'Pagi hari akan terasa lebih indah jika dimulai dengan orang yang kita sukai, bukan?' -Sang Penyair
Dini hari ini setelah semalam Ghifar tidak tidur, Ghifar pun memutuskan untuk memasak makanan untuk sahur mereka. Setelah berhati-hati untuk keluar dari tenda, Ghifar terduduk lemas di pasir sembari menatap langit yang ramai oleh bintang.
Setelah duduk lama dan bosan, ia baru mengambil kompor portabel untuk memasak makanan sahur mereka. Ia memasak mie goreng dengan telur rebus, agar apa yang tubuh mereka perlukan akan terpenuhi.
Setelah jadi, Ghifar membuka tenda untuk membangunkan Zeva yang sedang terlelap. Tetapi, bukannya membangunkan Zeva, ia malah duduk dengan memandangi wajah tenang yang sedang tertidur itu.
"Cantik banget," bisik Ghifar tersenyum kecil.
Setelah asik memandangi wajah Zeva, tangan Ghifar berada di udara berniat menyingkirkan beberapa helai rambut yang menutupi wajah cantik nan tenang itu. Saat tangannya sudah dekat, Zeva menggeliat pelan, lalu membuka matanya.
Ghifar pun menarik tangannya dan berdehem pelan untuk menghilangkan rasa gugupnya.
"Zev, sahur."
"Hmm tau kok," ujar Zeva
"Cepetan, udah mau berakhir."
Dengan terpaksa, Zeva pun bangun dengan nyawa yang belum terkumpul seratus persen.
"Kalau udah kekumpul nyawanya, ayo gabung sama gua,"
Setelah berkata seperti itu, Ghifar menaruh ikat rambut di dekat Zeva agar Zeva mengikat rambutnya dan tidak dibiarkan tergerai agar tidak menggangu aktivitasnya. Lalu, ia keluar dari sana dan duduk di pasir itu kembali.
Sembari menunggu Zeva keluar, Ghifar makan lebih dulu sambil menulis puisi di buku catatan kecilnya yang biasa ia bawa kemana-mana. Termasuk ke camping khusus ini.
Selang beberapa menit, Zeva pun keluar dari tenda lalu ikut duduk di samping Ghifar yang sedang asik membuat puisi klasik. Memang pekerjannya sedikit terlihat aneh, namun itulah yang Ghifar sering buat jika ia sedang bosan.
"Asik banget. Ga dimakan mie nya?"
"Gua nungguin lo. Makan duluan aja."
"Lo suka bikin puisi, ya? Boleh ga gua liat koleksi-koleksi puisi lo, Mas?" tanya Zeva
"Boleh. Besok dateng aja ke rumah gua,"
Singkat cerita, mereka berdua menikmati makanan yang dibuat Ghifar sembari sesekali tertawa karena lelucon Ghifar. Ketika waktu imsyak datang, Ghifar segera pergi ke masjid terdekat. Daripada diam-diam saja di tenda, lebih baik ia menjalankan ibadah lebih dulu saja.
-----
"Mas, kita cuma sehari doang, kan?" tanya Zeva yang sedang bersantai didalam tenda.
"Iya. Makanya abis pulang, istirahat, abis itu gua mau ajak lo ke rumah gua untuk lihat-lihat koleksi puisi gua."
"Makasih, Mas."
"Sama-sama."
"Ini udah jam 10 pagi. Lo mau pulang jam berapa?" tambah Ghifar"Jam 12 aja, ya, Mas?"
"As you wish," tanggap Ghifar
----
Seperti yang Ghifar bilang, Zeva boleh ke rumahnya untuk melihat berbagai koleksi puisi milik Ghifar. Jadi, siang ini Zeva berniat ke rumah Ghifar untuk menepati omongan Ghifar yang mengizinkannya bermain ke rumahnya.
Setelah Zeva sampai, Zeva pun mengetuk pintu dengan perlahan dan berirama. Setelah dua kali mengetuk, pintu pun dibuka yang kemudian menampakkan Ghifar yang memakai baju putih polos lalu kalung berliontin besi persegi panjang dipadukan dengan celana pendek hitam dan beberapa gelang yang asing bagi Zeva.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dokter dan Sang Penyair (Completed Story)
Romance"Kata seseorang kalau orang yang memang ditakdirkan untuk bersatu maka bagaimanapun caranya pasti akan ada waktu untuk kita saling mengenal, saling jatuh cinta, saling benci, dan saling sayang. Awalnya aku tidak mengira bahwa kamulah yang menjadi al...