?"

"Perencanaan untuk penggusuran itu diusung sama PT Mlaku Jaya. Terus, PT itu backing sama adorable corporation, yang di mana bapak tahu sendiri, mereka punya hubungan yang jelek banget sama perusahaan kita."

"Bukannya penggusuran itu memang program dari pemerintah ya?"

"Setahu saya, PT Mlaku Jaya sama sekali nggak ada sangkut pautnya sama pengerjaan lahan pemerintahan, tapi saya nggak tahu juga. karena perjanjian itu  sudah beberapa tahun yang lalu, tapi belum terlaksana juga sampai sekarang."

Apa yang dikatakan oleh Saddam jelas membuat Yuji jadi semakin heran dengan alasan Bagas dan apa yang dilakukan sang sepupu dengan perusahaan sang kakek.

One Night Stand With OB Sultan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang