8. Tidak untuk kedua kalinya

90 21 1
                                    

Disinilah sekarang Aideen berdiri, diantara empat orang teroris yang memiliki senjata tajam dan satu orang lagi yang tengah meringis kesakitan. Aideen berdiri di depan ruang operasi dengan harap-harap cemas, ia harus memikirkan cara agar hal ini cepat berakhir tanpa ada yang terluka. Aideen percaya penuh dengan Rans, sang kaka pasti menerima sinyal darinya tadi.

"Bos kalian harus segera di operasi" Ucap Aideen

"Kalau begitu lakukan!" Perintah satu orang yang berada di belakang Aideen dengan pistol yang masih mengarah kepadanya.

"Tapi--"

"Tapi apa? cepat jangan bertele-tele" ucapnya lagi tak sabaran.

"Aku tidak bisa melakukan ini seorang diri, operasi yang ku lakukan cukup beresiko, aku membutuhkan setidaknya dua orang dokter dan dua orang perawat agar proses operasi berjalan maksimal, saat proses operasi banyak hal yang tak terduga nantinya dan aku mungkin tak bisa mengatasi itu, aku harus bekerjasama dengan ahli anestesi" ucap Aideen penuh penekanan di setiap kalimatnya.

Tubuh Aideen rasanya hampir saja terjatuh ketika salah satu dari mereka menariknya secara paksa menuju telpon yang berada si sudut ruangan. "Hanya panggil dua dokter dan dua perawat, selebihnya tidak ada yang boleh kemari, jika melanggar maka kau harus bersiap  bertemu dengan malaikat pencabut nyawa"

Aideen menahan nafas jujur ia sedikit gugup sekarang. "Tolong kirimkan dua dokter dan dua perawat termasuk ahli anestesi di departement bedah umum ruangan 1. Operasi darurat harus dilakukan 20 menit lagi. Segera bersiap" Aideen mengeluarkan perintahnya melalui tombol panggilan darurat yang berada di dinding ruangan.

"Aku harus berganti pakaian dan mensterilkan semuanya" ucap Aideen. "Tak perlu kalian ikuti, aku pasti bertanggung jawab kepada pasien, kalian tunggu saja disini" ucap Aideen kemudian berjalan menuju ruang ganti yang berada tak jauh.

Merasa keadaan aman, Aideen mengirimkan pesan kepada Kaka nya dan mengatakan situasi yang terjadi, syukurlah beberapa orang telah di evakuasi dan tim keamanan pemerintah telah melakukan misinya, yang Aideen lakukan hanya membantu pasien selebihnya ia akan serahkan takdir kepada Tuhan.

Tak lama Aideen datang kembali dengan setelah operasinya juga masker yang menutupi sebagian wajahnya, satu orang yang penuh tato merebut tanda pengenal Aideen. "Untuk jaga-jaga jika kau melakukan kesalahan" ucapnya.

Aideen membuka pintu ruangan operasi dan bertepatan saat itu juga empat orang yang akan membantunya datang. Aideen memicingkan mata, ia seolah mengenali salah satu yang kini mengenakan jubah dokternya, tanda pengenal yang tergantung memang milik Arisha tapi yang datang bukan Arisha. Melainkan Istrinya Nathelia.

Aideen menggelengkan kepalanya, memberikan kode bahwa hal ini akan berbahaya, didalam sana begitu banyak alat medis yang rumit bahkan dirinya saja menghafalkan selama satu tahun. "Jangan khawatir, ini bukan pertama kalinya aku menyamar sebagai dokter, tenang saja, jalani operasi seperti biasa dan aku akan melakukan tugasku, ahhh--tolong buat durasi operasi yang lamban karena tim ku sedang melakukan strategi di bawah sana. disetiap titik ruangan sudah ada beberapa tim khusus yang memantau kita--mohon kerjasamanya dokter Jaedeen." Ucap Nathelia pelan saat berdiri disamping Aideen dengan posisi yang cukup dekat.

"Baiklah, kita mulai operasinya. Sekarang pukul 14.56 kita akan melakukan operasi darurat. Berdoa dimulai" ucap Aideen selaku dokter utama yang bertanggung jawab atas operasi tersebut.

Proses anestesi sudah di lakukan, Nathelia melakukan pekerjaanya cukup bagus, wanita itu juga mengetahu nama peralatan medis dengan baik. Para teroris itu berdiri tepat mengeliling mereka. "Section" ucap Aideen

Nathelia terdiam. Ia tiba-tiba lupa benda mana yang bernama itu. Aideen mencoba tenang dan memberikan kode dengan matanya. "Kenapa berhenti? ada masalah?" tanya salah satunya yang berdiri didekat Aideen.

Now, You and Me | Jaedeen x Nathelia |Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang