Seindah Bunga yang Mekar

3 0 0
                                    

'Ketika aku menghabiskan waktuku bersamamu, bagaikan bunga yang mekar di musim panas. Yang mewarnai hidupku yang kelam dengan dirimu."-Sang Penyair

Setelah menulis puisi berdua dan bercanda tawa, merekapun memutuskan untuk memasak hidangan ala kadarnya. Menikmati waktu berdua dengan Zeva memang membuat Ghifar sesekali kehilangan kewarasannya, tapi berduaan dengan orang yang dicintai memang sangat berharga, mengasyikkan, dan membahagiakan.

"Kamu masak apa, Zev?" tanya Ghifar sembari memeluk Zeva dari belakang.

"Sawi rebus. It's okay, sayangku?"

"It's okay, cantik. Apapun akan aku makan, asalkan itu buatan kamu. I love you, sayangku," tutur Ghifar dengan penuh kelembutan.

"Love Mas too. Kalau kita bisa dan siap, mari berkomitmen untuk masa depan. Aku akan menikah kalau kamu bisa nepatin janji kamu sendiri," ucap Zeva dengan yakin. Zeva yakin mereka bisa melanjutkan hubungan mereka ke tingkat selanjutnya ketika mereka siap dan mau berkomitmen.

"Hm, ayo berjalan bersama. Kita akan berhasil mencapai akhir bersama. Tetap bersama aku, ya? Kita akan hadapi ini semua bersama. Aku yakin kita bisa kayak yang lain, yang bersama sampai akhir sampai maut memisahkan." Ghifar memijat pundak Zeva sembari Zeva memasak untuk makan siang mereka. 

Setelah masakannya sudah bisa dimakan, Ghifar membantu Zeva menyiapkan dengan membantu menata masakan, nasi mereka berdua sembari Zeva mencuci alat yang dipakai untuk memasak. Setelah ia selesai menata, dan Zeva selesai mencuci alat masak yang mereka pakai, Ghifar menghampiri Zeva yang beristirahat sebentar selesai memasak dan mencuci piring, lalu mendekap erat Zeva yang sedang beristirahat.

"Pasti capek, ya? Makasih, ya, udah mau luangin waktu pagi ini dengan aku. Pasti capek karena malamnya harus kerja keras. Apalagi kalau ada jadwal ganti dokter dadakan. Harus mempelajari ini-itu dengan cepat. Terutama tiba-tiba kamu harus mengoperasi orang dengan dadakan. Walaupun udah bertahun-tahun jadi dokter, tapi itu memungkinkan kamu ga bisa dan biasa di satu hal, kan?" ungkap Ghifar dengan pemikirannya.

"Kalau di tanya capek, pasti akan selalu ku jawab capek, karena itulah faktanya. Tapi kalau di tanya senang, pasti akan ku jawab iya juga, sebab itu lah alasan aku bertahan di tempat itu. Terutama karena Ibu, Mas. Ibu adalah orang yang pertama kali yang membuat aku menyadari impian ku sendiri. Aku merasa bersyukur bisa pakai jas putih dan bekerja di pekerjaan yang mulia itu. Tapi, aku juga ga bisa berdalih kalau aku capek sama pekerjaan ini. Berkali-kali ingin keluar, tapi aku inget alasan apa yang buat aku berada di sini. Itulah alasan aku yang bisa buat aku bertahan disini," jelas Zeva panjang lebar demi mengungkapkan perasaannya selama ini.

"Syukurlah kamu mau bertahan di pekerjaanmu yang mulia itu. Aku pun menyukai itu. Yaudah ayo makan, nanti makanannya dingin. Setelah itu, kita bisa beristirahat sembari mengobrol ringan," ajak Ghifar dengan senyumannya selembut kain sutra itu.

Zeva pun mengiyakan ajakan itu. Lalu mereka menghabiskan makanan itu dengan perbincangan yang ringan diantara mereka. Setelah selesai, Ghifar menjadi orang yang membereskan semua peralatan makan mereka. Ghifar memang selalu menjadi orang yang mencuci piring dan peralatan makan mereka ketika Zeva telah memasak.

Setelah Ghifar mencuci piring, Ghifar pun menghampiri Zeva yang sedang duduk santai bersandar di kepala kasur milik Ghifar sembari memainkan hpnya untuk menunggu Ghifar selesai mencuci piring.

"Sayang, kamu ada yang mau ditanyain ke aku lagi, ga? Mungkin kamu belum ngerti banyak tentang aku, ataupun kamu mau cerita kehidupan kamu? Ayo kita saling mengenal. Aku sangat menantikan dimana saat kita saling mengerti satu sama lain." Ghifar menghampiri Zeva lalu menidurkan kepalanya di paha Zeva agar bisa melihat jelas wajah kekasih cantiknya itu.

Dokter dan Sang Penyair (Completed Story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang