⚠️ Abaikan, Typo ⚠️…
“Naik!”
Linzy masih tetap bergeming dengan tangan yang memegang rok span pendek dan ketat itu.
Ini juga salah dirinya karena tidak membawa seragam sekolah dari rumah yang mengharuskan ia memakai seragam itu, seragam satu-satunya ada di rumah Dava.
“Naik Linzy!”
Suara itu lagi, Linzy mendongakkan wajahnya menatap Dava yang menatapnya dengan tajam, Dava menghela nafasnya kasar.
“Anu, itu gua—”
Linzy tertegun sejenak dengan kepala yang ditundukkan lagi melihat ke arah roknya, agar Dava dapat peka.
“Anu apa?” kesal Dava dengan langkah yang mendekat ke arah Linzy, Linzy memundurkan langkahnya seraya menatap Dava dengan sinis, Linzy agak sedikit menjaga jarak.
“Anu, gua enggak pergi sekolah deh hari ini karena.” Linzy terdiam sesaat lalu menarik rambutnya dengan sedikit kuat. “Karena kepala gua pusing banget, iya pusing!”
Dava menatapnya lebih tajam lalu pandangannya beralih menurun melihat rok span yang dipakai Linzy, bikin sakit mata orang aja.
Dava mengambil jaket hitam kecenya yang dia pakai lalu menyodorkan pada Linzy.
“Apa?” bingung Linzy menatap jaket hitam itu.
“Ambil nggak, atau mau gue pakein, hem?” tawar Dava yang masih belum di jawab Linzy.
Dava mendesis tajam lalu berjongkok tepat di hadapan Linzy yang ternyata sangat kaget dengan Dava yang ada dibawahnya. Dava memakaikan jaket itu pada rok Linzy.
“Ih, maksud lo apa makein gua seenaknya kayak gini? Jangan cari masalah lo sama gua.” ketus Linzy agak sedikit tidak suka, ia langsung segera menjauh dengan cepat sebelum moodnya hari ini hancur dan lenyap.
Dava naik ke atas motornya menatap Linzy dengan datar lalu membuang wajahnya.
“Lo mau jadi cewek mura*han yang seenaknya ngasih lihat lekuk tubvh lo sama orang?!”
“Maksud gua bukan kayak gitu tapi, gua hanya kaget aja lo tiba-tiba pakein gua jaket ini kan, gua bisa sendiri tanpa lo yang bantuin,” Linzy menoleh ke arah lain membuat Dava berdecak malas lalu mendekatkan motornya ke arahnya.
“Ayo naik, mau gue gendong lagi? Malah bengong disitu, masih mikirin yang barusan?”
Linzy mencebik lalu naik dengan hati-hati ke atas motor, tidak lupa juga dengan gaya yang seperti biasanya, ia selalu menjaga jarak hingga lagi-lagi Dava berdecak kesal.
“Lo mau gue masuk penjara karena ngasih jatuh anak orang? Atau mau gue yang buat lo pegangan sama baju gue baru lo mau dekat?” ucap Dava dingin, Linzy pun menurut saja.
“Apaan sih, pake acara pilihan segala, gua tau kalo gua jatuh nanti kalo gue duduk seperti ini tapi, gue enggak mau deket-deket lo, yang ada gue langsung dibantai pas sampai di sekolah sama cewek-cewek gatal!” asalnya.
Dava menggeleng kepala pelan lalu mulai melajukan motor sportnya dengan kecepatan sangat cepat sehingga Linzy dengan refleks memeluk Dava erat, saking cepatnya Linzy hampir tidak bisa bernafas karena Dava.
“Woy, g--gue enggak bisa nafas kalo lo cepat kayak gini, woy lo denger enggak sih?” teriak Linzy cukup keras, Dava menurunkan laju motornya menjadi kecepatan rata-rata.
“Lo enggak usah teriak ege, gue dengar kok gue enggak budeg, dan gue enggak buta!” balas Dava dengan sedikit geram.
Seketika Linzy terdiam lagi, Gadis itu sudah malas harus berdebat dengan Dava sekarang, ia lebih bagus diam dari pada mengomeli Dava yang sekarang cowok itu terdiam juga.