Saya tak pernah tahu cara melepas sejumlah benang yang mengikat antara diri dan orang lain. Mungkin itu prakara yang terlihat tak ada faedahnya. Sebab lain orang maka lain pemikiran. Dan kala saya menghadapi sejumlah orang, maka mereka menyarankan untuk membawa prakara besar itu kepada Jagad Raya—alias lupakan saja apa yang sebetul-betulnya sulit dilepaskan. Benang itu bukan secara harfiah pemaknaannya. Saya ambilkan perumpamaan yang kiranya orang-orang akan mendapat paham. Tepatnya bila perlu penjabaran, saya mengoceh tentang takdir yang tengah saya sesali.
Baik, saya tidak akan taruh penolakan bahwa takdir pun akan membawa jeratnya untuk saya. Ya, dan setidaknya prakara itu telah saya percayakan kepada Tuhan yang saya sembah. Titik permasalahannya ada pada siapa lain orang yang terhubung dengan saya. Bukan saya ingin melihat orang itu secara materiil, bukan. Tapi boleh saya katakan bahwa cinta sejati itu baiknya disebut telah direncanakan jauh sebelum manusia dilahirkan. Walau bisa jadi sampai mati saya buta tentang jodoh, tapi Tuhan tidak demikian. Bisa jadi jodoh saya itu belum saatnya bertemu saya dan akan beroleh kesempatan di kehidupan mendatang. Atau memang telah takdirnya tiada sebelum kami saling melayangkan pandang—atau mungkin sudah berlayangan pandang hanya saja belum tahu satu sama lain.
Segala kesimpulan dari otak saya yang sempit ini, membawa saya pada satu keyakinan: saya dan yang akan berjodoh itu baru bertakdir di kehidupan ini. Boleh saya percaya diri dengan anggapan itu sebab beberapa tahun ke belakang saya telah dimimpikan oleh sesuatu. Yang saya ingat adalah perempuan bertubuh ramping dengan segala hal istiadat yang melekat pada dirinya itu—ah, hal ini saya rasa tak perlu penjelasan panjang, sebab tahulah mengenai adat junjungan para wanita di zaman ini. Dengan tubuh yang ringkih itu, saya memberi iba yang cukup dalam. Tampaknya belum begitu banyak santapan yang pernah dicobanya, atau sedang mengurangi karena suatu hal—sebab saya tahu bahwa wanita dianjurkan mengenai pengurangan santapan terutama bila sudah saatnya dipingit, ataupun karena kekejian Tuhan yang tak memberinya cukup harta. Dibawanya payung kayu yang terapit di antara jemari tangan kirinya, sedang tangan yang lain membawa beberapa guguran daun untuk beristirahat di telapak tangannya. Hampir tiada cela tubuhnya. Saya rasa, hanya bertukar pandang saja sudah membuat seorang perjaka jatuh hati.
Wanita itu selalu saya tengok menepi di sebuah danau. Suara burung-burung kecil yang kerap mendatanginya untuk merusuh tak mampu membawa pandangnya beralih. Hanya pemandangan tak menemu akhir yang menjadi primadona pandangnya. Saya tak mampu menggerakkan tubuh. Pandang pun kaku tertuju pada wanita itu. Bisa dikatakan bak patung yang hidup saya pada saat itu. Lalu, ketika muncul minat untuk mengayun langkah, ada suatu hal yang menahan diri wanita itu. Tepatnya ketika seorang Simbok tergopoh-gopoh mengambil langkah cepat bak kidang untuk segera sampai di hadapan wanita itu. Diberinya salam hormat yang tulus ikhlas, lalu diikuti sebuah pelaporan.
"Ndoro, Gusti meminta supaya Ndoro segera kembali."
"Ada apa?"
Hampir tak dihiraunya ucapan Simbok itu, kala belum dipalingkannya pandang. Sebab setelah terjadi demikian, menimbulkan bertumpuk-tumpuk kerisauan yang membawa pancaran wajahnya kian menyuram. Ditemunya sebuah keris yang telah rusak seluruh permukaannya dan sebuah ikat yang berlumuran darah segar ditaruh di atas baki, terbawa oleh si simbok. Hampirlah meloncat kedua biji matanya, tetapi cepat-cepat ia bawa masuk lagi.
Payung itu dijatuhkannya dengan keras, sebab ia segera berlari seperti menjangan di tengah padang rumput. Tak ada peduli pada dirinya bila ditemu rasa perih sebab kakinya tertusuk-tusuk oleh rumput. Akalnya sedang rehat dan nuraninya yang dipaksa kerja rodilah bila bisa saya katakan. Sementara saya perhatikan bagaimana Simbok itu meniru lagak Ndoro-nya, membelah rerumputan ke sana ke mari tanpa arah yang tertarik jelas. Dua orang itu pun menghilang dari pandangan saya dan demikianlah saya selesaikan adegan yang aneh itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Tak Selamanya Abadi
Cerita Pendek[Kumpulan Cerpen] Manusia tidak bisa hidup tanpa cinta. Di setiap kali ia melangkah, maka akan ada cinta yang ia berikan kepada seseorang atau sesuatu. Ada saatnya, cinta itu pergi sesaat dari kehidupan manusia karena telah tuntas tugasnya. Di saat...