…
“Astaga ini capek banget. Huh, lagi-lagi di hukum, belum juga sebentar gue pergi kerja udah di hukum seperti ini lagi. Kan, capeknya bukan main!” kesal Linzy menjatuhkan bok0ngnya di bangku dekat lapangan.
Seperti biasa, Linzy menatap lurus ke depan melihat murid-murid yang berteriak heboh karena seorang Dava Kairaz sedang bermain basket.
Apa yang harus di teriakkan seperti itu? Benar-benar gil4 kalau Linzy melakukan hal yang sama.
“Cegil, cewek gil4! Teriak-teriak nggak jelas,” gumam Linzy dengan pelan.
Gadis cantik itu hampir saja terkejut karena Zevan dan Nathan berjalan ke arahnya dengan sebuah senyuman tipis tetapi tidak dengan wajah beradik kakak itu. Datar, nyaris tidak berekspresi.
“Gue dan Nathan minta maaf soal kejadian kemarin,” ucap Zevan dingin menatap mata indah Linzy. Gadis itu tergagap sendiri melihat mereka berdua.
“Loh, maksudnya? Kenapa kalian bisa minta maaf sama Linzy. Kakak, kan biasanya nggak pernah bilang minta maaf?” tanya Linzy hati-hati.
Kedua cowok tampan itu saling pandang lalu mengedikkan bahunya. “Entahlah, tapi gue beneran nggak sudi harus minta maaf ke lo kalau bukan karena Dava!” sentak mereka berdua.
Dava? What, ada apa dengan Dava? Apakah cowok itu melaporkan kejadian yang dimana ia hampir di ehem sama Zevan?
Tanpa permisi, kedua cowok itu pergi meninggalkan Linzy seorang diri lagi. Entah sudah beberapa kalinya Linzy menghela nafasnya. Mungkin sudah ke 1204 kalinya.
Linzy yang sudah bosan dengan pemandangan yang ada di depannya segera pergi ke kelas niat hati ingin melanjutkan tugas yang belum di selesaikannya.
Gadis itu menoleh ke sumber suara yang memanggilnya.
“Linzy!”
‘Kali ini gue harus ngelawan kalo mereka berdua mau bantai gue lagi.’ batin Linzy was-was.
“Ada apa kak?”
“Ck, pake nanya! Tentu aja bantuin kerjain tugas kita. Lo jangan berani-berani lapor tentang kejadian kemarin, ya. Kalau lo lapor tentang kejadian kemarin, lihat aja apa yang akan kita lakuin ke lo. Iya, kan Naya?”
“Iya, kalo lo lapor. Awas aja.” desis Naya lalu menatap Linzy sejenak. “Tuh ambil buku kita, awas kalo buku kita sampe lecet, kepala lo yang akan jadi sasaran kali ini!”
Naya melempar buku itu di wajah cantik Linzy.
Sedetik kemudian, Linzy tertawa sinis membuat kedua cewek itu bingung sekaligus menatap Linzy tajam.
Linzy mendongakkan wajahnya dan kini gadis itu membalas tatapan tajam mereka.
“Lo pikir gue b4bu apa, hah?! Kalian punya tangan, mata, otak dan kaki, kan? Kenapa nggak kerja sendiri?!” gertak Linzy melemparkan buku mereka di wajah mereka berdua kembali.
“Cu1h!” Linzy melud4h ke samping bermaksud merendahkan cewek lic1k yang ada di depannya ini.
Rena dan Naya mengepalkan tangannya erat melihat semua murid perlahan berkumpul mengelilingi mereka bertiga.
Merasa malu? Tentu saja, tetapi beda halnya dengan Linzy. Gadis itu semakin senang bersiap ingin melawan semua yang membullynya.
“Apa? Lo berniat ingin mempermalukan kita hah?! Nggak akan bisa! Karena lo di sini cuma cewek miskin, yatim piatu, dan murah*n!” sentak Naya tidak terima.
Seketika Linzy terdiam lalu tersenyum miring.
“Kebalikannya! Lo yang murah*n buktinya? Lo sama Reva pake bedak tebal untuk apa? Sudah pasti untuk menarik Om-om, kan?” tawa Linzy membuat semua murid ikutan ketawa.