Pulang

1 0 0
                                    

'Percaya atau tidak percaya, takdir itu ada dan sudah tergariskan di masing-masing individu. Setiap manusia berharap memiliki takdir baik yang selalu datang dan takdir terkadang tidak bisa ditebak'-Sang Penyair

Minggu ini Ghifar sudah bisa pulang dan Ghifar pun memutuskan pulang karena dipaksa oleh Javar yang mengancamnya kalau ia tidak pulang hari ini maka pertemanan mereka selesai. Tentu Ghifar tidak mengharapkan hal itu sehingga Ghifar mengiyakannya.

Kini Zeva sedang berada di ruangan Ghifar untuk check up terakhir kali untuk memastikan bahwa Ghifar sudah benar-benar pulih dan Zeva pun membuatkan beberapa resep obat yang akan ditebus di apotek yang bisa membantu pemulihan luka-luka Ghifar.

"Lo ga bakal kangen sama gua, kan?" goda Ghifar

"Engga. Malah gua bebas ngelakuin apapun, Mas," ujar Zeva seperti mengejek

"Kata gua mah hati-hati kangen."

Ghifar tertawa geli melihat ekspresi Zeva setelah ia berucap.

Setelah semuanya selesai, Ghifar beranjak dari brankarnya lalu berjalan menuju pintu keluar ditemani Zeva yang akan merawat pasien lain.

"Jaga diri, ya, lo disini. Jangan sakit. Istirahat yang cukup. Kalau kita ditakdirkan pasti ketemu lagi, kok," ucap Ghifar sok bijak

"Iye-iye, Mas. Mas juga, lho. Awas aja," timpal Zeva lalu menutup ruangan Ghifar. Zeva tidak mengantar Ghifar sampai mobilnya tapi mengantarnya sampai pintu keluar ruangannya lalu kembali mengecek keadaan para pasien untuk meringankan pekerjaan para dokter.

---

Ghifar pun dijemput oleh supir rumahnya yang selalu ada 24/7 untuknya. Setelah sampai rumah, Ghifar mengambil sebuah kotak berwarna biru muda lalu mengeluarkan buku gambarnya yang dulu sekali ia sempat gunakan. Dulu, Ghifar sempat bermimpi seseorang yang Ghifar rasa mirip sekali dengan Zeva, mulai dari aura, tubuh, dan wajah. Ghifar pikir itu hanyalah bunga tidur, tapi setelah mengenal Zeva selama seminggu lebih, Ghifar yakin ia tak salah dan ia mengenal perempuan yang sempat mampir ke mimpinya.

Di setiap gambar yang Ghifar buat, pasti ada sajak yang mengiringi. Entah itu quotes atau memang pure puisi yang indah. Tangan Ghifar terhenti di sebuah halaman yang menunjukkan gambaran seorang perempuan yang tentunya dulu Ghifar tidak kenal. Wajahnya memang tidak terlihat tapi Ghifar bisa merasakan bahwa aura yang ia temui dalam mimpi dengan aura yang ia temui di dunia asli itu benar-benar mirip. Seperti takdir yang memang sudah terbuat sejak lama, dan garis itu yang menemukan mereka seperti seminggu kemarin.

Ghifar tidak terkejut, namun rasanya sangat bahagia. Berbagai kupu-kupu seperti beterbangan diperut Ghifar. Ghifar tersenyum lega. Orang yang ia cari akhirnya ditemukan. Hanya menunggu takdir yang akan mempertemukan mereka lagi.

---

Setelah 15 jam bekerja dengan lelahnya, akhirnya Zeva bisa beristirahat dengan tenang, merebahkan diri diatas kasur empuk rumah sakit yang disediakan atasannya. Karena dengan adanya kasur di ruangannya, Zeva bisa beristirahat setelah pekerjaan nya selesai. Entah itu jam 4 subuh atau jam 5 pagi.

Diatas tempat tidurnya, Zeva termenung dengan kejadian tadi pagi. Dimana Ghifar berjalan menuju keluar rumah sakit dan entah kenapa punggung itu ... tampak familiar dimata Zeva, seperti pernah melihatnya tapi lupa melihat dimana.

Ghifar memang sosok yang rendah hati, dan friendly sekali. Ghifar tanpa enggan menyapa seseorang jika itu dibutuhkan. Tadi pagi saja, Ghifar masih sempat-sempatnya menyapa seorang lansia yang sedang menunggu sendirian di rumah sakit. Ghifar juga berhati lembut. Ghifar suka menolong makhluk hidup seperti memberi makan kucing yang ada di taman, ataupun menolong anjing yang suka sekali tercebur di parit depan rumah sakit. Sesekali, pemandangan itu tertangkap oleh penglihatan Zeva.

Di mata Zeva, Ghifar merupakan orang yang hangat, dan ramah. Ghifar mempunyai sangat banyak kelebihan yang membuat Ghifar terlihat keren dengan caranya sendiri. Ghifar tidak segan menolong sesama. Rasanya seperti Ghifar tidak punya gengsi seperti pemuda kebanyakannya. Zeva pikir, pun, Ghifar salah satu most wanted di kuliahnya s2 ini.

Bohong jika Zeva tidak terpana, Ghifar memiliki banyak kelebihan yang membuatnya tampak tampan sekali. Zeva menyukai sosok Ghifar dengan sifatnya yang sangat ramah. Sesekali pun, disaat jam istirahat nya, Zeva suka keluar dari ruangannya hanya untuk ke taman rumah sakit untuk melihat apa yang dilakukan Ghifar di sana. Segala pergerakannya mungkin tertangkap jelas oleh dokter lain atau perawat, namun Zeva tidak peduli.

Ghifar sangat memiliki daya pikat yang erat sekali. Memang si, Ghifar tinggi ramping, namun tubuhnya tidak terlihat kekurangan gizi sama sekali, dan itu tidak menghalangi Ghifar untuk terlihat keren dan tetap humble. BOHONG JIKA ZEVA BISA LANGSUNG MELUPAKAN PASIENNYA YANG SATU ITU. Bahkan sampai jam 3 subuh pun, mata Zeva masih terjaga dengan pikirannya yang dipenuhi dengan kehangatan sosok Ghifar. Sosok Ghifar sangat sulit untuk dihapus dari pikiran Zeva.

"ARGH!! Gua mikirin apaan si!" kesalnya sembari mengusap wajahnya kasar. Lalu menghela napas lelah, dan melihat jam. Bagus, ia sudah melamun memikirkan Ghifar 2 jam lebih! Yang benar saja.

Padahal, tadi pagi, Zeva yakin sekali tidak akan memikirkan Ghifar, ataupun MERINDUKAN Ghifar. Tapi, pada malam ini, semua harapannya runtuh hanya karena Ghifar memiliki sifat yang humble.

Zeva pun beranjak dari ranjangnya menuju toilet untuk membasuh mukanya yang terlihat kusut. Hari ini cukup melelahkan, karena biasanya ia hanya merawat Ghifar sendiri, dan hanya membantu para dokter yang lain tipis tipis, tapi sekarang ia memegang 2 pasien sekaligus. Itu cukup membuatnya pusing, ditambah ada operasi terjadwal yang membutuhkan 3 jam lebih. Itu cukup lelah.

Setelah membenahi beberapa anak rambutnya, Zeva pun keluar dari kamar dokternya untuk berjalan di lorong menuju rooftop yang memang dibuat untuk bersantai sejenak dari hiruk-pikuk dunia. Disini, Zeva bebas mengekspresikan dirinya. Tidak ada paksaan yang harus ia turuti disini. Dibawah sana, lampu jalanan dan lampu gedung-gedung menyala dengan terang, membuat bius indah tercipta di netra Zeva. Walaupun sudah pukul 5 subuh, jalanan tetap terisi oleh pengendara motor ataupun mobil. Namun kali ini, terlihat lebih lengang daripada biasanya.

Zeva pun mengedarkan pandangnya ke segala arah di jalanan tersebut, hanya untuk melihat-lihat. Namun, matanya tiba-tiba menangkap bayangan orang, yang sepertinya ia kenal dan familiar. Orang tersebut sedang duduk di bangku halte seperti menunggu bus datang. Entahlah ia sedang apa, Zeva tidak terlalu peduli.

Siluet itu makin membuat Zeva percaya bahwa ia tidak salah lihat. Ketika satu bus sudah mendekat, siluet itu berdiri dan bersiap untuk menaiki bus tersebut. Sambil mengayunkan tangannya untuk memberi tanda pada bus tersebut. Setelah bus itu berhenti, siluet itu pun naik ke bus tersebut dan bus tersebut pun melanjutkan perjalanannya kembali.

=====

To Be Continued

Dokter dan Sang Penyair (Completed Story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang